Kupang (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Rote Ndao menyatakan bahwa kebijakan surat keterangan bebas COVID-19 yang berlaku hanya tiga hari justru menghambat masuknya kebutuhan pokok ke pulau paling selatan NKRI itu serta merugikan sopir truk dan keneknya.
"Saya rasa perlu dikaji lagi masa berlaku surat keterangan bebas COVID-19 sehingga tak merugikan banyak pihak, seperti sopir truk yang membawa pasokan kebutuhan pokok ke pulau-pulau, seperti di Rote ini," kata Ketua Komisi A DPRD Rote Feky Michael Boelan kepada ANTARA di Kupang, Rabu, (3/6).
Hal ini diungkapkan usai mendapatkan keluhan dari sejumlah sopir truk pembawa pasokan kebutuhan pokok yang saat ini tertahan di pelabuhan penyeberangan Bolok, Kupang, karena masa berlaku surat keterangan bebas COVID-19 dari hasil rapid test hanya berlaku tiga hari dari sebelumnya tujuh hari.
Baca juga: Pemda di NTT diminta permudah rapid test untuk angkutan logistik
Ia mengatakan banyak sopir yang surat keterangan bebas COVID-19 sudah tidak berlaku lagi sebelum barang yang dikirim sampai ke tujuan karena daya tampung kapal yang sudah melebihi kapasitas sehingga terpaksa truk pembawa kebutuhan pokok yang lain masih tertahan di pelabuhan Bolok.
"Seharusnya mereka sudah berangkat sejak Senin, ada juga baru kemarin tetapi tak bisa berangkat karena sudah penuh, dan hari ini diwajibkan untuk rapid tes lagi dengan bayaran yang sama," tuturnya.
Feky mengatakan dengan adanya kebijakan yang hanya berlaku selama tiga hari itu membuat puluhan sopir truk dan keneknya harus mengeluarkan uang lagi senilai Rp300 ribu per orang untuk melakukan rapid test.
"Sementara gaji mereka sebulan hanya Rp1,5 juta per bulan tentu ini akan merugikan mereka. Saat ini ada sekitar 20an truk pembawa pasokan kebutuhan pokok ke Rote tertahan di pelabuhan itu," tambah dia.
Baca juga: NTT subsidi biaya rapid test bagi pengusaha angkutan logistik
Politisi partai Hanura ini juga mengaku tak setuju dengan kebijakan surat keterangan bebas COVID-19 yang berlaku hanya tiga hari tersebut, karena NTT sendiri adalah provinsi kepulauan.
Karena menurut dia jika antrean semakin panjang dan lama dengan cuaca yang belum tentu baik, akan membuat pasokan kebutuhan pokok ke pulau-pulau akan terhambat.
"Kalau cuaca buruk dan sopir-sopir antre lama dan setiap tiga hari harus lakukan rapid test berbayar, tentunya akan merugikan mereka. Jika hal ini dibiarkan pemerintah justru membuat jurang kemiskinan tambah dalam," tambah dia.
Sementara itu Djanu Manafe politisi dari PDIP sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Feky. Menurut dia jika kondisi ini terus berlanjut ia khawatir sejumlah sopir truk yang membawa pasokan kebutuhan pokok itu akan mogok.
"Jika para supir mogok, Rote Ndao akan kehabisan bahan pangan, dan jangan salah jika kemudian terjadi situasi chaos (rusuh), karena orang kelaparan bisa nekat berbuat apa saja," tutur dia.
Baca juga: PDIP NTT prihatin mahalnya biaya rapid test mandiri
Oleh karena itu ujar dia, diharapkan pemerintah pusat dan otoritas setempat memikirkan kembali kebijakan tersebut dengan melihat kondisi geografis di daerah itu, sehingga lebih meringankan beban sopir truk pembawa pasokan kebutuhan.
"Saya rasa perlu dikaji lagi masa berlaku surat keterangan bebas COVID-19 sehingga tak merugikan banyak pihak, seperti sopir truk yang membawa pasokan kebutuhan pokok ke pulau-pulau, seperti di Rote ini," kata Ketua Komisi A DPRD Rote Feky Michael Boelan kepada ANTARA di Kupang, Rabu, (3/6).
Hal ini diungkapkan usai mendapatkan keluhan dari sejumlah sopir truk pembawa pasokan kebutuhan pokok yang saat ini tertahan di pelabuhan penyeberangan Bolok, Kupang, karena masa berlaku surat keterangan bebas COVID-19 dari hasil rapid test hanya berlaku tiga hari dari sebelumnya tujuh hari.
Baca juga: Pemda di NTT diminta permudah rapid test untuk angkutan logistik
Ia mengatakan banyak sopir yang surat keterangan bebas COVID-19 sudah tidak berlaku lagi sebelum barang yang dikirim sampai ke tujuan karena daya tampung kapal yang sudah melebihi kapasitas sehingga terpaksa truk pembawa kebutuhan pokok yang lain masih tertahan di pelabuhan Bolok.
"Seharusnya mereka sudah berangkat sejak Senin, ada juga baru kemarin tetapi tak bisa berangkat karena sudah penuh, dan hari ini diwajibkan untuk rapid tes lagi dengan bayaran yang sama," tuturnya.
Feky mengatakan dengan adanya kebijakan yang hanya berlaku selama tiga hari itu membuat puluhan sopir truk dan keneknya harus mengeluarkan uang lagi senilai Rp300 ribu per orang untuk melakukan rapid test.
"Sementara gaji mereka sebulan hanya Rp1,5 juta per bulan tentu ini akan merugikan mereka. Saat ini ada sekitar 20an truk pembawa pasokan kebutuhan pokok ke Rote tertahan di pelabuhan itu," tambah dia.
Baca juga: NTT subsidi biaya rapid test bagi pengusaha angkutan logistik
Politisi partai Hanura ini juga mengaku tak setuju dengan kebijakan surat keterangan bebas COVID-19 yang berlaku hanya tiga hari tersebut, karena NTT sendiri adalah provinsi kepulauan.
Karena menurut dia jika antrean semakin panjang dan lama dengan cuaca yang belum tentu baik, akan membuat pasokan kebutuhan pokok ke pulau-pulau akan terhambat.
"Kalau cuaca buruk dan sopir-sopir antre lama dan setiap tiga hari harus lakukan rapid test berbayar, tentunya akan merugikan mereka. Jika hal ini dibiarkan pemerintah justru membuat jurang kemiskinan tambah dalam," tambah dia.
Sementara itu Djanu Manafe politisi dari PDIP sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Feky. Menurut dia jika kondisi ini terus berlanjut ia khawatir sejumlah sopir truk yang membawa pasokan kebutuhan pokok itu akan mogok.
"Jika para supir mogok, Rote Ndao akan kehabisan bahan pangan, dan jangan salah jika kemudian terjadi situasi chaos (rusuh), karena orang kelaparan bisa nekat berbuat apa saja," tutur dia.
Baca juga: PDIP NTT prihatin mahalnya biaya rapid test mandiri
Oleh karena itu ujar dia, diharapkan pemerintah pusat dan otoritas setempat memikirkan kembali kebijakan tersebut dengan melihat kondisi geografis di daerah itu, sehingga lebih meringankan beban sopir truk pembawa pasokan kebutuhan.