Manggarai Barat, NTT (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berupaya meningkatkan pemahaman pemangku kepentingan tentang informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami melalui Sekolah Lapang Gempa bumi (SLG) di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Informasi ini penting untuk diketahui masyarakat karena Labuan Bajo merupakan daerah pariwisata dan masuk dalam daerah rawan gempa dan tsunami," kata Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Rabu, (10/11).
Saat membawakan materi dalam SLG Labuan Bajo di Aula Kantor Bupati Manggarai Barat, Daryono menyebut Labuan Bajo rawan gempa dan tsunami baik berdasarkan aspek sumber gempa maupun aspek sejarah.
Jika merunut aspek sumber gempa, letak Labuan Bajo, Manggarai Barat, berdekatan dengan sumber gempa Sesar Naik Flores/Patahan Naik Flores dengan magnitudo tertarget M7,5.
Selanjutnya, Manggarai Barat berdekatan dengan sumber gempa Zona Megathrust Segmen Sumba yang memiliki magnitudo tertarget M8,3.
Sedangkan berdasarkan sejarah, perairan Labuan Bajo di Manggarai Barat dan Komodo pernah mengalami dua kali tsunami, yaitu pada 28 November 1836 dan 14 April 1855.
Sebagai kawasan seismik aktif, hasil pemantauan BMKG menunjukkan wilayah Manggarai Barat yakni Labuan Bajo dan sekitarnya memiliki aktivitas kegempaan yang cukup tinggi yang tampak dari peta seismik.
Gempa bumi sendiri akan mengalami periode berulang. Jika terjadi gempa akibat Sesar Naik Flores dengan kekuatan M7,4 maka status ancaman tsunami di Labuan Bajo berdasarkan skenario model tsunami ialah Siaga dengan tinggi antara 0,5 hingga tiga meter.
Namun jika terjadi gempa di zona megathrust Sumba dengan kekuatan M8,3, maka status ancaman tsunami di Labuan Bajo yakni Awas dengan ketinggian di atas tiga meter.
Berdasarkan fakta tersebut, maka wilayah Labuan Bajo yang telah ditetapkan sebagai destinasi pariwisata super prioritas membutuhkan pengawalan dalam bentuk mitigasi bencana.
Dia menyebut ada beberapa daerah negara rawan bencana yang memberikan jaminan mitigasi bencana sehingga sektor pariwisata tetap berjalan.
Oleh karena itu, BMKG ingin meningkatkan pemahaman pemangku kepentingan yang mengenali potensi bencana dan mengelola mitigasi dan upaya risiko bencana.
Jika pemangku kepentingan telah memahami potensi dan melakukan upaya mitigasi strategis, maka edukasi terhadap masyarakat bisa dilakukan dengan baik.
"BMKG berupaya semaksimal mungkin untuk mendukung pembangunan pariwisata di Manggarai Barat," ungkap Daryono.
Kegiatan SLG Labuan Bajo dilaksanakan hingga Kamis (11/11) dengan materi berupa pengenalan potensi gempa bumi dan tsunami, kesiapsiagaan menghadapi gempa bumi, diskusi kelompok tim siaga bencana, serta praktek seperti susur jalur evakuasi dan diskusi peta evakuasi.
SLG Labuan Bajo diikuti pemangku kepentingan baik dari perwakilan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, TNI, Polri, sekolah, petugas kesehatan, pihak bandara dan pelabuhan, pemuka agama, hingga media (cetak, elektronik, dan siber).
Baca juga: Panglima TNI -Kapolri pantau vaksinasi di Labuan Bajo
Baca juga: Kapolri resmikan Komplek Brimob Presisi dukung keamanan di Labuan Bajo
"Informasi ini penting untuk diketahui masyarakat karena Labuan Bajo merupakan daerah pariwisata dan masuk dalam daerah rawan gempa dan tsunami," kata Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Rabu, (10/11).
Saat membawakan materi dalam SLG Labuan Bajo di Aula Kantor Bupati Manggarai Barat, Daryono menyebut Labuan Bajo rawan gempa dan tsunami baik berdasarkan aspek sumber gempa maupun aspek sejarah.
Jika merunut aspek sumber gempa, letak Labuan Bajo, Manggarai Barat, berdekatan dengan sumber gempa Sesar Naik Flores/Patahan Naik Flores dengan magnitudo tertarget M7,5.
Selanjutnya, Manggarai Barat berdekatan dengan sumber gempa Zona Megathrust Segmen Sumba yang memiliki magnitudo tertarget M8,3.
Sedangkan berdasarkan sejarah, perairan Labuan Bajo di Manggarai Barat dan Komodo pernah mengalami dua kali tsunami, yaitu pada 28 November 1836 dan 14 April 1855.
Sebagai kawasan seismik aktif, hasil pemantauan BMKG menunjukkan wilayah Manggarai Barat yakni Labuan Bajo dan sekitarnya memiliki aktivitas kegempaan yang cukup tinggi yang tampak dari peta seismik.
Gempa bumi sendiri akan mengalami periode berulang. Jika terjadi gempa akibat Sesar Naik Flores dengan kekuatan M7,4 maka status ancaman tsunami di Labuan Bajo berdasarkan skenario model tsunami ialah Siaga dengan tinggi antara 0,5 hingga tiga meter.
Namun jika terjadi gempa di zona megathrust Sumba dengan kekuatan M8,3, maka status ancaman tsunami di Labuan Bajo yakni Awas dengan ketinggian di atas tiga meter.
Berdasarkan fakta tersebut, maka wilayah Labuan Bajo yang telah ditetapkan sebagai destinasi pariwisata super prioritas membutuhkan pengawalan dalam bentuk mitigasi bencana.
Dia menyebut ada beberapa daerah negara rawan bencana yang memberikan jaminan mitigasi bencana sehingga sektor pariwisata tetap berjalan.
Oleh karena itu, BMKG ingin meningkatkan pemahaman pemangku kepentingan yang mengenali potensi bencana dan mengelola mitigasi dan upaya risiko bencana.
Jika pemangku kepentingan telah memahami potensi dan melakukan upaya mitigasi strategis, maka edukasi terhadap masyarakat bisa dilakukan dengan baik.
"BMKG berupaya semaksimal mungkin untuk mendukung pembangunan pariwisata di Manggarai Barat," ungkap Daryono.
Kegiatan SLG Labuan Bajo dilaksanakan hingga Kamis (11/11) dengan materi berupa pengenalan potensi gempa bumi dan tsunami, kesiapsiagaan menghadapi gempa bumi, diskusi kelompok tim siaga bencana, serta praktek seperti susur jalur evakuasi dan diskusi peta evakuasi.
SLG Labuan Bajo diikuti pemangku kepentingan baik dari perwakilan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, TNI, Polri, sekolah, petugas kesehatan, pihak bandara dan pelabuhan, pemuka agama, hingga media (cetak, elektronik, dan siber).
Baca juga: Panglima TNI -Kapolri pantau vaksinasi di Labuan Bajo
Baca juga: Kapolri resmikan Komplek Brimob Presisi dukung keamanan di Labuan Bajo