Kupang (AntaraNews NTT) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Ahmad Atang menilai gerakan ganti presiden 2019, adalah gerakan dari kelompok orang yang frustrasi yang tidak memiliki ideologi perjuangan sebagai basis argumentasi dalam gerakan tersebut.
"Hemat saya, gerakan ini sesungguhnya agenda lama yang diperjuangkan oleh kekuatan oposan, dan masih terus berlangsung sampai sekarang," kata Dr Ahmad Atang MSi kepada Antara di Kupang, Jumat (31/8).
Ia berpendapat bahwa gerakan itu tidak memiliki ideologi yang diperjuangkan sebagai basis argumen agar presiden harus ganti pada Pemilu 2019.
Menurut mantan Pembantu Rektor I UMK itu, tidak ada isu yang diusung, tidak ada tokoh sentral yang menggerakkan sehingga tuntutan ganti presiden menemui jalan buntu akibat adanya resistensi dari masyarakat.
"Sebetulnya ini agenda kekuatan politik aliran yang dimotori oleh para habib dan kelompok garis keras sejak Pilgub DKI, dan mendapatkan support secara politik oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Gerindra, yang kemudian menguat pada pilgub di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat," katanya.
Baca juga: Pengamat: Gerakan ganti presiden harus ditindak tegas
Harapan PKS dan Gerindra, kata dia, agar kekuatan politik aliran ini harus dimobilisasi untuk Pemilu Presiden 2019. Akan tetapi, dalam perjalanan, masing-masing mempunyai agenda berbeda. Kekuatan politik aliran menghendaki hadirnya ulama sebagai simbol politik umat di negeri ini, ternyata bertepuk sebelah tangan.
Kondisi ini dikarenakan agenda politik Bakal Calon Presiden Prabowo Subianto justru memilih Sandiago Uno sebagai pendampingnya pada Pilpres mendatang.
Presiden Joko Widodo yang selama ini identik dengan kekuatan nasionalis sekuler, kata Ahmad Atang, memilih Ma'ruf Amin sebagai wakilnya dalam perhelatan politik Pilpres 2019. "Maka, pada saat yang sama, kekuatan Prabowo makin melemah di mata ulama," katanya.
Atas dasar inilah kekuatan politik oposan tetap menjaga semangat gerakan ganti presiden yang digagas oleh kelompok politik aliran seolah-olah ulama masih mendukung Prabowo.
Padahal, katanya lagi, fakta menunjukkan bahwa tidak ada ulama yang terlibat jauh dalam gerakan ganti presiden yang dimotori oleh Neno Warisman dan Ahmad Dhani itu.
Baca juga: Pemprov NTT-Forkompimda bersinergi cegah gerakan ganti presiden
"Hemat saya, gerakan ini sesungguhnya agenda lama yang diperjuangkan oleh kekuatan oposan, dan masih terus berlangsung sampai sekarang," kata Dr Ahmad Atang MSi kepada Antara di Kupang, Jumat (31/8).
Ia berpendapat bahwa gerakan itu tidak memiliki ideologi yang diperjuangkan sebagai basis argumen agar presiden harus ganti pada Pemilu 2019.
Menurut mantan Pembantu Rektor I UMK itu, tidak ada isu yang diusung, tidak ada tokoh sentral yang menggerakkan sehingga tuntutan ganti presiden menemui jalan buntu akibat adanya resistensi dari masyarakat.
"Sebetulnya ini agenda kekuatan politik aliran yang dimotori oleh para habib dan kelompok garis keras sejak Pilgub DKI, dan mendapatkan support secara politik oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Gerindra, yang kemudian menguat pada pilgub di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat," katanya.
Baca juga: Pengamat: Gerakan ganti presiden harus ditindak tegas
Harapan PKS dan Gerindra, kata dia, agar kekuatan politik aliran ini harus dimobilisasi untuk Pemilu Presiden 2019. Akan tetapi, dalam perjalanan, masing-masing mempunyai agenda berbeda. Kekuatan politik aliran menghendaki hadirnya ulama sebagai simbol politik umat di negeri ini, ternyata bertepuk sebelah tangan.
Kondisi ini dikarenakan agenda politik Bakal Calon Presiden Prabowo Subianto justru memilih Sandiago Uno sebagai pendampingnya pada Pilpres mendatang.
Presiden Joko Widodo yang selama ini identik dengan kekuatan nasionalis sekuler, kata Ahmad Atang, memilih Ma'ruf Amin sebagai wakilnya dalam perhelatan politik Pilpres 2019. "Maka, pada saat yang sama, kekuatan Prabowo makin melemah di mata ulama," katanya.
Atas dasar inilah kekuatan politik oposan tetap menjaga semangat gerakan ganti presiden yang digagas oleh kelompok politik aliran seolah-olah ulama masih mendukung Prabowo.
Padahal, katanya lagi, fakta menunjukkan bahwa tidak ada ulama yang terlibat jauh dalam gerakan ganti presiden yang dimotori oleh Neno Warisman dan Ahmad Dhani itu.
Baca juga: Pemprov NTT-Forkompimda bersinergi cegah gerakan ganti presiden