Labuan Bajo (ANTARA) - Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi menyikapi dan menindaklanjuti keluhan aspirasi sejumlah petani dari tiga desa di Manggarai Barat, NTT yang terancam gagal tanam pada Musim Tanam (MT) II April-September tahun 2022 karena bendungan yang jebol.
"Sehubungan dengan situasi darurat supaya MT II ini sudah bisa tanam, maka bendungan diperbaiki secara darurat. Besok excavator turun ke lokasi, bronjong juga disiapkan dinas," kata Bupati Edi saat menerima kedatangan warga petani di Kantor Bupati Manggarai Barat, Labuan Bajo, Selasa, (17/5).
Sejumlah warga yang merupakan petani dari Desa Compang Longgo, Macang Tanggar, dan Desa Golo Bilas di Kecamatan Komodo telah melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Manggarai Barat menuntut perhatian pemerintah atas masalah yang mereka alami.
Aksi dilakukan karena area Persawahan Satar Walang seluas 582 hektar yang menjadi sumber penghasilan mereka tidak dialiri air hingga periode MT II. Menurut warga, hal itu disebabkan jebolnya Bendungan Wae Cebong akibat aktivitas tambang galian C di sekitaran kali Wae Mese.
Setelah terlibat dalam pertemuan bersama warga selama satu jam, Bupati Edi menggelar rapat cepat bersama pemangku kepentingan lain. Dia pun memerintahkan dinas teknis untuk turun ke lokasi dan memetakan kondisi terkini. Setelah itu, koordinasi pun dilakukan dengan beberapa dinas, seperti Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi NTT serta Dinas Perizinan Provinsi NTT.
Bupati Edi berkomitmen untuk memperbaiki bendungan secara darurat dalam waktu yang singkat, sembari berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan provinsi terkait perizinan perusahaan yang melakukan aktivitas tambang di sana.
"Yang mau kita selesaikan itu, perbaiki darurat bendungan karena bibit sudah tanam. Kita manfaatkan alat yang ada," ungkapnya.
Bupati berharap upaya pemerintah berjalan paralel, baik memperbaiki darurat bendungan maupun penyebab kerusakan seperti yang disampaikan warga. Dengan demikian, kejadian serupa tidak akan terulang lagi.
Servia Owa (58), seorang perempuan yang sehari-hari menggantungkan hidupnya dari bertani menjelaskan bahwa aktivitas galian C telah menyebabkan tanah terkikis dan aliran sungai Wae Mese berpindah dari jalur yang semestinya.
Servia menegaskan bahwa persawahan Satar Walang yang terletak di Desa Compang Longgo itu memiliki andil yang sangat besar dalam kehidupan warga.
"Compang Longgo sebagai rahim yang telah menghidupkan banyak generasi," kata dia.
Baca juga: Pemkab Mabar dorong desa manfaatkan dana sesuai regulasi
Dalam kesempatan itu warga menyampaikan aspirasi didampingi oleh mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng dan PMKRI Kota Jajakan Labuan Bajo.
Baca juga: Bukit Porong di Manggarai Barat terima penghargaan pariwisata
Mereka pun memberikan lima poin tuntutan, diantaranya mendesak pemkab untuk mengawasi aktivitas galian C di daerah itu.
Menurut massa aksi, pengawasan perlu dilakukan untuk mencegah kerusakan lingkungan yang akan berdampak pada kehidupan masyarakat.
"Sehubungan dengan situasi darurat supaya MT II ini sudah bisa tanam, maka bendungan diperbaiki secara darurat. Besok excavator turun ke lokasi, bronjong juga disiapkan dinas," kata Bupati Edi saat menerima kedatangan warga petani di Kantor Bupati Manggarai Barat, Labuan Bajo, Selasa, (17/5).
Sejumlah warga yang merupakan petani dari Desa Compang Longgo, Macang Tanggar, dan Desa Golo Bilas di Kecamatan Komodo telah melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Manggarai Barat menuntut perhatian pemerintah atas masalah yang mereka alami.
Aksi dilakukan karena area Persawahan Satar Walang seluas 582 hektar yang menjadi sumber penghasilan mereka tidak dialiri air hingga periode MT II. Menurut warga, hal itu disebabkan jebolnya Bendungan Wae Cebong akibat aktivitas tambang galian C di sekitaran kali Wae Mese.
Setelah terlibat dalam pertemuan bersama warga selama satu jam, Bupati Edi menggelar rapat cepat bersama pemangku kepentingan lain. Dia pun memerintahkan dinas teknis untuk turun ke lokasi dan memetakan kondisi terkini. Setelah itu, koordinasi pun dilakukan dengan beberapa dinas, seperti Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi NTT serta Dinas Perizinan Provinsi NTT.
Bupati Edi berkomitmen untuk memperbaiki bendungan secara darurat dalam waktu yang singkat, sembari berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan provinsi terkait perizinan perusahaan yang melakukan aktivitas tambang di sana.
"Yang mau kita selesaikan itu, perbaiki darurat bendungan karena bibit sudah tanam. Kita manfaatkan alat yang ada," ungkapnya.
Bupati berharap upaya pemerintah berjalan paralel, baik memperbaiki darurat bendungan maupun penyebab kerusakan seperti yang disampaikan warga. Dengan demikian, kejadian serupa tidak akan terulang lagi.
Servia Owa (58), seorang perempuan yang sehari-hari menggantungkan hidupnya dari bertani menjelaskan bahwa aktivitas galian C telah menyebabkan tanah terkikis dan aliran sungai Wae Mese berpindah dari jalur yang semestinya.
Servia menegaskan bahwa persawahan Satar Walang yang terletak di Desa Compang Longgo itu memiliki andil yang sangat besar dalam kehidupan warga.
"Compang Longgo sebagai rahim yang telah menghidupkan banyak generasi," kata dia.
Baca juga: Pemkab Mabar dorong desa manfaatkan dana sesuai regulasi
Dalam kesempatan itu warga menyampaikan aspirasi didampingi oleh mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng dan PMKRI Kota Jajakan Labuan Bajo.
Baca juga: Bukit Porong di Manggarai Barat terima penghargaan pariwisata
Mereka pun memberikan lima poin tuntutan, diantaranya mendesak pemkab untuk mengawasi aktivitas galian C di daerah itu.
Menurut massa aksi, pengawasan perlu dilakukan untuk mencegah kerusakan lingkungan yang akan berdampak pada kehidupan masyarakat.