Kupang (Antara NTT) - Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan rata-rata 11 persen sekolah di Nusa Tenggara Timur tidak layak mendukung kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan baik.
"Untuk jenjang pendidikan dasar, sekitar 12 persen SD masuk dalam kategori rusak berat dan tidak layak, dan SMP sekitar delapan persen," kata Hamid Muhammad kepada wartawan di Kupang, Sabtu.
Ia menambahkan disamping jenjang pendidikan dasar dan menengah pertama, untuk jenjang pendidikan menengah atas juga jumlahnya mencapai tujuh persen belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai.
Menurut Hamid, afirmasi akan terus diberikan untuk daerah dengan angka partisipasi yang masih rendah.
Berdasarkan Data dari Pusat Data dan Statistik Pendidikan tahun 2016, angka partisipasi murni Provinsi NTT untuk tingkat SD sebesar 92,1 persen, dan SMP 67,6 persen, sedang jenjang pendidikan menengah mencapai 56,3 persen.
Kemudian juga untuk indeks pembangunan manusia Nusa Tenggara Timur mencapai sekitar 62,67 persen di tahun 2015.
"Di tahun 2017 ini pemerintah membantu pembangunan 14 unit sekolah baru di NTT. Sebelumnya telah dibangun 80 unit sekolah baru," katanya menambahkan.
Sebelumnya, di tahun 2016, Kemendikbud telah memberikan bantuan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan di NTT senilai Rp303,106 miliar untuk pembangunan 80 unit sekolah baru.
Selain itu, dari anggaran tersebut digunakan pula untuk membangun 375 ruang kelas baru, 170 ruang perpustakaan, 75 laboratorium dan merehabilitasi 1.223 ruang belajar.
Selain itu, Kemendikbud juga memberikan bantuan penyediaan toilet yang layak untuk sekolah-sekolah di NTT.
Ia menambahkan dalam rangka menyukseskan wajib belajar sembilan tahun, Kemendikbud telah membangun 35 sekolah satu atap yang menyatukan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
"Sedangkan untuk mendorong produktivitas dan penyediaan tenaga terampil di NTT, Kemendikbud membantu pendirian 22 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)," tambahnya.
"Untuk jenjang pendidikan dasar, sekitar 12 persen SD masuk dalam kategori rusak berat dan tidak layak, dan SMP sekitar delapan persen," kata Hamid Muhammad kepada wartawan di Kupang, Sabtu.
Ia menambahkan disamping jenjang pendidikan dasar dan menengah pertama, untuk jenjang pendidikan menengah atas juga jumlahnya mencapai tujuh persen belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai.
Menurut Hamid, afirmasi akan terus diberikan untuk daerah dengan angka partisipasi yang masih rendah.
Berdasarkan Data dari Pusat Data dan Statistik Pendidikan tahun 2016, angka partisipasi murni Provinsi NTT untuk tingkat SD sebesar 92,1 persen, dan SMP 67,6 persen, sedang jenjang pendidikan menengah mencapai 56,3 persen.
Kemudian juga untuk indeks pembangunan manusia Nusa Tenggara Timur mencapai sekitar 62,67 persen di tahun 2015.
"Di tahun 2017 ini pemerintah membantu pembangunan 14 unit sekolah baru di NTT. Sebelumnya telah dibangun 80 unit sekolah baru," katanya menambahkan.
Sebelumnya, di tahun 2016, Kemendikbud telah memberikan bantuan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan di NTT senilai Rp303,106 miliar untuk pembangunan 80 unit sekolah baru.
Selain itu, dari anggaran tersebut digunakan pula untuk membangun 375 ruang kelas baru, 170 ruang perpustakaan, 75 laboratorium dan merehabilitasi 1.223 ruang belajar.
Selain itu, Kemendikbud juga memberikan bantuan penyediaan toilet yang layak untuk sekolah-sekolah di NTT.
Ia menambahkan dalam rangka menyukseskan wajib belajar sembilan tahun, Kemendikbud telah membangun 35 sekolah satu atap yang menyatukan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
"Sedangkan untuk mendorong produktivitas dan penyediaan tenaga terampil di NTT, Kemendikbud membantu pendirian 22 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)," tambahnya.