Lewoleba (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur menyatakan, saat ini masker menjadi kebutuhan mendesak bagi ribuan pengungsi akibat erupsi Gunung Ili Lewotolok karena di tengah pandemi COVID-19.
"Kalau yang dibutuhkan sama pengungsi, karena sekarang terkait dengan COVID-19 juga dan mereka saat lari itu tidak menggunakan masker, pakaian di badan dan saat inikan Lembata masuk zona merah sehingga yang paling utama saat ini adalah masker," kata Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday kepada wartawan di Lewoleba, Rabu, (2/12).
Baca juga: Pemkab Lembata tetapkan erupsi gunung Lewotolok sebagai darurat bencana
Pemkab setempat, kata dia, hingga saat ini belum mengetahui apakah dari ribuan pengungsi itu ada yang terpapar COVID-19. Pemkab Lembata tidak ingin adanya klaster baru COVID-19 di daerah itu.
Apalagi, saat ini jumlah kasus COVID-19 di Kabupaten itu sudah mencapai 27 kasus sehingga menurut Thomas perlu diwaspadai.
Ia menambahkan pengungsi juga membutuhkan air bersih serta sarana mandi cuci kakus (MCK) karena fasilitas itu sulit mereka peroleh di lokasi pengungsian.
Di samping itu, katanya, tikar juga menjadi kebutuhan mereka untuk alas tidur, terlebih banyak anak usia balita di tempat pengungsian.
"Pantauan kami kemarin masih banyak tenda-tenda yang alasnya masih menggunakan terpal. Apalagi banyak anak-anak usai balita yang ada di lokasi pengungsian," kata dia.
Hal tersebut diakui oleh Rofina Beny, seorang ibu rumah tangga yang ditemui di lokasi pengungsian di halaman kantor perpustakaan daerah.
Baca juga: 6.237 warga sudah dievakuasi dari KRB Gunung Lewotolok
"Kita di sini kesulitan sabun mandi, selimut, dan alas untuk tidur. Kasihan anak-anak kami yang masih kecil-kecil," kata dia.
Ia mengungsi bersama suami dan empat anaknya saat terjadi erupsi Gunung Ili Lewotolok. Erupsi gunung berapi itu mengeluarkan material vulkanik setinggi 4.000 meter.
Ia berharap, kekurangan fasilitas di pengungsian tersebut bisa segera dipenuhi sehingga tidak mengakibatkan warga sakit.
"Kalau yang dibutuhkan sama pengungsi, karena sekarang terkait dengan COVID-19 juga dan mereka saat lari itu tidak menggunakan masker, pakaian di badan dan saat inikan Lembata masuk zona merah sehingga yang paling utama saat ini adalah masker," kata Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday kepada wartawan di Lewoleba, Rabu, (2/12).
Baca juga: Pemkab Lembata tetapkan erupsi gunung Lewotolok sebagai darurat bencana
Pemkab setempat, kata dia, hingga saat ini belum mengetahui apakah dari ribuan pengungsi itu ada yang terpapar COVID-19. Pemkab Lembata tidak ingin adanya klaster baru COVID-19 di daerah itu.
Apalagi, saat ini jumlah kasus COVID-19 di Kabupaten itu sudah mencapai 27 kasus sehingga menurut Thomas perlu diwaspadai.
Ia menambahkan pengungsi juga membutuhkan air bersih serta sarana mandi cuci kakus (MCK) karena fasilitas itu sulit mereka peroleh di lokasi pengungsian.
Di samping itu, katanya, tikar juga menjadi kebutuhan mereka untuk alas tidur, terlebih banyak anak usia balita di tempat pengungsian.
"Pantauan kami kemarin masih banyak tenda-tenda yang alasnya masih menggunakan terpal. Apalagi banyak anak-anak usai balita yang ada di lokasi pengungsian," kata dia.
Hal tersebut diakui oleh Rofina Beny, seorang ibu rumah tangga yang ditemui di lokasi pengungsian di halaman kantor perpustakaan daerah.
Baca juga: 6.237 warga sudah dievakuasi dari KRB Gunung Lewotolok
"Kita di sini kesulitan sabun mandi, selimut, dan alas untuk tidur. Kasihan anak-anak kami yang masih kecil-kecil," kata dia.
Ia mengungsi bersama suami dan empat anaknya saat terjadi erupsi Gunung Ili Lewotolok. Erupsi gunung berapi itu mengeluarkan material vulkanik setinggi 4.000 meter.
Ia berharap, kekurangan fasilitas di pengungsian tersebut bisa segera dipenuhi sehingga tidak mengakibatkan warga sakit.