Kupang (ANTARA) - Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DKKPS) NTT menilai bahwa munculnya kasus DBD di NTT yang cukup tinggi sebagai akibat rendahnya partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam upaya pencegahan dan pengendalian DBD.
"Di samping itu juga koordinasi dan kolaborasi dengan lintas sektor sejauh ini belum berjalan dengan baik. Sehingga kasus DBD masih terus terjadi di NTT dimana data saat ini mencapai 208 kasus," kata Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian penyakit Menular (P2PM) DKKPS NTT Agusthina Rospita, di Kupang, Senin, (14/2).
Hal lain yang menjadi penyebab juga adalah belum dilakukan pemberantasan sarang nyamuk secara rutin, sehingga kemunculan jentik-jentik nyamuk masih terus ada, katanya.
"Khususnya di Kota Kupang yang pemberantasannya belum terlalu masif padahal kasusnya sudah mencapai 208 kasus. Selain itu, penyebab meninggalnya penderita DBD di NTT ini karena keterlambatan orang tua untuk membawa ke faskes terdekat untuk penanganan lebih lanjut," ujar dia.
Dari beberapa pengalaman laporan yang ia terima orang tua terkadang menganggap biasa jika anak sedang dalam kondisi panas yang tinggi. Padahal lanjut dia hal itu sangat berbahaya di musim-musim penghujan seperti ini saat ini serta ditengah meningkatnya kasus DBD di NTT.
Sejauh ini ujar dia terkait upaya pencegahan sudah dilakukan oleh Dinkes Provinsi dan Kabupaten/Kota. Beberapa diantaranya adalah melakukan distribusi logistik DBD seperti bubuk abate, ke 22 kabupaten Kota Kupang didistribusikan ke rumah-rumah.
"Hal ini sudah kita lakukan sejak Januari lalu. Kita juga sudah lakukan penyelidikan epidemiologi untuk memutus mata rantai penularan DBD ini," ujar dia.
Baca juga: Angka kasus DBD di NTT bertambah jadi 1.155
Ia pun berharap agar masyarakat proaktif untuk menjaga lingkungannya agar tetap bersih sehingga tidak menimbulkan lokasi baru jentik nyamuk.
Baca juga: Kabupaten Ngada sebut tiga kasus meninggal dunia akibat DBD
"Di samping itu juga koordinasi dan kolaborasi dengan lintas sektor sejauh ini belum berjalan dengan baik. Sehingga kasus DBD masih terus terjadi di NTT dimana data saat ini mencapai 208 kasus," kata Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian penyakit Menular (P2PM) DKKPS NTT Agusthina Rospita, di Kupang, Senin, (14/2).
Hal lain yang menjadi penyebab juga adalah belum dilakukan pemberantasan sarang nyamuk secara rutin, sehingga kemunculan jentik-jentik nyamuk masih terus ada, katanya.
"Khususnya di Kota Kupang yang pemberantasannya belum terlalu masif padahal kasusnya sudah mencapai 208 kasus. Selain itu, penyebab meninggalnya penderita DBD di NTT ini karena keterlambatan orang tua untuk membawa ke faskes terdekat untuk penanganan lebih lanjut," ujar dia.
Dari beberapa pengalaman laporan yang ia terima orang tua terkadang menganggap biasa jika anak sedang dalam kondisi panas yang tinggi. Padahal lanjut dia hal itu sangat berbahaya di musim-musim penghujan seperti ini saat ini serta ditengah meningkatnya kasus DBD di NTT.
Sejauh ini ujar dia terkait upaya pencegahan sudah dilakukan oleh Dinkes Provinsi dan Kabupaten/Kota. Beberapa diantaranya adalah melakukan distribusi logistik DBD seperti bubuk abate, ke 22 kabupaten Kota Kupang didistribusikan ke rumah-rumah.
"Hal ini sudah kita lakukan sejak Januari lalu. Kita juga sudah lakukan penyelidikan epidemiologi untuk memutus mata rantai penularan DBD ini," ujar dia.
Baca juga: Angka kasus DBD di NTT bertambah jadi 1.155
Ia pun berharap agar masyarakat proaktif untuk menjaga lingkungannya agar tetap bersih sehingga tidak menimbulkan lokasi baru jentik nyamuk.
Baca juga: Kabupaten Ngada sebut tiga kasus meninggal dunia akibat DBD