Kupang (Antara NTT) - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan bersama Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya sudah membahas rencana pembangunan jembatan Palmerah Pancasila dan pembangkit listrik arus laut Selat Gonzalu di Kabupaten Flores Timur.
"Pak gubernur (Gubernur NTT Frans Lebu Raya) baru mengadakan pertemuan dengan Menteri ESDM, Selasa (12/9) untuk membahas lebih lanjut rencana pembangunan Jembatan Palmerah dan pembangkit listrik tenaga arus laut," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat NTT Andre Koreh di Kupang, Rabu.
"Pertemuan itu juga dihadiri perwakilan dari Tidal Bridge BV yang diwakili juru bicara tim konsorsium Belanda Latif Gau," kata Andre terkait tindak lanjut dari rencana pembangunan Jembatan Palmerah dan pembangkit listrik tenaga arus laut di Kabupaten Flores Timur.
Hal yang menjadi fokus pembahasan dalam pertemuan itu adalah masalah tarif dasar listrik arus laut Selat Gonzalu, karena selama ini, Indonesia tidak pernah menggunakan tarif dasar listrik yang bersumber dari arus laut.
Masalah lain adalah apakah proyek Jembatan Palmerah yang dilengkapi dengan turbin pembangkit listrik arus laut itu masuk dalam "blue book loan" atau tidak.
Hanya saja, dia tidak mengetahui persis keputusan yang diambil dalam rapat yang dihadiri salah satu tokoh asal NTT Gories Mere itu karena akan disampaikan langsung oleh Gubernur NTT setelah kembali ke Kupang.
Juru Bicara tim konsorsium Belanda Latif Gau mengatakan Belanda serius membangun jembatan Pancasila Palmerah dan membangun listrik tenaga arus laut di Selat Gonzalu tersebut, namun belum bisa merealisasikannya karena masih menunggu hasil Feasibility Study (FS).
"Kalau FS sudah selesai, maka tinggal ada kesepakatan soal skema pendanaan dan pembangunan sudah bisa dimulai," katanya menjelaskan.
Andre Koreh menambahkan proyek Jembatan Palmerah yang dilengkapi dengan turbin pembangkit listrik di Larantuka, Flores Timur itu sedang dalam tahapan "Feasibility Study" (FS). Jembatan layang yang membentang di atas Selat Gonzalu menghubungkan Flores Timur daratan dengan Pulau Adonara.
"Pak gubernur (Gubernur NTT Frans Lebu Raya) baru mengadakan pertemuan dengan Menteri ESDM, Selasa (12/9) untuk membahas lebih lanjut rencana pembangunan Jembatan Palmerah dan pembangkit listrik tenaga arus laut," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat NTT Andre Koreh di Kupang, Rabu.
"Pertemuan itu juga dihadiri perwakilan dari Tidal Bridge BV yang diwakili juru bicara tim konsorsium Belanda Latif Gau," kata Andre terkait tindak lanjut dari rencana pembangunan Jembatan Palmerah dan pembangkit listrik tenaga arus laut di Kabupaten Flores Timur.
Hal yang menjadi fokus pembahasan dalam pertemuan itu adalah masalah tarif dasar listrik arus laut Selat Gonzalu, karena selama ini, Indonesia tidak pernah menggunakan tarif dasar listrik yang bersumber dari arus laut.
Masalah lain adalah apakah proyek Jembatan Palmerah yang dilengkapi dengan turbin pembangkit listrik arus laut itu masuk dalam "blue book loan" atau tidak.
Hanya saja, dia tidak mengetahui persis keputusan yang diambil dalam rapat yang dihadiri salah satu tokoh asal NTT Gories Mere itu karena akan disampaikan langsung oleh Gubernur NTT setelah kembali ke Kupang.
Juru Bicara tim konsorsium Belanda Latif Gau mengatakan Belanda serius membangun jembatan Pancasila Palmerah dan membangun listrik tenaga arus laut di Selat Gonzalu tersebut, namun belum bisa merealisasikannya karena masih menunggu hasil Feasibility Study (FS).
"Kalau FS sudah selesai, maka tinggal ada kesepakatan soal skema pendanaan dan pembangunan sudah bisa dimulai," katanya menjelaskan.
Andre Koreh menambahkan proyek Jembatan Palmerah yang dilengkapi dengan turbin pembangkit listrik di Larantuka, Flores Timur itu sedang dalam tahapan "Feasibility Study" (FS). Jembatan layang yang membentang di atas Selat Gonzalu menghubungkan Flores Timur daratan dengan Pulau Adonara.
Nama Palmerah, diambil dari kata Pantai Paloh, sebuah pantai kecil di Larantuka, Flores Timur dan Tanah Merah di Pulau Adonara yang menjadi basis penyeberangan tradisional selama ini.
Andre mengatakan FS ini diperkirakan akan selesai pada Oktober dan jika dinyatakan layak, maka peletakan batu pertama akan dilakukan pada 20 Desember 2017 yang bertepatan dengan HUT ke-59 Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Andre mengatakan FS ini diperkirakan akan selesai pada Oktober dan jika dinyatakan layak, maka peletakan batu pertama akan dilakukan pada 20 Desember 2017 yang bertepatan dengan HUT ke-59 Provinsi Nusa Tenggara Timur.