Kupang (Antara NTT) - Ketua Komisi V DPR RI Fahry Djemy Francis mengatakan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Indonesia dengan Timor Leste, sudah berubah jauh dan kini menjadi salah satu obyek wisata yang menarik di perbatasan kedua negara.
"Wajah perbatasan kita seperti disulap dengan megah, sehingga setiap pelintas batas atau mereka yang datang ke perbatasan, pasti akan berpose di PLBN tersebut," katanya di Kupang, Rabu.
Politisi dari Partai Gerindra yang berasal dari daerah pemilihan NTT itu mengemukakan pandangannya tersebut menanggapi ulasan tentang pembangunan daerah di perbatasan negara dalam buku "Merah Putih Tergadai di Perbatasan" yang diluncurkan di Kupang pada Sabtu (28/10) lalu.
Fahry Djemy Francis bersama rekannya dari Komisi III DPR RI Herman Hery juga hadir sebagai salah satu narasumber atau pembeda buku karya Anggota DPRD NTT Winston Rondo dan Jemmy Setiawan tersebut.
Menurut dia, pembangunan tiga PLNB di wilayah perbatasan Indonesia, masing-masing di Mota Ain, Kabupaten Belu, Motamasin di Kabupaten Malaka, dan Wini di Kabupaten Timor Tengah Utara itu memiliki daya tarik tersendiri.
Ketiga PLBN tersebut tidak hanya menunjukkan bahwa prioritas pembangunan itu dimulai dari pinggiran Indonesia, terutama dari wilayah 3T (terpencil, terluar, dan terdepan), namun telah memancarkan sebuah pesona wisata yang menarik di tepian nusantara.
"Perbatasan tidak lagi dipandang sebagai daerah terbelakang, melainkan jadi beranda terdepan negara, tidak hanya di NTT tapi juga yang ada di Papua dan Kalimantan," katanya.
Provinsi NTT, katanya, mejadi salah satu daerah sasaran pembangunan dalam Pemerintahan Jokowi-JK, karena masuk dalam sejumlah kategori prioritas pembangunan secara nasional.
Ia menjelaskan prioritas pertama adalah pembangunan infrastruktur dasar untuk mendukung program ketahanan pangan, seperti pembangunan Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu yang berbatasan dengan negara Timor Leste.
Selanjutnya, bagiamana menghubungkan infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan serta kontektivitas pembangunan antarwilayah yang dikenal dengan sebutan Tol Laut itu.
Di Pulau Sumba, misalnya, ada atraksi Pasola (budaya menunggang kuda sambil melempar tombak ke arah lawan, red), namun kondisi lapangan di sana tidak bagus, sehingga dibangun lapangan Pasola yang lebih representatif.
"Kita di NTT, hampir masuk dalam semua program pembangunan nasional yang dicanangkan Pemerintahan Jokowi-JK, sehingga cepat mendapat prioritas," katanya.
Namun, Fahry mengakui bahwa pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan dan sumber air untuk mendukung program pariwisata dan ekonomi di perbatasan, perlu terus didorong.
"Kita harus mengakui bahwa pembangunan infrastruktur dasar di perbatasan memang sudah cukup memadai, namun ada sejumlah kawasan tertentu belum juga mencicipi nikmatnya pembangunan itu," ujarnya.
"Ini yang perlu terus kita dorong agar semua kawasan perbatasan menikmati kue pembangunan yang sama, agar Merah Putih tetap berkibar dan tidak tergadai di perbatasan," katanya.
"Wajah perbatasan kita seperti disulap dengan megah, sehingga setiap pelintas batas atau mereka yang datang ke perbatasan, pasti akan berpose di PLBN tersebut," katanya di Kupang, Rabu.
Politisi dari Partai Gerindra yang berasal dari daerah pemilihan NTT itu mengemukakan pandangannya tersebut menanggapi ulasan tentang pembangunan daerah di perbatasan negara dalam buku "Merah Putih Tergadai di Perbatasan" yang diluncurkan di Kupang pada Sabtu (28/10) lalu.
Fahry Djemy Francis bersama rekannya dari Komisi III DPR RI Herman Hery juga hadir sebagai salah satu narasumber atau pembeda buku karya Anggota DPRD NTT Winston Rondo dan Jemmy Setiawan tersebut.
Menurut dia, pembangunan tiga PLNB di wilayah perbatasan Indonesia, masing-masing di Mota Ain, Kabupaten Belu, Motamasin di Kabupaten Malaka, dan Wini di Kabupaten Timor Tengah Utara itu memiliki daya tarik tersendiri.
Ketiga PLBN tersebut tidak hanya menunjukkan bahwa prioritas pembangunan itu dimulai dari pinggiran Indonesia, terutama dari wilayah 3T (terpencil, terluar, dan terdepan), namun telah memancarkan sebuah pesona wisata yang menarik di tepian nusantara.
"Perbatasan tidak lagi dipandang sebagai daerah terbelakang, melainkan jadi beranda terdepan negara, tidak hanya di NTT tapi juga yang ada di Papua dan Kalimantan," katanya.
Provinsi NTT, katanya, mejadi salah satu daerah sasaran pembangunan dalam Pemerintahan Jokowi-JK, karena masuk dalam sejumlah kategori prioritas pembangunan secara nasional.
Ia menjelaskan prioritas pertama adalah pembangunan infrastruktur dasar untuk mendukung program ketahanan pangan, seperti pembangunan Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu yang berbatasan dengan negara Timor Leste.
Selanjutnya, bagiamana menghubungkan infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan serta kontektivitas pembangunan antarwilayah yang dikenal dengan sebutan Tol Laut itu.
Di Pulau Sumba, misalnya, ada atraksi Pasola (budaya menunggang kuda sambil melempar tombak ke arah lawan, red), namun kondisi lapangan di sana tidak bagus, sehingga dibangun lapangan Pasola yang lebih representatif.
"Kita di NTT, hampir masuk dalam semua program pembangunan nasional yang dicanangkan Pemerintahan Jokowi-JK, sehingga cepat mendapat prioritas," katanya.
Namun, Fahry mengakui bahwa pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan dan sumber air untuk mendukung program pariwisata dan ekonomi di perbatasan, perlu terus didorong.
"Kita harus mengakui bahwa pembangunan infrastruktur dasar di perbatasan memang sudah cukup memadai, namun ada sejumlah kawasan tertentu belum juga mencicipi nikmatnya pembangunan itu," ujarnya.
"Ini yang perlu terus kita dorong agar semua kawasan perbatasan menikmati kue pembangunan yang sama, agar Merah Putih tetap berkibar dan tidak tergadai di perbatasan," katanya.