Jakarta (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Nusa Tenggara Timur menerapkan pendekatan Ahimsa, Anekanta, dan Aparigraha atau 3A dalam menjaga kelestarian Cagar Alam Gunung Mutis di Pulau Timor.
Dalam siaran pers pemerintah yang diterima di Jakarta, Sabtu, (18/7) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Ahimsa adalah penggunaan cara damai untuk menghentikan cara-cara kekerasan, Anekanta mencakup perundingan dan pembangunan kerukunan, dan Aparigraha meliputi pembangunan kesadaran semua pihak untuk bermusyawarah dalam mengatasi masalah.
Baca juga: Hutan lindung Egon Ilinmedo di Sikka terbakar
Pendekatan 3A juga diterapkan dalam upaya mencegah kebakaran hutan dan lahan di kawasan Cagar Alam Gunung Mutis selama musim kering, ketika warga biasa melakukan kegiatan perladangan dan membuka lahan dengan melakukan pembakaran.
Kepala BBKSDA Nusa Tenggara Timur Timbul Batubara menjelaskan bahwa pendekatan Aparigraha diterapkan melalui kegiatan sosialisasi dan musyawarah dengan tokoh masyarakat di sekitar Cagar Alam Mutis.
"Diharapkan kegiatan sosialisasi dengan pendekatan Aparigraha ini menyatukan niat baik kita semua untuk pengelolaan CA Mutis yang lebih baik, dapat menjadi salah satu best practice (praktik terbaik) dan lesson learned (pembelajaran) dalam pengelolaan kawasan bersama di CA Mutis, khususnya harmonisasi antara keberadaan alam CA Mutis dan budaya yang sangat kuat dari Masyarakat Mutis," kata Timbul.
Ia mengatakan bahwa masyarakat harus diposisikan sebagai subjek atau pelaku utama dalam pengelolaan kawasan konservasi.
Baca juga: Eksplorasi 36 Mata Air di Pegunungan Mutis
"Harus sering turun ke lapangan, dengarkan masyarakat, kalau ada masalah, selesaikan bersama-sama," katanya.
Sepanjang tahun 2015 sampai 2019 kebakaran terjadi di 20 kawasan konservasi di Nusa Tenggara Timur. Pada 2019, kebakaran meliputi 340.152 hektare lahan di wilayah Nusa Tenggara Timur, termasuk 260,1 hektare area Cagar Alam Mutis.
Dalam siaran pers pemerintah yang diterima di Jakarta, Sabtu, (18/7) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Ahimsa adalah penggunaan cara damai untuk menghentikan cara-cara kekerasan, Anekanta mencakup perundingan dan pembangunan kerukunan, dan Aparigraha meliputi pembangunan kesadaran semua pihak untuk bermusyawarah dalam mengatasi masalah.
Baca juga: Hutan lindung Egon Ilinmedo di Sikka terbakar
Pendekatan 3A juga diterapkan dalam upaya mencegah kebakaran hutan dan lahan di kawasan Cagar Alam Gunung Mutis selama musim kering, ketika warga biasa melakukan kegiatan perladangan dan membuka lahan dengan melakukan pembakaran.
Kepala BBKSDA Nusa Tenggara Timur Timbul Batubara menjelaskan bahwa pendekatan Aparigraha diterapkan melalui kegiatan sosialisasi dan musyawarah dengan tokoh masyarakat di sekitar Cagar Alam Mutis.
"Diharapkan kegiatan sosialisasi dengan pendekatan Aparigraha ini menyatukan niat baik kita semua untuk pengelolaan CA Mutis yang lebih baik, dapat menjadi salah satu best practice (praktik terbaik) dan lesson learned (pembelajaran) dalam pengelolaan kawasan bersama di CA Mutis, khususnya harmonisasi antara keberadaan alam CA Mutis dan budaya yang sangat kuat dari Masyarakat Mutis," kata Timbul.
Ia mengatakan bahwa masyarakat harus diposisikan sebagai subjek atau pelaku utama dalam pengelolaan kawasan konservasi.
Baca juga: Eksplorasi 36 Mata Air di Pegunungan Mutis
"Harus sering turun ke lapangan, dengarkan masyarakat, kalau ada masalah, selesaikan bersama-sama," katanya.
Sepanjang tahun 2015 sampai 2019 kebakaran terjadi di 20 kawasan konservasi di Nusa Tenggara Timur. Pada 2019, kebakaran meliputi 340.152 hektare lahan di wilayah Nusa Tenggara Timur, termasuk 260,1 hektare area Cagar Alam Mutis.