Kupang (Antara NTT) - Guru Besar dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Prof Dr Alo Liliweri MS menilai pemerintah lamban dalam menanggapi kehadiran organisasi HTI (Hizbut Tahrir Indonesia).
"HTI ditolak dimana-mana, tetapi kehadiran oraginasis tersebut terkesan tidak cepat ditanggapi pemerintah," katanya saat dihubungi Antara di Kupang, Senin.
Pakar Komunikasi Sosial itu mengaku heran, bagaimana bisa organsiasi HTI mengadakan pertemuan dan deklarasi di sebuah gedung Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia beberapa waktu lalu.
Menurutnya, HTI telah mendeklarasikan ideologinya yang sangat tidak cocok dengan kondisi Indonesia sebagai bangsa yang majemuk, utuh, dan kuat di bawah naungan Pancasila.
"Ideologi Pancasila kita sedang diuji, untuk itu negara tidak boleh lengah mengatasi kehadiran ideologi lain yang pada prinsipnya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila agar tidak terkesan adanya pembiaran," katanya.
Lulusan doktor Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung itu mengatakan, bangsa ini perlu belajar dari ideologi tua di dunia yaitu komunisme sebagai ideologi besar yang bisa hancur di tempat lahirnya sendiri.
Rusia, kata Liliweri, kemudian terpecah-pecah menjadi negara-negara merdeka yang tadinya negara bagian merabat ke Yugoslavia dan Cekoslovakia.
Menurutnya, pelajaran itu menunjukkan bahwa mereka telah terpecah-pecah dikarenakan faktor etnis dan suku bangsa. "Apa kita di Indonesia mau seperti itu? tentu tidak karena kita punya Pancasila," katanya.
Untuk itu, kesiapsiagaan negara membendung kehadiran ideologi lain yang berpotensi memecah-belah bangsa sangat penting, agar tingkat masyarakat hingga akar rumput dapat dikontrol dengan baik dan tidak mudah terprovokasi.
Ia mengatakan, ideologi negara Indonesia berdasarkan Pancasila merupakan sesuatu yang sudah final sehingga tidak bisa diganti apalagi dengan ideologi dari luar yang berpahan radikalisme.
Oleh karenanya, ideologi seperti yang dibawakan organisasi HTI harus ditolak dengan tegas karena potensinya bisa berujung pada makar dan dikhawatirkan akan memecah keutuhan NKRI yang telah dibangun dengan berdarah-darah oleh para pendiri (founding father).
Sejalan dengan itu, Antropolog Budaya dari Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang Pater Gregor Neonbasu SVD, PhD, menilai ideologi Pancasila merupakan sesuatu yang sudah kuat dan tidak boleh diganggu gugat.
Dosen Antropologi Pemerintahan di Unwira itu mengatakan, dasar negara Pancasila telah mempersatukan seluruh elemen bangsa yang berbeda Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
"Untuk itu menganggu Pancasila berarti mau mencari negara baru dan tempatnya bukan di Indonesia," katanya menegaskan.
Ia pun berharap, agar pemerintah tetap menggelorakan semangat Pancasila bagi semua elemen bangsa terutama generasi mudah agar keutuhan negara tetap terjaga dengan kokoh.
"HTI ditolak dimana-mana, tetapi kehadiran oraginasis tersebut terkesan tidak cepat ditanggapi pemerintah," katanya saat dihubungi Antara di Kupang, Senin.
Pakar Komunikasi Sosial itu mengaku heran, bagaimana bisa organsiasi HTI mengadakan pertemuan dan deklarasi di sebuah gedung Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia beberapa waktu lalu.
Menurutnya, HTI telah mendeklarasikan ideologinya yang sangat tidak cocok dengan kondisi Indonesia sebagai bangsa yang majemuk, utuh, dan kuat di bawah naungan Pancasila.
"Ideologi Pancasila kita sedang diuji, untuk itu negara tidak boleh lengah mengatasi kehadiran ideologi lain yang pada prinsipnya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila agar tidak terkesan adanya pembiaran," katanya.
Lulusan doktor Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung itu mengatakan, bangsa ini perlu belajar dari ideologi tua di dunia yaitu komunisme sebagai ideologi besar yang bisa hancur di tempat lahirnya sendiri.
Rusia, kata Liliweri, kemudian terpecah-pecah menjadi negara-negara merdeka yang tadinya negara bagian merabat ke Yugoslavia dan Cekoslovakia.
Menurutnya, pelajaran itu menunjukkan bahwa mereka telah terpecah-pecah dikarenakan faktor etnis dan suku bangsa. "Apa kita di Indonesia mau seperti itu? tentu tidak karena kita punya Pancasila," katanya.
Untuk itu, kesiapsiagaan negara membendung kehadiran ideologi lain yang berpotensi memecah-belah bangsa sangat penting, agar tingkat masyarakat hingga akar rumput dapat dikontrol dengan baik dan tidak mudah terprovokasi.
Ia mengatakan, ideologi negara Indonesia berdasarkan Pancasila merupakan sesuatu yang sudah final sehingga tidak bisa diganti apalagi dengan ideologi dari luar yang berpahan radikalisme.
Oleh karenanya, ideologi seperti yang dibawakan organisasi HTI harus ditolak dengan tegas karena potensinya bisa berujung pada makar dan dikhawatirkan akan memecah keutuhan NKRI yang telah dibangun dengan berdarah-darah oleh para pendiri (founding father).
Sejalan dengan itu, Antropolog Budaya dari Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang Pater Gregor Neonbasu SVD, PhD, menilai ideologi Pancasila merupakan sesuatu yang sudah kuat dan tidak boleh diganggu gugat.
Dosen Antropologi Pemerintahan di Unwira itu mengatakan, dasar negara Pancasila telah mempersatukan seluruh elemen bangsa yang berbeda Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
"Untuk itu menganggu Pancasila berarti mau mencari negara baru dan tempatnya bukan di Indonesia," katanya menegaskan.
Ia pun berharap, agar pemerintah tetap menggelorakan semangat Pancasila bagi semua elemen bangsa terutama generasi mudah agar keutuhan negara tetap terjaga dengan kokoh.