Kupang (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Nusa Tenggara Timur Mikhael Rajamuda Bataona mengatakan, keberhasilan pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sangat tergantung pada kesadaran publik.
"Karena saya kira, tanpa adanya afirmasi positip dari publik tentang pentingnya penerapan aturan darurat ini, maka semuanya akan sulit tercapai," kata Mikhael Rajamuda Bataona di Kupang, Jumat, (2/7).
Pengajar Komunikasi Politik dan Teori-teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Katolik Widya Mandira Kupang mengemukakan pandangan itu, berkaitan dengan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Menurut dia, dengan adanya pemahaman bersama yang direproduksi sendiri oleh publik dalam kesadarannya, maka ketertiban dan kedisiplinan ber-prokes itu bisa terlaksana setiap hari.
"Jadi kuncinya adalah pada kesadaran publik. Publik yang paham arti kedaruratan ini akan dengan tanpa paksaan menertibkan dan mendisiplinkan diri juga keluarganya," katanya menambahkan.
Hanya dengan kesadaran publik, tujuan penggunaan istilah, simbol kedaruratan ini dalam komunikasi politik bisa dibaca sebagai sebuah penggunaan simbol atau pesan untuk tujuan kekuasaan yaitu menertibkan publik.
Artinya, lewat persepsi dan kesadaran publiklah tujuan pemerintah dan Presiden Jokowi ini bisa tercapai yaitu untuk membendung penybaran COVID-19 dan menyelamatkan nyawa masyarakat, katanya.
Sangat tepat
Dia menambahkan, sangat tepat jika Presiden Jokowi dan pemerintah mau menggunakan PPKM Darurat ini, dan publik yang paham akan makna kedaruratan, tidak perlu dipaksa untuk menertibkan dirinya.
Baca juga: Presiden umumkan PPKM Darurat mulai 3 - 20 Juli khusus di Jawa-Bali
Dia akan tertibkan dirinya sendiri karena dia paham bahwa resikonya besar bahkan bisa fatal bagi dirinya.
Baca juga: Presiden minta masyarakat tetap tenang selama PPKM Darurat
"Sehingga sekali lagi ini saya baca sebagai teknik kekuasaan hegemonik yang memang tepat diberlakukan saat ini," kata Mikhael Bataona menambahkan.
"Karena saya kira, tanpa adanya afirmasi positip dari publik tentang pentingnya penerapan aturan darurat ini, maka semuanya akan sulit tercapai," kata Mikhael Rajamuda Bataona di Kupang, Jumat, (2/7).
Pengajar Komunikasi Politik dan Teori-teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Katolik Widya Mandira Kupang mengemukakan pandangan itu, berkaitan dengan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Menurut dia, dengan adanya pemahaman bersama yang direproduksi sendiri oleh publik dalam kesadarannya, maka ketertiban dan kedisiplinan ber-prokes itu bisa terlaksana setiap hari.
"Jadi kuncinya adalah pada kesadaran publik. Publik yang paham arti kedaruratan ini akan dengan tanpa paksaan menertibkan dan mendisiplinkan diri juga keluarganya," katanya menambahkan.
Hanya dengan kesadaran publik, tujuan penggunaan istilah, simbol kedaruratan ini dalam komunikasi politik bisa dibaca sebagai sebuah penggunaan simbol atau pesan untuk tujuan kekuasaan yaitu menertibkan publik.
Artinya, lewat persepsi dan kesadaran publiklah tujuan pemerintah dan Presiden Jokowi ini bisa tercapai yaitu untuk membendung penybaran COVID-19 dan menyelamatkan nyawa masyarakat, katanya.
Sangat tepat
Dia menambahkan, sangat tepat jika Presiden Jokowi dan pemerintah mau menggunakan PPKM Darurat ini, dan publik yang paham akan makna kedaruratan, tidak perlu dipaksa untuk menertibkan dirinya.
Baca juga: Presiden umumkan PPKM Darurat mulai 3 - 20 Juli khusus di Jawa-Bali
Dia akan tertibkan dirinya sendiri karena dia paham bahwa resikonya besar bahkan bisa fatal bagi dirinya.
Baca juga: Presiden minta masyarakat tetap tenang selama PPKM Darurat
"Sehingga sekali lagi ini saya baca sebagai teknik kekuasaan hegemonik yang memang tepat diberlakukan saat ini," kata Mikhael Bataona menambahkan.