Kupang (ANTARA) - Kepala Ombudsman Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Darius Beda Daton, meminta gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 di provinsi maupun kabupaten agar memperhatikan standar lokasi karantina warga di daerah-daerah di provinsi setempat.
“Lokasi karantina terpusat menjadi soal karena diduga tidak sesuai standar karantina terpusat sebagaimana pedoman penanggulangan COVID-19,” katanya kepada ANTARA di Kupang, Rabu, (6/5).
Baca juga: Ombudsman NTT minta Gugus Tugas COVID-19 edukasi warga tak menolak ODP
Baca juga: Ombudsman NTT ungkap keluhan warga soal biaya mahal pemeriksaan COVID-19
Darius Beda Daton mengatakan, pihaknya telah menerima laporan terkait persoalan lokasi karantina yang dianggap tidak sesuai standar seperti di Kabupaten Sikka dan Kabupaten Rote Ndao.
Sejumlah hal yang dipersoalkan di dua lokasi karantina terpusat ini di antaranya, kondisi tempat tidur, jarak antar tempat tidur, serta makanan dan lainnya diberikan setiap hari, katanya.
“Ini jadi soal yang harus dibenahi karena standar karantina terpusat itu harus benar-benar mengacu pada protokol pencegahan COVID-19,” katanya.
Ia menambahkan, “Jangan sampai sekadar formalitas bahwa pemerintah daerah menyiapkan tempat karantina terhadap warganya yang masuk, tetapi fasilitasnya masih jauh dari ketentuan yang ada.
Darius Beda Daton mengatakan, lokasi karantina di daerah-daerah ini perlu menjadi perhatian serius gugus tugas agar tidak menjadi klaster baru penyebaran COVID-19.
Menurut dia, jika gedung yang disiapkan pemerintah daerah tidak memenuhi syarat karantina terpusat maka lebih baik warga menjalani karantina di rumah masing-masing.
Baca juga: Ombudsman minta RS rujukan COVID-19 di NTT dilengkapi instrumen kesiapsiagaan
“Hemat kami seperti itu, jika syarat karantina terpusat tidak terpenuhi maka mungkin bisa lebih baik warga dikarantina di rumah yang tentu harus diawasi secara ketat oleh gugus tugas di desa,” katanya.
Ombudsman NTT minta gugus tugas perhatikan lokasi karantina
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Darius Beda Daton. (ANTARA/Aloysius Lewokeda)