Kupang (ANTARA) - Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Montara Ferdi Tanoni menyebutkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dalam hal ini United Nations Special Rapporteur, mengirimkan surat ke perwakilan tetap RI di Jenewa untuk meminta penjelasan soal kelalaiannya menanggani dampak dari kasus Montara yang sudah terjadi sekitar 12 tahun lalu.
Ferdi Tanoni, kepada ANTARA di Kupang Sabtu, (8/5) mengatakan, selain ke perwakilan tetap RI di Jenewa, United Nation Sepecial Rapporteur juga mengirimkan surat tersebut kepada Pemerintah Australia di Canberra dan PTTEP di Bangkok agar segera memberikan jawaban mereka ke Special Rapporteur.
"Dalam surat itu khusus untuk Australia dan PTTEP PBB minta segera membalas surat yang sudah dikirim tersebut," katanya.
Surat yang dikirim itu juga menyebutkan bahwa ternyata pemerintah NTT juga sejak kasus Montara terjadi pertama kali pada tahun 2009 lalu, terlihat lepas tangan dan tidak memperhatikan kepentingan rakyat NTT khususnya nelayan di sejumlah kabupaten yang terkena dampak dari tumpahan kilang minyak itu.
Ferdi mengatakan dirinya pada Kamis (6/5) lalu diundang untuk mengikuti rapat koordinasi dengan UN Special Rapporteur tentang pelanggaran HAM terhadap korban Oil Spill Montara di NTT.
Rapat koordinasi itu atas prakarsai oleh Direktorat HAM Kemlu dan dihadiri oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam, KSP, perwakilan dari Pemda NTT dan Task Force soal Montara yang berada di Kemko Maritim dan Investasi.
Dalam penjelasannya mantan agen Imigrasi Australia ini mengatakan bahwa dia telah mengirmkan dua buah lembar surat dari Pemerintah Republik Indonesia yakni Kementerian Lingkungan Hidup RI dan surat yang keduanya berasal dari Kementerian Perhubungan RI yang ditujukan kepada Pemerintah Federal Australia. Akan tetapi tidak ada satu pun surat-surat yang dikirim tersebut dijawab.
Tanoni pun mengecam sikap dan tindakan Pemerintah Federal Australia yang dengan sengaja telah membunuh mata pencaharian lebih dari 100.000 masyarakat pesisir di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
"Ya kita tunggu saja proses pengaduan yang telah menjadi perhatian dari PBB ini dan kami seluruh rakyat korban di Nusa Tenggara Timur mengharapkan penyelesaian kasus Montara ini dapat berjalan secara benar untuk mendapatkan keadilannya," kata Tanoni.
Kasus surat yang dikirim ini untuk diketahui berkaitan tetapi di luar class action petani rumput Laut dua Kabupaten di NTT yang sudah menang di pengadilan Sydney beberapa waktu lalu.
Baca juga: Nelayan NTT menangkan kasus pencemaran Laut Timor, ini nilai ganti ruginya...
Dalam kasus tumpahan kilang Minyak Montara di PBB sendiri, masyarakat NTT diwakili salah seorang pengacara publik terbaik berkebangsaan Inggris bernama Ms. Monica Feria-Tinta.
Ferdi Tanoni, kepada ANTARA di Kupang Sabtu, (8/5) mengatakan, selain ke perwakilan tetap RI di Jenewa, United Nation Sepecial Rapporteur juga mengirimkan surat tersebut kepada Pemerintah Australia di Canberra dan PTTEP di Bangkok agar segera memberikan jawaban mereka ke Special Rapporteur.
"Dalam surat itu khusus untuk Australia dan PTTEP PBB minta segera membalas surat yang sudah dikirim tersebut," katanya.
Surat yang dikirim itu juga menyebutkan bahwa ternyata pemerintah NTT juga sejak kasus Montara terjadi pertama kali pada tahun 2009 lalu, terlihat lepas tangan dan tidak memperhatikan kepentingan rakyat NTT khususnya nelayan di sejumlah kabupaten yang terkena dampak dari tumpahan kilang minyak itu.
Ferdi mengatakan dirinya pada Kamis (6/5) lalu diundang untuk mengikuti rapat koordinasi dengan UN Special Rapporteur tentang pelanggaran HAM terhadap korban Oil Spill Montara di NTT.
Rapat koordinasi itu atas prakarsai oleh Direktorat HAM Kemlu dan dihadiri oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam, KSP, perwakilan dari Pemda NTT dan Task Force soal Montara yang berada di Kemko Maritim dan Investasi.
Dalam penjelasannya mantan agen Imigrasi Australia ini mengatakan bahwa dia telah mengirmkan dua buah lembar surat dari Pemerintah Republik Indonesia yakni Kementerian Lingkungan Hidup RI dan surat yang keduanya berasal dari Kementerian Perhubungan RI yang ditujukan kepada Pemerintah Federal Australia. Akan tetapi tidak ada satu pun surat-surat yang dikirim tersebut dijawab.
Tanoni pun mengecam sikap dan tindakan Pemerintah Federal Australia yang dengan sengaja telah membunuh mata pencaharian lebih dari 100.000 masyarakat pesisir di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
"Ya kita tunggu saja proses pengaduan yang telah menjadi perhatian dari PBB ini dan kami seluruh rakyat korban di Nusa Tenggara Timur mengharapkan penyelesaian kasus Montara ini dapat berjalan secara benar untuk mendapatkan keadilannya," kata Tanoni.
Kasus surat yang dikirim ini untuk diketahui berkaitan tetapi di luar class action petani rumput Laut dua Kabupaten di NTT yang sudah menang di pengadilan Sydney beberapa waktu lalu.
Baca juga: Nelayan NTT menangkan kasus pencemaran Laut Timor, ini nilai ganti ruginya...
Dalam kasus tumpahan kilang Minyak Montara di PBB sendiri, masyarakat NTT diwakili salah seorang pengacara publik terbaik berkebangsaan Inggris bernama Ms. Monica Feria-Tinta.