Kupang (ANTARA) - Mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Frans Lebu Raya mengingatkan kaum milenial asal Lamaholot, sebutan untuk wilayah Flores Timur, Solor, Lembata dan Alor, harus tetap peduli pada budaya Lamaholot.
"Ke depan terus ada perubahan-perubahan dan kemajuan-kemajuan, tetapi kaum muda harus punya titik pijak yang kuat untuk menghadapi dan menerima tantangan tersebut," kata Frans Lebu Raya pada sarasehan bertajuk Aktualisasi Nilai Kelamaholotan yang diselenggarakan Ikatan Keluarga Besar Lamaholot di Kupang, Jumat (31/1).
"Saya ingin mengingatkan bahwa yang namanya milenial tidak boleh tidak peduli pada budaya Lamaholot. Harus punya kebanggan sendiri bahwa untuk melangkah maju harus punya titik pijakan yang kuat," katanya.
Baca juga: Etnis Lamaholot komitmen jaga persaudaraan
Gubernur NTT periode 2008-2018 itu mengatakan dalam sejarah, antara orang Lamaholot dan Alor sesungguhnya tidak boleh saling menyakiti.
"Saya pernah diingatkan oleh orang tua saya bahwa antara orang Lamaholot dan Alor tidak boleh saling menyakiti. Itu sejarah, warisan yang tidak boleh dianggap remeh," katanya.
Mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya (kiri) menjadi pembicara dalam Aktualisasi Nilai Kelamaholotan di Kupang, Jumat (31/01/2020). Dalam forum sarasehan tersebut, Frans Lebu Raya didampingi Dr Karolus Kopong Medan SH.MHum sebagai moderator. (ANTARA FOTO/Bernadus Tokan)
Dia juga meminta tokoh-tokoh Lamaholot untuk terus memberikan motivasi kepada anak-anak mudah untuk tidak boleh melupakan budaya.
"Sepintar-pintar seseorang, setinggi-setingginya jabatan seseorang, tetapi harus punya pijakan pada budaya Lamaholot yang dianut," katanya menambahkan.
Lebu Raya berharap, setelah selesai di forum ini, akan muncul forum yang lebih besar untuk melahirkan karya besar tentang Lamaholot.
Sementara itu, Dr. Karolus Kopong Medan menambahkan, dalam budaya Lamaholot, ada begitu banyak nilai-nilai yang harus dijaga dan dilestarikan.
Nilai religi, harmoni, keadilan, nilai kerja sama yang dinyatakan dalam bahasa adat "koda tou kirin ehan" (satu kata satu bahasa) dan nilai kerja keras.
Semua nilai ini merupakan warisan leluhur Lamaholot yang harus dijaga dan dilestarikan, kata Karolus Kopong Medan.
"Ke depan terus ada perubahan-perubahan dan kemajuan-kemajuan, tetapi kaum muda harus punya titik pijak yang kuat untuk menghadapi dan menerima tantangan tersebut," kata Frans Lebu Raya pada sarasehan bertajuk Aktualisasi Nilai Kelamaholotan yang diselenggarakan Ikatan Keluarga Besar Lamaholot di Kupang, Jumat (31/1).
"Saya ingin mengingatkan bahwa yang namanya milenial tidak boleh tidak peduli pada budaya Lamaholot. Harus punya kebanggan sendiri bahwa untuk melangkah maju harus punya titik pijakan yang kuat," katanya.
Baca juga: Etnis Lamaholot komitmen jaga persaudaraan
Gubernur NTT periode 2008-2018 itu mengatakan dalam sejarah, antara orang Lamaholot dan Alor sesungguhnya tidak boleh saling menyakiti.
"Saya pernah diingatkan oleh orang tua saya bahwa antara orang Lamaholot dan Alor tidak boleh saling menyakiti. Itu sejarah, warisan yang tidak boleh dianggap remeh," katanya.
Dia juga meminta tokoh-tokoh Lamaholot untuk terus memberikan motivasi kepada anak-anak mudah untuk tidak boleh melupakan budaya.
"Sepintar-pintar seseorang, setinggi-setingginya jabatan seseorang, tetapi harus punya pijakan pada budaya Lamaholot yang dianut," katanya menambahkan.
Lebu Raya berharap, setelah selesai di forum ini, akan muncul forum yang lebih besar untuk melahirkan karya besar tentang Lamaholot.
Sementara itu, Dr. Karolus Kopong Medan menambahkan, dalam budaya Lamaholot, ada begitu banyak nilai-nilai yang harus dijaga dan dilestarikan.
Nilai religi, harmoni, keadilan, nilai kerja sama yang dinyatakan dalam bahasa adat "koda tou kirin ehan" (satu kata satu bahasa) dan nilai kerja keras.
Semua nilai ini merupakan warisan leluhur Lamaholot yang harus dijaga dan dilestarikan, kata Karolus Kopong Medan.