Maumere, Kabupaten Sikka (ANTARA) - Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) TC Hillers, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur mengaku terpaksa menggunakan ruangan perawatan bedah di RS tersebut karena tak bisa menampung lagi pasien demam berdarah dengue (DBD).
"Beberapa pasien DBD terpaksa kami tempatkan di ruang perawatan bedah karena memang seluruh ruangan khusus pasien yang sakit sudah penuh," kata Direktur Umum RSUD TC Hillers dr. Marietha L.D Weni saat ditemui di ruangannya di Maumere, Kabupaten Sikka, Selasa (10/3).
Ia mengaku bahwa hingga saat ini jumlah pasien yang dirawat di satu-satunya RS milik Pemda itu sudah mencapai 82 pasien dengan rincian 17 orang dewasa dan 65 adalah anak-anak.
Baca juga: Menteri Kesehatan kerahkan tim medis dari Jakarta tangani DBD di Sikka
Pasien baru berjumlah 14 orang, kata dia baru masuk pada Senin (9/3) malam, sementara pasien lama yang masih dirawat berjumlah 68 orang.
"Saat ini kapasitas tempat tidur di RS ini hanya mencapai 202 orang. Sementara yang dirawat di sini juga selain pasien DBD ada juga pasien dengan sakit yang lain. Untuk merawat pasien DBD saja tidak cukup ruangannya," tutur dia.
Oleh karena itu selain menggunakan ruangan perawatan bedah, pihaknya juga terpaksa menambah kasur baru di klinik Giriati khusus untuk pasien DBD.
Marietha mengatakan memang di RS tersebut tak ada ruangan khusus bagi pasien DBD. Namun penempatan pasien sesuai dengan umur dari pasien itu sendiri.
"Kalau pasien DBD anak kami tempatkan di ruangan anak, kalau dewasa kami tempatkan di ruangan dewasa. Jadi memang tak ada ruangan khusus bagi pasien DBD ini," tambah dia.
Oleh karena itu ia berharap agar pemerintah daerah setempat juga bisa memanfaatkan dua RS lainnya yang ada di daerah itu untuk penanganan DBD, seperti RS Kewapante dan RS Lela.
Baca juga: Korban meninggal akibat DBD Sikka jadi 14 orang
Lebih lanjut kata dia, sampai dengan Senin (9/3) RS TC Hillers sudah merawat 944 pasien dengan jumlah yang meninggal mencapai 12 orang.
"Yang terakhir meninggal Senin (9/3) kemarin sekitar pukul 19.00 wita, setelah dirujuk dari RS Santo Gabriel Kewapate pada pukul 15.00 wita. Korban dirujuk sudah dalam keadaan shock sindrum dengan keadaan gusi berdarah dan ada pendarahan ketika BAB," tambah dia.
Sementara itu seorang dokter anak dari RSUD TC Hillers dr. Mario B Nara Sp.A yang ditemui di salah satu ruangan anak di RS tersebut mengatakan bahwa RS TC Hillers sejak Januari hingga Maret telah menangani pasien DBD dari grade 1-3.
"Sebagian besar bisa ditangani walaupun sudah masuk dalam DBD grade Tiga. Tetapi ada 12 yang meninggal karena memang terlambat dirujuk ke RS TC Hillers, sudah dalam keadaan shock dan memang dalam kondisi sudah terjadi pendarahan-pendarahan," tambah dia.
Ia menambahkan hingga Selasa (10/3) hari ini pada umumnya di ruangan anak ada 31 pasien DBD dan pada umumnya bisa tertangani dengan baik.
"Dari 31 anak itu itu ada yang sudah melewati masa kritis, dan ada juga yang masih dalam masa kritis," tutur dia.
"Beberapa pasien DBD terpaksa kami tempatkan di ruang perawatan bedah karena memang seluruh ruangan khusus pasien yang sakit sudah penuh," kata Direktur Umum RSUD TC Hillers dr. Marietha L.D Weni saat ditemui di ruangannya di Maumere, Kabupaten Sikka, Selasa (10/3).
Ia mengaku bahwa hingga saat ini jumlah pasien yang dirawat di satu-satunya RS milik Pemda itu sudah mencapai 82 pasien dengan rincian 17 orang dewasa dan 65 adalah anak-anak.
Baca juga: Menteri Kesehatan kerahkan tim medis dari Jakarta tangani DBD di Sikka
Pasien baru berjumlah 14 orang, kata dia baru masuk pada Senin (9/3) malam, sementara pasien lama yang masih dirawat berjumlah 68 orang.
"Saat ini kapasitas tempat tidur di RS ini hanya mencapai 202 orang. Sementara yang dirawat di sini juga selain pasien DBD ada juga pasien dengan sakit yang lain. Untuk merawat pasien DBD saja tidak cukup ruangannya," tutur dia.
Oleh karena itu selain menggunakan ruangan perawatan bedah, pihaknya juga terpaksa menambah kasur baru di klinik Giriati khusus untuk pasien DBD.
Marietha mengatakan memang di RS tersebut tak ada ruangan khusus bagi pasien DBD. Namun penempatan pasien sesuai dengan umur dari pasien itu sendiri.
"Kalau pasien DBD anak kami tempatkan di ruangan anak, kalau dewasa kami tempatkan di ruangan dewasa. Jadi memang tak ada ruangan khusus bagi pasien DBD ini," tambah dia.
Oleh karena itu ia berharap agar pemerintah daerah setempat juga bisa memanfaatkan dua RS lainnya yang ada di daerah itu untuk penanganan DBD, seperti RS Kewapante dan RS Lela.
Baca juga: Korban meninggal akibat DBD Sikka jadi 14 orang
Lebih lanjut kata dia, sampai dengan Senin (9/3) RS TC Hillers sudah merawat 944 pasien dengan jumlah yang meninggal mencapai 12 orang.
"Yang terakhir meninggal Senin (9/3) kemarin sekitar pukul 19.00 wita, setelah dirujuk dari RS Santo Gabriel Kewapate pada pukul 15.00 wita. Korban dirujuk sudah dalam keadaan shock sindrum dengan keadaan gusi berdarah dan ada pendarahan ketika BAB," tambah dia.
Sementara itu seorang dokter anak dari RSUD TC Hillers dr. Mario B Nara Sp.A yang ditemui di salah satu ruangan anak di RS tersebut mengatakan bahwa RS TC Hillers sejak Januari hingga Maret telah menangani pasien DBD dari grade 1-3.
"Sebagian besar bisa ditangani walaupun sudah masuk dalam DBD grade Tiga. Tetapi ada 12 yang meninggal karena memang terlambat dirujuk ke RS TC Hillers, sudah dalam keadaan shock dan memang dalam kondisi sudah terjadi pendarahan-pendarahan," tambah dia.
Ia menambahkan hingga Selasa (10/3) hari ini pada umumnya di ruangan anak ada 31 pasien DBD dan pada umumnya bisa tertangani dengan baik.
"Dari 31 anak itu itu ada yang sudah melewati masa kritis, dan ada juga yang masih dalam masa kritis," tutur dia.