Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) atas kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) dipicu oleh permasalahan pengelolaan sampah yang tidak baik.
"Terutama untuk Kabupaten Sikka tercatat temuan 1.074 kasus 11 di antaranya meninggal dunia. Di sana persoalan utamanya ialah terkait pengelolaan sampah," kata Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi di Jakarta, Kamis, (5/3).
Ia mengatakan masyarakat seharusnya turut serta dalam menjaga kebersihan lingkungan, setidaknya untuk mengelola sampah yang berada di belakang rumah mereka masing-masing.
Baca juga: 21 orang NTT meninggal akibat diserang DBD
Sebagai contoh di Maumere, Kabupaten Sikka, Kemenkes menemukan banyaknya botol-botol, gelas atau tempat minuman kemasan yang dibuang di belakang rumah warga begitu saja. "Jadi sampah-sampah itu tidak dikubur ataupun dibakar sebagaimana seharusnya dilakukan," kata dia.
Dengan kata lain, ujarnya, KLB demam berdarah ini disebabkan masyarakat tidak melakukan pemberantasan sarang nyamuk sebelum masa penularan. Padahal, saat musim hujan tiba sebenarnya tempat-tempat nyamuk bertelur cepat sekali berkembang.
Di sisi lain, Pemerintah NTT telah berkomitmen untuk menggerakkan seluruh lini dalam menjaga kebersihan lingkungan agar tidak terjadi peningkatan kasus atau pengulangan di masa akan datang.
Baca juga: DBD terus meluas, pemerintah kirim 20 dokter ke Maumere
"Mereka sudah berjanji untuk menggerakkan semua lini yakni mulai dari kepala desa, aparat-aparat pemerintah lainnya, sekolah-sekolah, pasar serta tempat umum lain," ujar dia.
Komitmen tersebut ialah dengan bersama-sama melakukan pembersihan sampah serta pemberantasan sarang nyamuk di lingkungan sekitar minimal sekali dalam tiga hari. "Ini penting karena penularan demam berdarah di NTT agak unik yakni tidak hanya di dalam rumah, melainkan juga di luar rumah," katanya.
"Terutama untuk Kabupaten Sikka tercatat temuan 1.074 kasus 11 di antaranya meninggal dunia. Di sana persoalan utamanya ialah terkait pengelolaan sampah," kata Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi di Jakarta, Kamis, (5/3).
Ia mengatakan masyarakat seharusnya turut serta dalam menjaga kebersihan lingkungan, setidaknya untuk mengelola sampah yang berada di belakang rumah mereka masing-masing.
Baca juga: 21 orang NTT meninggal akibat diserang DBD
Sebagai contoh di Maumere, Kabupaten Sikka, Kemenkes menemukan banyaknya botol-botol, gelas atau tempat minuman kemasan yang dibuang di belakang rumah warga begitu saja. "Jadi sampah-sampah itu tidak dikubur ataupun dibakar sebagaimana seharusnya dilakukan," kata dia.
Dengan kata lain, ujarnya, KLB demam berdarah ini disebabkan masyarakat tidak melakukan pemberantasan sarang nyamuk sebelum masa penularan. Padahal, saat musim hujan tiba sebenarnya tempat-tempat nyamuk bertelur cepat sekali berkembang.
Di sisi lain, Pemerintah NTT telah berkomitmen untuk menggerakkan seluruh lini dalam menjaga kebersihan lingkungan agar tidak terjadi peningkatan kasus atau pengulangan di masa akan datang.
Baca juga: DBD terus meluas, pemerintah kirim 20 dokter ke Maumere
"Mereka sudah berjanji untuk menggerakkan semua lini yakni mulai dari kepala desa, aparat-aparat pemerintah lainnya, sekolah-sekolah, pasar serta tempat umum lain," ujar dia.
Komitmen tersebut ialah dengan bersama-sama melakukan pembersihan sampah serta pemberantasan sarang nyamuk di lingkungan sekitar minimal sekali dalam tiga hari. "Ini penting karena penularan demam berdarah di NTT agak unik yakni tidak hanya di dalam rumah, melainkan juga di luar rumah," katanya.