Kupang (AntaraNews NTT) - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Nusa Tenggara Ganef Wurgiyanto mengatakan, potensi rumput laut di daerah itu yang mencapai 51 ribu hektare baru dikelola 15 persen.
"Kita baru bisa mengelola 15 persen, terutama jenis rumput laut euchema cottoni dan gracilaria," kata Ganef Wurgiyanto di Kupang, Rabu, terkait potensi dan pengelolaan rumput laut di daerah itu.
Ia mengatakan, budi daya rumput laut yang ada menyebar di berbagai daerah seperti Kabupaten Kupang, Sabu Raijua, Rote Ndao, Alor, Lembata, selain di sejumlah daerah di Pulau Flores seperti Kabupaten Flores Timur, Sikka, Manggarai Barat maupun di Kabupaten Sumba Timur, Pulau Sumba.
Namun, lanjut Ganef, ada beberapa daerah yang hasil budi daya rumput lautnya belum menonjol seperti Kabupaten Belu, Malaka, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, dan Kota Kupang.
Menurut mantan Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP NTT itu, potensi rumput laut di setiap daerah provinsi kepulauan ini cukup memadai, namun tingkat pemanfaatannya masih belum merata.
Ia menyebut, salah satu daerah yang cukup potensial yaitu Kabupaten Kupang yang memiliki produksi pada 2016 mencapai 860.379 ton dengan nilai lebih dari Rp4,3 miliar.
Menurutnya, rumput laut merupakan salah satu produk unggulan kelautan di provinsi setempat, untuk itu pihaknya terus mendorong dan berupaya memfasilitasi minat masyarakat untuk mulai berproduksi. "Kami berharap upaya yang sama juga dilakukan pemerintah masing-masing kabupaten/kota agar dari waktu ke waktu semakin banyak masyarakat melirik budid aya rumput laut," katanya.
Menurut dia, rumput laut merupakan sektor yang menjanjikan untuk menambah pendapatan dan kesejahteraannya para petani nelayan di NTT.
Ia menambahkan, potensi alam dan kondisi cuaca di provinsi dengan luas wilayah laut mencapai 200.000 kilometer persegi itu sangat mendukung untuk aktivitas budi daya rumput laut.
Kondisi NTT, katanya, dengan curah hujan yang hanya tiga sampai empat bulan, panas matahari yang terik, serta kondisi pesisir pantai yang banyak berkarang dan laut tenang, cocok untuk menghasilkan rumput laut dengan kualitas terbaik.
"Kita baru bisa mengelola 15 persen, terutama jenis rumput laut euchema cottoni dan gracilaria," kata Ganef Wurgiyanto di Kupang, Rabu, terkait potensi dan pengelolaan rumput laut di daerah itu.
Ia mengatakan, budi daya rumput laut yang ada menyebar di berbagai daerah seperti Kabupaten Kupang, Sabu Raijua, Rote Ndao, Alor, Lembata, selain di sejumlah daerah di Pulau Flores seperti Kabupaten Flores Timur, Sikka, Manggarai Barat maupun di Kabupaten Sumba Timur, Pulau Sumba.
Namun, lanjut Ganef, ada beberapa daerah yang hasil budi daya rumput lautnya belum menonjol seperti Kabupaten Belu, Malaka, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, dan Kota Kupang.
Menurut mantan Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP NTT itu, potensi rumput laut di setiap daerah provinsi kepulauan ini cukup memadai, namun tingkat pemanfaatannya masih belum merata.
Ia menyebut, salah satu daerah yang cukup potensial yaitu Kabupaten Kupang yang memiliki produksi pada 2016 mencapai 860.379 ton dengan nilai lebih dari Rp4,3 miliar.
Menurutnya, rumput laut merupakan salah satu produk unggulan kelautan di provinsi setempat, untuk itu pihaknya terus mendorong dan berupaya memfasilitasi minat masyarakat untuk mulai berproduksi. "Kami berharap upaya yang sama juga dilakukan pemerintah masing-masing kabupaten/kota agar dari waktu ke waktu semakin banyak masyarakat melirik budid aya rumput laut," katanya.
Menurut dia, rumput laut merupakan sektor yang menjanjikan untuk menambah pendapatan dan kesejahteraannya para petani nelayan di NTT.
Ia menambahkan, potensi alam dan kondisi cuaca di provinsi dengan luas wilayah laut mencapai 200.000 kilometer persegi itu sangat mendukung untuk aktivitas budi daya rumput laut.
Kondisi NTT, katanya, dengan curah hujan yang hanya tiga sampai empat bulan, panas matahari yang terik, serta kondisi pesisir pantai yang banyak berkarang dan laut tenang, cocok untuk menghasilkan rumput laut dengan kualitas terbaik.