Kupang (ANTARA) - Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo FLores (BPOLBF) membantah soal tudingan dari beberapa tokoh adat di Manggarai Barat yang menyatakan BPOLBF mencaplok lahan warga di daerah itu.
Direktur Destinasi BPOLBF Konstant Mardinandus dihubungi ANTARA dari Kupang, Selasa, (18/5) mengatakan saat ini BPOLBF justru membantu memperjuangkan lahan Area Penggunaan Lain (APL) seluas 38 hektare.
"Terkait informasi BPOLBF mengambil lahan warga itu tidak benar. Yang sedang dilakukan BPOLBF saat ini adalah membantu memperjuangkan lahan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 38 hektare yang telah dikeluarkan dari wilayah hutan berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk dapat dimanfaatkan masyarakat," katanya.
Hal ini disampaikan terkait pada Senin (17/5) sejumlah tokoh adat dari dari Mannggarai Barat mendatangi kantor Bupati dan DPRD setempat untuk mengadukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan BPOPLBF yang telah memasukkan lahan milik warga setempat dalam peta enklave sebagai kawasan hutan milik BPOLBF.
Konstan menjelaskan secara faktual, lahan APL seluas 38 hektare tersebut sekarang sudah menjadi lahan pemukiman penduduk di Desa Gorontalo, Desa Golo Bilas, dan Kelurahan Wae Kelambu.
Lebih lanjut, kata dia, lahan yang dari statusnya ada dalam kawasan hutan kemudian beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman.
"Hingga saat ini, BPOLBF tidak pernah memiliki lahan yang dibilang 400 hektare itu, lahan yang dimaksud itu merupakan hutan produksi dengan status lahan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sampai hari ini semua masih dalam proses pengajuan izin pemanfaatan lahan," ujar dia.
Baca juga: BPOLBF bantah selewengkan anggaran Rp10 miliar
Ia menambahkan secara regulasi lahan tersebut belum final dapat dimanfaatkan BPOLBF untuk dikembangkan kawasan pariwisata berkelanjutan.
Artinya dari sisi regulasi di Perpres, surat keputusan KLHK, dan izin lainnya masih on prosess, hingga nanti ketika sudah final sampai ke izin mendirikan bangunan yang sesuai dengan dokumen tata ruang.
Baca juga: Pemkab Manggarai-BPOLBF garap bersama tiga destinasi wisata
Sementara itu Manager Unit Layanan Pelanggan PLN Labuan Bajo Gede Ambara Natha mengatakan dirinya tidak pernah mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa lahan tersebut adalah lahan milik BPOLBF.
"PLN tidak pernah mengeluarkan statement itu lahan BPOLBF, itu tidak benar. Warga yang mengurus sertifikat silahkan berurusan dengan Badan Pertanahan Nasional bukan di PLN," tegasnya.
Direktur Destinasi BPOLBF Konstant Mardinandus dihubungi ANTARA dari Kupang, Selasa, (18/5) mengatakan saat ini BPOLBF justru membantu memperjuangkan lahan Area Penggunaan Lain (APL) seluas 38 hektare.
"Terkait informasi BPOLBF mengambil lahan warga itu tidak benar. Yang sedang dilakukan BPOLBF saat ini adalah membantu memperjuangkan lahan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 38 hektare yang telah dikeluarkan dari wilayah hutan berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk dapat dimanfaatkan masyarakat," katanya.
Hal ini disampaikan terkait pada Senin (17/5) sejumlah tokoh adat dari dari Mannggarai Barat mendatangi kantor Bupati dan DPRD setempat untuk mengadukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan BPOPLBF yang telah memasukkan lahan milik warga setempat dalam peta enklave sebagai kawasan hutan milik BPOLBF.
Konstan menjelaskan secara faktual, lahan APL seluas 38 hektare tersebut sekarang sudah menjadi lahan pemukiman penduduk di Desa Gorontalo, Desa Golo Bilas, dan Kelurahan Wae Kelambu.
Lebih lanjut, kata dia, lahan yang dari statusnya ada dalam kawasan hutan kemudian beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman.
"Hingga saat ini, BPOLBF tidak pernah memiliki lahan yang dibilang 400 hektare itu, lahan yang dimaksud itu merupakan hutan produksi dengan status lahan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sampai hari ini semua masih dalam proses pengajuan izin pemanfaatan lahan," ujar dia.
Baca juga: BPOLBF bantah selewengkan anggaran Rp10 miliar
Ia menambahkan secara regulasi lahan tersebut belum final dapat dimanfaatkan BPOLBF untuk dikembangkan kawasan pariwisata berkelanjutan.
Artinya dari sisi regulasi di Perpres, surat keputusan KLHK, dan izin lainnya masih on prosess, hingga nanti ketika sudah final sampai ke izin mendirikan bangunan yang sesuai dengan dokumen tata ruang.
Baca juga: Pemkab Manggarai-BPOLBF garap bersama tiga destinasi wisata
Sementara itu Manager Unit Layanan Pelanggan PLN Labuan Bajo Gede Ambara Natha mengatakan dirinya tidak pernah mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa lahan tersebut adalah lahan milik BPOLBF.
"PLN tidak pernah mengeluarkan statement itu lahan BPOLBF, itu tidak benar. Warga yang mengurus sertifikat silahkan berurusan dengan Badan Pertanahan Nasional bukan di PLN," tegasnya.