Kupang (ANTARA) - Partai Golkar Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta pemerintah untuk segera menghentikan semua tindakan intimidatif terhadap warga di Pubabu, Timor Tengah Selatan (TTS).
"Hentikan semua tindakan yang bersifat intimidatif karena rakyat akan semakin berontak," kata Sekretaris DPD Partai Golkar NTT Inche Sayuna kepada ANTARA di Kupang, Rabu, (19/8).
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan adanya intimidasi terhadap warga oleh aparat keamanan dalam konflik masyarakat adat Pubabu-Besipae-Kabupaten TTS dengan Pemda Provinsi tentang hak milik atas tanah adat dan hak pakai oleh Pemda NTT.
Konflik yang belum terselesaikan ini berujung pada penggusuran masyarakat pada 4 Agustus 2020 dan terakhir pada 13 Agustus 2020.
Pada Selasa, (18/8), aparat Brimob melepaskan tembakan peluru gas air mata dan telah membuat warga ketakutan.
"Terkait aksi hari Selasa, (18/8) di Pubabu, saya minta pemerintah daerah untuk melakukan dialog damai," kata Wakil Ketua DPRD NTT ini.
Dialog ini melibatkan pemerintah provinsi dan masyarakat bersama Pemda TTS, dan DPRD NTT, DPRD TTS bersama tokoh adat dan tokoh masyarakat plus tokoh lintas agama sekitar areal Besipae.
Aparat Brimob sedang berjaga-jaga di Besipae, lahan yang akan dijadikan sebagai lokasi pengembangan tanaman kelor (ANTARA/HO-Istimewa)
Dia juga meminta agar aparat menghentikan semua tindakan yang bersifat intimidatif karena rakyat akan semakin berontak.
Menurut dia, isu lahan Besipae ini sudah menjadi konsumsi publik dan informasi ini semakin meluas, sentimen publik akan membuat pemerintah semakin tersudut.
Karena itu, satu-satunya cara adalah dialog. "Pemerintah tidak punya pilihan lain selain dialog damai," kata anggota DPRD NTT dari daerah pemilihan TTS itu.
Baca juga: Walhi kecam tindakan represif di Pubabu
Baca juga: LPA sebut korban penggusuran di Pubabu tinggal di bawah pohon
Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT Sony Libing secara terpisah mengakui adanya penembakan peluru gas oleh Brimob dalam upaya merelokasi warga Besipae.
Upaya tersebut dilakukan karena upaya pendekatan humanis dengan mengajak warga yang rumahnya ditertibkan karena dibangun menghalangi kantor Pemerintah di Besiapae gagal.
"Hentikan semua tindakan yang bersifat intimidatif karena rakyat akan semakin berontak," kata Sekretaris DPD Partai Golkar NTT Inche Sayuna kepada ANTARA di Kupang, Rabu, (19/8).
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan adanya intimidasi terhadap warga oleh aparat keamanan dalam konflik masyarakat adat Pubabu-Besipae-Kabupaten TTS dengan Pemda Provinsi tentang hak milik atas tanah adat dan hak pakai oleh Pemda NTT.
Konflik yang belum terselesaikan ini berujung pada penggusuran masyarakat pada 4 Agustus 2020 dan terakhir pada 13 Agustus 2020.
Pada Selasa, (18/8), aparat Brimob melepaskan tembakan peluru gas air mata dan telah membuat warga ketakutan.
"Terkait aksi hari Selasa, (18/8) di Pubabu, saya minta pemerintah daerah untuk melakukan dialog damai," kata Wakil Ketua DPRD NTT ini.
Dialog ini melibatkan pemerintah provinsi dan masyarakat bersama Pemda TTS, dan DPRD NTT, DPRD TTS bersama tokoh adat dan tokoh masyarakat plus tokoh lintas agama sekitar areal Besipae.
Dia juga meminta agar aparat menghentikan semua tindakan yang bersifat intimidatif karena rakyat akan semakin berontak.
Menurut dia, isu lahan Besipae ini sudah menjadi konsumsi publik dan informasi ini semakin meluas, sentimen publik akan membuat pemerintah semakin tersudut.
Karena itu, satu-satunya cara adalah dialog. "Pemerintah tidak punya pilihan lain selain dialog damai," kata anggota DPRD NTT dari daerah pemilihan TTS itu.
Baca juga: Walhi kecam tindakan represif di Pubabu
Baca juga: LPA sebut korban penggusuran di Pubabu tinggal di bawah pohon
Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT Sony Libing secara terpisah mengakui adanya penembakan peluru gas oleh Brimob dalam upaya merelokasi warga Besipae.
Upaya tersebut dilakukan karena upaya pendekatan humanis dengan mengajak warga yang rumahnya ditertibkan karena dibangun menghalangi kantor Pemerintah di Besiapae gagal.