Kupang (ANTARA) - Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat menyebutkan masih ada 80.909 anak di provinsi itu yang mengalami masalah kekerdilan (stunting) yang tersebar pada 22 kabupaten/kota se-NTT.
"Jika kita melihat dari jumlah maka saya merasa sedih karena masih ada 80.909 anak-anak kita yang masih stunting," katanya dalam kegiatan Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting se-Provinsi NTT di Labuan Bajo yang dikutip melalui siaran per Biro Humas Setda NTT yang diterima di Kupang, Senin, (11/10).
Ia mengatakan jika melihat secara statistik, kasus kekerdilan di NTT menurun cukup bagus, yaitu sampai pada 21 persen.
Namun jika penurunannya biasa-biasa saja, kata dia, artinya kerja pemerintah daerah masih kurang maksimal karena hal ini berkaitan dengan nyawa manusia.
Oleh sebab itu ia menegaskan bahwa penyelesaian masalah kekerdilan di NTT tidak bisa jika hanya dilakukan dengan cara-cara yang biasa karena NTT merupakan salah satu penyumbang stunting terbesar di Indonesia.
"Ini merupakan tantangan kita bersama untuk para bupati dan saya sendiri sebagai gubernur, karena menyelesaikan masalah stunting tidak bisa hanya dilakukan dengan cara yang biasa," katanya.
Laiskodat mengatakan konvergensi mengharuskan pemerintah daerah melakukan langkah-langkah yang terpadu, terarah dan secara bersama-sama serta pekerjaan di lapangan yang harus dikuasai.
Menurut dia, jika setiap pemerintah daerah mampu merancang untuk mengetahui seluruh kelahiran dengan kerja sama kepala desa, tokoh agama, camat, kepala dinas, bupati sampai pada gubernur, maka ia yakin bahwa 1.000 hari pertama kehidupan bayi akan bisa diperhatikan dan stunting bisa diatasi.
Ia mengimbau agar permasalahan kekerdilan diselesaikan dengan kerja sama antarpemangku kepentingan di masyarakat karena permasalahan kekerdilan merupakan tanggung jawab bersama.
"Tanggung jawab kita adalah bagaimana kita menyelamatkan 80.909 anak yang akan menjadi generasi masa depan untuk menopang pertumbuhan NTT ke depannya," katanya.
Baca juga: Kabupaten Manggarai Timur raih penghargaan peringkat dua konvergensi stunting
Baca juga: Gubernur Laiskodat minta peneliti IPB bantu tangani kekerdilan
"Jika kita melihat dari jumlah maka saya merasa sedih karena masih ada 80.909 anak-anak kita yang masih stunting," katanya dalam kegiatan Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting se-Provinsi NTT di Labuan Bajo yang dikutip melalui siaran per Biro Humas Setda NTT yang diterima di Kupang, Senin, (11/10).
Ia mengatakan jika melihat secara statistik, kasus kekerdilan di NTT menurun cukup bagus, yaitu sampai pada 21 persen.
Namun jika penurunannya biasa-biasa saja, kata dia, artinya kerja pemerintah daerah masih kurang maksimal karena hal ini berkaitan dengan nyawa manusia.
Oleh sebab itu ia menegaskan bahwa penyelesaian masalah kekerdilan di NTT tidak bisa jika hanya dilakukan dengan cara-cara yang biasa karena NTT merupakan salah satu penyumbang stunting terbesar di Indonesia.
"Ini merupakan tantangan kita bersama untuk para bupati dan saya sendiri sebagai gubernur, karena menyelesaikan masalah stunting tidak bisa hanya dilakukan dengan cara yang biasa," katanya.
Laiskodat mengatakan konvergensi mengharuskan pemerintah daerah melakukan langkah-langkah yang terpadu, terarah dan secara bersama-sama serta pekerjaan di lapangan yang harus dikuasai.
Menurut dia, jika setiap pemerintah daerah mampu merancang untuk mengetahui seluruh kelahiran dengan kerja sama kepala desa, tokoh agama, camat, kepala dinas, bupati sampai pada gubernur, maka ia yakin bahwa 1.000 hari pertama kehidupan bayi akan bisa diperhatikan dan stunting bisa diatasi.
Ia mengimbau agar permasalahan kekerdilan diselesaikan dengan kerja sama antarpemangku kepentingan di masyarakat karena permasalahan kekerdilan merupakan tanggung jawab bersama.
"Tanggung jawab kita adalah bagaimana kita menyelamatkan 80.909 anak yang akan menjadi generasi masa depan untuk menopang pertumbuhan NTT ke depannya," katanya.
Baca juga: Kabupaten Manggarai Timur raih penghargaan peringkat dua konvergensi stunting
Baca juga: Gubernur Laiskodat minta peneliti IPB bantu tangani kekerdilan