Kupang (ANTARA) - Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia (Padma) Indonesia mempertanyakan sumber data jumlah pekerja migran Indonesia (PMI), yang akan dipulangkan ke Nusa Tenggara Timur (NTT), yang dirilis Pemerintah NTT karena tidak ada dalam data BP2MI.
"Pernyataan Juru Bicara Tim Gugus Tugas Provinsi NTT, Marius Adu Jelamu yang menyatakan bahwa ada 4.200 PMI yang akan dipulangkan ke NTT pada akhir Mei 2020, patut diapresiasi sekaligus dipertanyakan dari mana sumber datanya karena dalam proyeksi BP2MI, NTT tidak termasuk," kata Direktur Padma Indonesia, Gabriel Goa kepada ANTARA, Kamis, (21/5).
Baca juga: PMI NTT di Hong Kong minta dikirimkan masker
Baca juga: DPR minta pekerja migran NTT jadi fokus pencegahan COVID-19
Dia mengemukakan hal itu, melalui pesan aplikasi WhatsApp, terkait rencana kepulangan puluhan ribu PMI ke Indonesia.
Berdasarkan data BP2MI, kata dia, proyeksi kepulangan PMI berdasarkan kontrak kerja yang berakhir Mei hingga Juni 2020 berjumlah 34.300 PMI yang pulang ke Indonesia.
Dari proyeksi itu, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebanyak 4.202 PMI yang akan dipulangkan, sedangkan NTT tidak masuk dalam data resmi BP2MI.
Menurut dia, akurasi data sangat penting untuk kepentingan penanganan dan alokasi anggaran bagi PMI yang kembali ke NTT.
"Data yang dikeluarkan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) adalah data PMI prosedural, sedangkan data PMI non prosedural belum terdata," katanya.
Karena itu, pernyataan Jubir Gugus Tugas Covid 19 NTT bahwa ada 4.200 PMI yang akan dipulangkan ke NTT akhir Mei 2020, maka Lembaga Hukum dan Ham Padma Indonesia meminta klarifikasi resmi terkait akurasi data PMI dan sumber datanya.
"Apakah sumber datanya berasal dari BP2MI atau berdasarkan data sendiri Pemerintah Provinsi NTT," katanya.
Padma Indonesia juga mendesak Pemprov NTT dan bupati/wali kota se NTT untuk proaktif mendata PMI baik, prosedural maupun non prosedural yang kembali ke NTT dan sudah tersebar di kampung-kampung asalnya agar mereka dibantu melalui bantuan sosial.
Selain mereka dipersiapkan kompetensi dan kapasitasnya lewat BLK dan berangkat resmi melalui Layanan Terpadu Satu Atap sebagaimana amanat UU No 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Pergub NTT setelah berakhirnya pandemi COVID-19.
Dia juga mendesak para kepala desa se-NTT untuk mengeluarkan peraturan desa tentang pencegahan human trafficking dan migrasi, katanya menambahkan.
"Pernyataan Juru Bicara Tim Gugus Tugas Provinsi NTT, Marius Adu Jelamu yang menyatakan bahwa ada 4.200 PMI yang akan dipulangkan ke NTT pada akhir Mei 2020, patut diapresiasi sekaligus dipertanyakan dari mana sumber datanya karena dalam proyeksi BP2MI, NTT tidak termasuk," kata Direktur Padma Indonesia, Gabriel Goa kepada ANTARA, Kamis, (21/5).
Baca juga: PMI NTT di Hong Kong minta dikirimkan masker
Baca juga: DPR minta pekerja migran NTT jadi fokus pencegahan COVID-19
Dia mengemukakan hal itu, melalui pesan aplikasi WhatsApp, terkait rencana kepulangan puluhan ribu PMI ke Indonesia.
Berdasarkan data BP2MI, kata dia, proyeksi kepulangan PMI berdasarkan kontrak kerja yang berakhir Mei hingga Juni 2020 berjumlah 34.300 PMI yang pulang ke Indonesia.
Dari proyeksi itu, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebanyak 4.202 PMI yang akan dipulangkan, sedangkan NTT tidak masuk dalam data resmi BP2MI.
Menurut dia, akurasi data sangat penting untuk kepentingan penanganan dan alokasi anggaran bagi PMI yang kembali ke NTT.
"Data yang dikeluarkan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) adalah data PMI prosedural, sedangkan data PMI non prosedural belum terdata," katanya.
Karena itu, pernyataan Jubir Gugus Tugas Covid 19 NTT bahwa ada 4.200 PMI yang akan dipulangkan ke NTT akhir Mei 2020, maka Lembaga Hukum dan Ham Padma Indonesia meminta klarifikasi resmi terkait akurasi data PMI dan sumber datanya.
"Apakah sumber datanya berasal dari BP2MI atau berdasarkan data sendiri Pemerintah Provinsi NTT," katanya.
Padma Indonesia juga mendesak Pemprov NTT dan bupati/wali kota se NTT untuk proaktif mendata PMI baik, prosedural maupun non prosedural yang kembali ke NTT dan sudah tersebar di kampung-kampung asalnya agar mereka dibantu melalui bantuan sosial.
Selain mereka dipersiapkan kompetensi dan kapasitasnya lewat BLK dan berangkat resmi melalui Layanan Terpadu Satu Atap sebagaimana amanat UU No 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Pergub NTT setelah berakhirnya pandemi COVID-19.
Dia juga mendesak para kepala desa se-NTT untuk mengeluarkan peraturan desa tentang pencegahan human trafficking dan migrasi, katanya menambahkan.