Kupang (ANTARA) - Seorang nelayan dari Desa Waiwuring, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nasirun Dagang (56), divonis hukuman delapan bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Larantuka akibat melakukan praktik pengeboman ikan.
"Selain hukuman delapan bulan penjara, barang bukti berupa peralatan lain milik pelaku atas nama Nasirun Dagang juga diambil negara untuk dimusnahkan sesuai keputusan sidang kasus ini beberapa hari lalu," kata Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kupang Mubarak ketika dihubungi Antara di Kupang, Selasa, (21/7).
Baca juga: Dua kapal nelayan kasus bom ikan di Flores Timur dimusnahkan
Hal ini dikatakan Mubarak ketika ditanya kelanjutan proses hukum dalam penanganan kasus penangkapan ikan secara ilegal (ilegal fishing) di perairan Flores Timur.
Sebelumnya Nasirun Dagang ditangkap oleh personel Pos Pengamat TNI Angkatan Laut Kabupaten Flores Timur pada Jumat 6 Desember 2019 atas dugaan melakukan pengeboman ikan di perairan sekitar Pelabuhan Ferry Deri, Pulau Adonara.
Ia ditangkap setelah pihak Posmat TNI-AL mendapat laporan dari nelayan yang melihat adanya aktivitas pengeboman ikan di perairan setempat.
Seorang petugas dari Posmat TNI-AL Kabupaten Flores Timur menangkap Nasirun Dagang, seorang nelayan di Desa Waiwuring, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, pada Jumat 6 Desember 2019. Nelayan tersbeut diduga melakukan penangkapan ikan dengan cara mengebom di sekitar perairan Pelabuhan Ferry Deri, Pulau Adonara. (ANTARA/HO-Posmat TNI Angkatan Laut Kabupaten Flores Timur) (ANTARA/HO-Posmat TNI-AL Kabupaten Flores Timur)
Mubarak mengatakan pihaknya mengapresiasi pihak kejaksaan dan pengadilan di Flores Timur terkait proses hukum terhadap pelaku ilegal fishing ini.
Pihaknya berharap hukuman seperti ini dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku sendiri serta menjadi peringatan juga bagi para nelayan lain yang berniat menangkap ikan dengan cara-cara yang ilegal.
Baca juga: DKP apresiasi nelayan Meko serahkan bom ikan rakitan
Baca juga: DKP sesalkan praktik bom ikan masih marak di Flores Timur
Ia mengatakan praktik penangkapan ikan dengan cara mengebom atau meracuni berdampak buruk karena merusak sumber daya ikan dan lingkungan laut, sehingga tidak bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan.
"Kami berharap nelayan bisa menyadari dampak buruk dari praktik ini dan tetap menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan sehingga bisa dinikmati generasi mereka selanjutnya," katanya.
"Selain hukuman delapan bulan penjara, barang bukti berupa peralatan lain milik pelaku atas nama Nasirun Dagang juga diambil negara untuk dimusnahkan sesuai keputusan sidang kasus ini beberapa hari lalu," kata Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kupang Mubarak ketika dihubungi Antara di Kupang, Selasa, (21/7).
Baca juga: Dua kapal nelayan kasus bom ikan di Flores Timur dimusnahkan
Hal ini dikatakan Mubarak ketika ditanya kelanjutan proses hukum dalam penanganan kasus penangkapan ikan secara ilegal (ilegal fishing) di perairan Flores Timur.
Sebelumnya Nasirun Dagang ditangkap oleh personel Pos Pengamat TNI Angkatan Laut Kabupaten Flores Timur pada Jumat 6 Desember 2019 atas dugaan melakukan pengeboman ikan di perairan sekitar Pelabuhan Ferry Deri, Pulau Adonara.
Ia ditangkap setelah pihak Posmat TNI-AL mendapat laporan dari nelayan yang melihat adanya aktivitas pengeboman ikan di perairan setempat.
Mubarak mengatakan pihaknya mengapresiasi pihak kejaksaan dan pengadilan di Flores Timur terkait proses hukum terhadap pelaku ilegal fishing ini.
Pihaknya berharap hukuman seperti ini dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku sendiri serta menjadi peringatan juga bagi para nelayan lain yang berniat menangkap ikan dengan cara-cara yang ilegal.
Baca juga: DKP apresiasi nelayan Meko serahkan bom ikan rakitan
Baca juga: DKP sesalkan praktik bom ikan masih marak di Flores Timur
Ia mengatakan praktik penangkapan ikan dengan cara mengebom atau meracuni berdampak buruk karena merusak sumber daya ikan dan lingkungan laut, sehingga tidak bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan.
"Kami berharap nelayan bisa menyadari dampak buruk dari praktik ini dan tetap menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan sehingga bisa dinikmati generasi mereka selanjutnya," katanya.