Jakarta (ANTARA) - Kebutuhan rumah tahan gempa sangat diperlukan di negeri rawan bencana seperti Indonesia, tidak hanya untuk meminimalisasi potensi kerusakan namun juga membantu masyarakat untuk memiliki rumah tinggal yang aman dan nyaman.

Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat menilai secara geografis, Indonesia berada di antara tiga lempeng benua (Australia, Eurasia dan Pasifik) yang tersambung dengan jalur cincin api dunia, terutama di bagian Barat Pulau Sumatera dan Selatan Pulau Jawa, serta sebagian Pulau Sulawesi dan Maluku.

Jalur cincin api adalah jalur gempa dunia. Dengan demikian, gempa bumi menjadi salah satu fenomena alam yang perlu dikenali dan diantisipasi dalam pembangunan di Indonesia, terutama di jalur berisiko gempa (jalur cincin api).

Industri properti yang berkembang tidak terlepas dari tantangan fisik wilayah Indonesia, diantaranya keterbatasan wilayah yang berisiko gempa. Menurut Badan Geologi Kementerian ESDM terjadi sebanyak 26 destructive earthquake (gempa bumi yang merusak) sepanjang tahun 2021, angka tersebut merupakan jumlah tertinggi sepanjang 20 tahun belakangan.

Potensi kerusakan akibat gempa, tidak hanya rumah, namun juga pada bangunan tinggi, sehingga kesiapan menghadapi bencana alam perlu dilakukan dalam bentuk adaptasi dan mitigasi bencana.

Adapun konsep bernama Rumah Instan Sederhana Sehat atau lebih dikenal sebagai RISHA dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dapat diadopsi sebagai rumah tahan gempa di Indonesia.

Berikut sejumlah keunggulan konsep RISHA sebagai rumah tahan gempa di Indonesia.

Bantu korban bencana Para pekerja sedang mencetak panel Rumah Instan Sederhana Sehat atau RISHA di Desa Kekait, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/ama

RISHA merupakan inovasi konsep rumah tahan gempa yang dihasilkan oleh Kementerian PUPR. Salah satu keunggulan dari konsep rumah ini adalah membantu korban bencana untuk menempati rumah tinggal yang baru.

Penerapan teknologi ini dilakukan oleh Kementerian PUPR ketika membantu penyelesaian konstruksi rumah khusus atau Rusus bagi korban bencana Badai Siklon Tropis Seroja di Nusa Tenggara Barat dan masyarakat yang terdampak erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur.

“Pembangunan Rusus ini memakai teknologi RISHA (Rumah Instan Sederhana Sehat) yang memiliki teknologi konstruksi knock down yang dapat dibangun dengan waktu cepat dan tahan terhadap bencana,” ujar Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto.

Pembangunan Rusus di NTB dengan konsep RISHA tersebut berjumlah 292 unit dibangun tipe 36 yang terbagi dalam dua kabupaten yaitu Kabupaten Bima, dan Kabupaten Dompu.

Sementara untuk Rusus korban Semeru di Lumajang, Kementerian PUPR mencatat dari dari target pembangunan 1.951 rumah seluruhnya telah tertangani dan 1.825 rumah di antaranya sudah tertutup atap. Sebanyak 444 rumah sudah selesai 100 persen dan 300 unit di antaranya siap huni oleh masyarakat.


Atasi backlog

Tidak hanya sifatnya yang membantu percepatan rumah khusus bagi korban bencana, RISHA juga dapat diaplikasikan untuk pembangunan rumah komersial, terutama dalam mengatasi backlog perumahan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020 yang dilakukan pada bulan Maret dan September melaporkan angka backlog perumahan pun meningkat menjadi 12,75 juta unit. Angka tersebut belum termasuk pertambahan keluarga baru yang mencapai 700-800 ribu per tahun.

Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah menggencarkan Program Sejuta Rumah. Sebagai informasi, Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR mencatat capaian Program Sejuta Rumah (PSR) per tanggal 31 Maret 2022 sudah mencapai 159.372 unit atau 15,9 persen.

Capaian pembangunan rumah tersebut berasal dari rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebanyak 117.532 unit dan rumah untuk non MBR 41.840 unit.

Konsep RISHA sendiri menjadi faktor kunci dalam membantu percepatan program Sejuta Rumah ini, dikarenakan teknologi ini akan mempermudah dan mempercepat pembangunan rumah dan yang penting adalah tahan gempa.

Selain itu, teknologi ini dinilai sangat mudah untuk diaplikasikan juga dapat digunakan untuk pembangunan perumahan di daerah terpencil yang sulit untuk menemukan bahan material bangunan.

RISHA sendiri memang dilahirkan oleh Kementerian PUPR bukan hanya untuk menghadapi lanskap rawan bencana, namun juga untuk membantu MBR memiliki rumah tinggal sendiri.

Hal ini kembali kepada tiga manfaat konsep RISHA, antara lain sebagai program bantuan material rumah bagi MBR lebih tepat sasaran, mengakselerasi pembangunan rumah, dan menciptakan industri rumahan atau lapangan kerja di sektor properti.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa rekonstruksi pada wilayah terdampak bencana tidak hanya membangun kembali rumah yang rusak. Tapi rumah yang dibangun diharapkan memiliki kualitas yang lebih baik dan lebih aman dari sebelumnya.

"Pemerintah membangun rumah masyarakat terdampak bencana bukan hanya memperbaiki kerusakannya saja namun juga mengharapkan adanya permukiman baru yang tangguh terhadap bencana sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman,” kata Menteri Basuki.

Prospek

Selain tahan gempa dan membantu akselerasi pembangunan rumah lewat Program Sejuta Rumah, tentunya hal penting yang perlu ditanyakan adalah bagaimana prospek RISHA dalam industri properti Indonesia?

Lembaga konsultan properti Knight Frank Indonesia menilai ‘Value’ material, struktur dan desain tahan gempa dari konsep RISHA ini dapat dijadikan sebagai poin adaptasi yang dapat diadopsi oleh para pelaku properti dalam mengembangkan kawasan hunian di wilayah dengan risiko gempa bumi.

Konsepsi bangunan tahan gempa, adalah salah satu rambu yang perlu dikenali oleh pengembang dalam membangun kawasan hunian. Dengan mengenali fisik wilayah yang akan dikembangkan, umumnya pengembang akan menggali keterbatasan fisik wilayah dan mengantisipasinya dalam wujud inovasi desain hunian dan infrastruktur lingkungan.

Pada dasarnya menjadikan bangunan tahan gempa dikenali dan diminati oleh masyarakat, menjadi tanggung jawab bersama dari seluruh pemangku kepentingan dalam sektor properti. Pemangku kepentingan memiliki tanggung jawab dalam proses edukasi masyarakat untuk beradaptasi terhadap bencana, dalam hal ini khususnya memahami karakter bangunan yang dibutuhkan di kawasan dengan risiko bencana/gempa.

RISHA atau Rumah Instan Sederhana Sehat, adalah salah satu model bangunan yang dikenalkan oleh Kementerian PUPR sebagai bangunan/rumah tahan gempa, dengan teknologi knock down dengan berkerangka baja ringan. Inovasi sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa hunian tidak hanya menjadi shelter bagi penghuninya dari hujan dan panas matahari, tetapi juga dari bencana alam, seperti gempa.

Baca juga: Puluhan rumah dan empat fasilitas umum rusak akibat gempa Halut

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa RISHA sebagai inovasi anak negeri dalam menghadapi rumah tahan gempa memiliki sejumlah keunggulan. Pertama, Mudah dibangun mengingat RISHA mengadopsi teknologi knock down sehingga pembangunannya hanya tinggal merakit komponen-komponen yang ada.

Kedua, RISHA juga membantu masyarakat MBR memiliki rumah dengan mudah, dan terakhir prospek RISHA dalam industri properti Indonesia menguntungkan karena dapat diadopsi oleh pengembang dalam membangun kawasan hunian di wilayah-wilayah rawan bencana.

Baca juga: Masyarakat Sumba diminta bangun rumah tahan gempa

Selain memang dibutuhkan untuk menutupi angka backlog perumahan yang semakin meningkat, rumah tahan gempa juga dinilai sesuai dengan lanskap industri properti Indonesia yang rawan bencana.
 

Pewarta : Aji Cakti
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024