Kupang (ANTARA) - Puluhan warga yang terhimpun dalam Aliansi Solidaritas Besipae (ASAB) menggelar unjuk rasa damai di depan kantor DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk memprotes penanganan konflik lahan di Pubabu Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Koordinator aksi unjuk rasa Yuven Ernesto Bria kepada wartawan, di Kupang, Jumat (28/8), mengatakan upaya penanganan konflik lahan di Pubabu Besipae telah dilakukan sepihak antara Pemerintah Provinsi NTT dengan sejumlah tokoh adat atau usif di daerah ini.

"Karena itu kami bersama warga Besipae menolak kesepakatan sepihak pemerintah provinsi dengan para usif tanpa melibatkan warga Besipae sendiri yang menjadi korban," katanya.

Pihaknya juga mendesak Pemerintah Provinsi NTT agar menggelar dialog secara terbuka dengan warga Pubabu Besipae yang menjadi korban penggusuran dalam konflik lahan tersebut.

Karena itu, aksi damai ini bertujuan meminta pihak DPRD Provinsi NTT agar memfasilitasi pertemuan pemerintah provinsi dengan warga Besipae, sehingga tidak ada keputusan yang diambil secara sepihak, katanya pula.

"Selain itu, kami juga mendesak agar warga yang terdampak juga harus mendapat kompensasi yang layak dari pemeritah provinsi," ujarnya.

Namun Yuven mengaku menyayangkan, karena pihaknya tidak diizinkan untuk bertemu dengan anggota DPRD NTT untuk menyampaikan aspirasi tersebut.

"Kami diizinkan hanya lima orang saja untuk beraudiensi dengan DPRD NTT, sehingga kami tidak mau karena yang terlibat dalam aksi ini ada belasan organisasi kepemudaan," katanya.

Sebelumnya, aksi penolakan terhadap kesepakatan yang dibuat Pemerintah Provinsi NTT dengan sejumlah tokoh adat terkait penanganan konflik lahan itu juga dinyatakan warga Besipae secara tertulis.

Penolakan tersebut termuat dalam surat pernyataan yang dibubuhi tanda tangan di atas meterai oleh sebanyak 51 warga Pubabu Besipae, Desa Linamnutur, Kecamatan Amanuban Selatan yang diterima Antara di Kupang, Kamis (27/8).

"Dengan ini menyatakan menolak kesepakatan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan orang-orang yang mengatasnamakan kami pada 21 Agustus 2020," demikian disampaikan warga dalam surat pernyataan tersebut.

Menurut warga, sebagaimana dalam isi surat pernyataan itu bahwa tiga orang yang membuat dan menandatangani kesepakatan dengan Pemerintah Provinsi NTT, yakni Nope Nabuasa, Frans Nabuasa, dan PR Nabuasa bukan bagian dari masyarakat Besipae yang menjadi korban penggusuran yang berhak atas tanah dimaksud.

Baca juga: Lahan pertanian warga di hutan Besipae dipisahkan jadi hak milik

Baca juga: Puluhan warga Besipae menolak kesepakatan dibuat Pemprov NTT
 

Pewarta : Aloysius Lewokeda
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024