Kupang (ANTARA) - Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Manggarai Barat dinas Kehutanan Manggarai Barat, NTT menegaskan bahwa lahan 400 hektare yang menjadi polemik saat ini masih menjadi milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bukan milik Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) .
Kepala UPT KPH wilayah Manggarai Barat, Stefanus Nali kepada ANTARA saat dihubungi dari Kupang, Kamis, (20/5) mengatakan bahwa permasalahan lahan harus dikomunikasikan dengan pihaknya tanpa melibatkan pihak lain agar tidak menimbulkan kebingungan serta polemik.
"Terkait lahan 400 hektar yang katanya diklaim Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) itu sebenarnya sekarang lagi di proses. Belum sah menjadi milik BPOLBF. Itu masih milik kementrian KLHK," katanya.
Stefanus menjelaskan bahwa lahan itu berada dalam kawasan hutan milik kehutanan. Karena itu jika ada masyarakat sekitar ada keluhan terkait lahan itu seharusnya dikomunikasikan dengan perwakilan dari KLHK yaknii UPT KPH tersebut.
"Harusnya komunikasinya dengan kami bukan dengan pihak BPOLBF biar masyarakat juga tidak bingung atau timbul polemik," ujarnya
Sebelumnya, pada Senin (17/5) sejumlah tokoh masyarakat desa Lancang, Kabupaten Manggarai Barat mendatangi kantor Bupati Manggarai Barat mempertanyakan lahan masyarakat yang masuk dalam kawasan kehutanan seluas 400 hektar yang akan dikelola BPOLBF untuk kawasan wisata, serta pembangunan tapal Tower Saluran udara tegangan tinggi (SUTT) PLN yang dinilai dibangun di atas lahan milik warga tampa sepengetahuan warga.
Stefanus menilai bahwa keluhan beberapa tokoh masyarakat lancang yakni terkait zona kawasan hutan yang melewati lahan milik warga haruslah disampaikan dengan menyertakan bukti yang otentik dilapangan salah satunya adalah adanya bukti penanaman pilar.
"Kita selalu menyampaikan ke masyarakat tidak bisa hanya komplain saja kepada kami, namun harus ada bukti bahwa peta yang ada itu terdapat kesalahan," ujarnya.
"Yang pertama soal pilar, itu benar atau tidak ada dalam kawasan dengan tunjuk bukti. Jadi kita sama - sama meluruskan dan kami siap kalau memang terjaid kesalahan," ujar Stefanus.
Baca juga: Dituduh caplok lahan warga Manggarai Barat, ini penjelasan BPOLBF
Direktur Destinasi BPOLBF, Konstant Mardinandus Nandus menjelaskan hingga saat ini belum secara resmi memiliki lahan seluas 400 hektar tersebut. Lahan tersebut jelasnya masih milik KLHK.
"Hingga kini, BPOLBF tidak pernah memiliki lahan yang dibilang 400 hektar itu, lahan yang dimaksud itu merupakan lahan milik KLHK.
Baca juga: BPOLBF bantah selewengkan anggaran Rp10 miliar
Semua masih dalam proses, secara regulasi belum final menjadi milik BPOLBF. Dari sisi regulasi di perpres, surat keputusan KLHK dan lainnya masih on proses, hinggah nanti ketika sudah final sampai ke RDRT atau ijin KLHK sudah selesai baru secara legalitas sudah menjaid milik BPOLBF." jelasnya
Konstan melanjutkan alih alih mengambil lahan warga, pihaknya saat ini justru tengah berkonsentrasi pada usaha membebaskan lahan Areal Penggunaan Lahan (APL) seluas 38 hektar yang akan dialihfungsikan untuk kawasan pemukiman.
Kepala UPT KPH wilayah Manggarai Barat, Stefanus Nali kepada ANTARA saat dihubungi dari Kupang, Kamis, (20/5) mengatakan bahwa permasalahan lahan harus dikomunikasikan dengan pihaknya tanpa melibatkan pihak lain agar tidak menimbulkan kebingungan serta polemik.
"Terkait lahan 400 hektar yang katanya diklaim Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) itu sebenarnya sekarang lagi di proses. Belum sah menjadi milik BPOLBF. Itu masih milik kementrian KLHK," katanya.
Stefanus menjelaskan bahwa lahan itu berada dalam kawasan hutan milik kehutanan. Karena itu jika ada masyarakat sekitar ada keluhan terkait lahan itu seharusnya dikomunikasikan dengan perwakilan dari KLHK yaknii UPT KPH tersebut.
"Harusnya komunikasinya dengan kami bukan dengan pihak BPOLBF biar masyarakat juga tidak bingung atau timbul polemik," ujarnya
Sebelumnya, pada Senin (17/5) sejumlah tokoh masyarakat desa Lancang, Kabupaten Manggarai Barat mendatangi kantor Bupati Manggarai Barat mempertanyakan lahan masyarakat yang masuk dalam kawasan kehutanan seluas 400 hektar yang akan dikelola BPOLBF untuk kawasan wisata, serta pembangunan tapal Tower Saluran udara tegangan tinggi (SUTT) PLN yang dinilai dibangun di atas lahan milik warga tampa sepengetahuan warga.
Stefanus menilai bahwa keluhan beberapa tokoh masyarakat lancang yakni terkait zona kawasan hutan yang melewati lahan milik warga haruslah disampaikan dengan menyertakan bukti yang otentik dilapangan salah satunya adalah adanya bukti penanaman pilar.
"Kita selalu menyampaikan ke masyarakat tidak bisa hanya komplain saja kepada kami, namun harus ada bukti bahwa peta yang ada itu terdapat kesalahan," ujarnya.
"Yang pertama soal pilar, itu benar atau tidak ada dalam kawasan dengan tunjuk bukti. Jadi kita sama - sama meluruskan dan kami siap kalau memang terjaid kesalahan," ujar Stefanus.
Baca juga: Dituduh caplok lahan warga Manggarai Barat, ini penjelasan BPOLBF
Direktur Destinasi BPOLBF, Konstant Mardinandus Nandus menjelaskan hingga saat ini belum secara resmi memiliki lahan seluas 400 hektar tersebut. Lahan tersebut jelasnya masih milik KLHK.
"Hingga kini, BPOLBF tidak pernah memiliki lahan yang dibilang 400 hektar itu, lahan yang dimaksud itu merupakan lahan milik KLHK.
Baca juga: BPOLBF bantah selewengkan anggaran Rp10 miliar
Semua masih dalam proses, secara regulasi belum final menjadi milik BPOLBF. Dari sisi regulasi di perpres, surat keputusan KLHK dan lainnya masih on proses, hinggah nanti ketika sudah final sampai ke RDRT atau ijin KLHK sudah selesai baru secara legalitas sudah menjaid milik BPOLBF." jelasnya
Konstan melanjutkan alih alih mengambil lahan warga, pihaknya saat ini justru tengah berkonsentrasi pada usaha membebaskan lahan Areal Penggunaan Lahan (APL) seluas 38 hektar yang akan dialihfungsikan untuk kawasan pemukiman.