Kupang (ANTARA) - Keuskupan Ruteng, Manggarai, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur menilai kenaikan tiket masuk ke Pulau Komodo dan Pulau Padar yang ditetapkan sebesar Rp3,75 juta kurang tepat dilakukan di tengah dunia pariwisata mulai bangkit dari keterpurukan akibat pandemi COVID-19.
"Kenaikan tiket masuk ke Pulau Komodo yang sangat drastis mengganggu animo wisatawan dan menghambat kebangkitan dunia pariwisata yang menjadi motor penggerak perekonomian masyarakat," kata Vikjen Keuskupan Ruteng, Rm, Alfons Segar, Pr dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Kupang, Rabu, (27/7/2022).
Keuskupan Ruteng menegaskan hal itu terkait polemik kenaikan tarif masuk di Taman Nasional Komodo yang diprotes berbagai pihak di Kabupaten Manggarai Barat.
Alfons Segar menegaskan, rencana kenaikan tarif yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI bersama pemerintah Provinsi NTT dengan pertimbangan konservasi habitat komodo untuk mendukung pariwisata berkelanjutan namun protes pelaku usaha pariwisata dan masyarakat yang terdampak memperlihatkan pentingnya mengintegrasikan kondisi perekonomian masyarakat yang baru menggeliat akibat pandemi COVID-19 ke dalam kebijakan pariwisata.
Menurut Alfons Segar, Gereja Keuskupan Ruteng tidak pernah berhenti memperjuangkan pariwisata holistik yang mencakupi semua dimensi kehidupan dan kesejahteraan umum, sehingga Keuskupan Ruteng secara khusus mengusung tema pariwisata holistik dalam program pastoral Keuskupan Ruteng tahun 2022.
"Melalui paroki dan lembaga gerejawi termasuk pelaku usaha wisata terus menerus terlibat untuk mengembangkan pariwisata holistik di wilayah Kabupaten Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat dalam mengelola situs dan program pariwisata rohani dengan menggerakkan ekonomi kreatif pariwisata umat, menggalakkan pariwisata budaya dan mendorong pariwisata alam," kata Alfons Segar.
Ia menambahkan Gereja terlibat dalam menguatkan aspek spiritual dan etis umat sehingga dapat mengupayakan pariwisata yang beradab dan bermartabat serta menangkap dampak negatif yang timbul dari pariwisata.
"Kami menilai momentum kenaikan tiket tersebut kurang tepat karena dunia pariwisata di Labuan Bajo dan Flores pada umumnya sedang bangkit dari keterpurukan karena pandemi COVID-19 bahkan kenaikan tarif masuk ke Pulau Komodo yang sangat drastis itu mengganggu animo wisatawan dan menghambat kebangkitan dunia pariwisata yang menjadi motor penggerak perekonomian masyarakat," kata Alfons Segar.
Ia mengatakan, kebijakan publik seperti itu mestinya melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dalam sebuah dialog dan uji publik yang intensif.
"Selain kajian akademik juga harus ada kajian sosial yang mempertimbangkan dampak ekonomis, politis, kultural dan ekologis dari kebijakan itu," kata Alfons Segar.
Ia mengatakan, Keuskupan Ruteng mengimbau kepada semua pihak untuk membangun dialog dalam menangani isu-isu sosial bersama dalam pembangunan pariwisata.
Baca juga: Pemprov NTT segera tertibkan kapal wisata di Labuan Bajo
Baca juga: Kemenparekraf lakukan inkubasi pengelolaan sarhunta di Labuan Bajo, Manggarai Barat
"Kenaikan tiket masuk ke Pulau Komodo yang sangat drastis mengganggu animo wisatawan dan menghambat kebangkitan dunia pariwisata yang menjadi motor penggerak perekonomian masyarakat," kata Vikjen Keuskupan Ruteng, Rm, Alfons Segar, Pr dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Kupang, Rabu, (27/7/2022).
Keuskupan Ruteng menegaskan hal itu terkait polemik kenaikan tarif masuk di Taman Nasional Komodo yang diprotes berbagai pihak di Kabupaten Manggarai Barat.
Alfons Segar menegaskan, rencana kenaikan tarif yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI bersama pemerintah Provinsi NTT dengan pertimbangan konservasi habitat komodo untuk mendukung pariwisata berkelanjutan namun protes pelaku usaha pariwisata dan masyarakat yang terdampak memperlihatkan pentingnya mengintegrasikan kondisi perekonomian masyarakat yang baru menggeliat akibat pandemi COVID-19 ke dalam kebijakan pariwisata.
Menurut Alfons Segar, Gereja Keuskupan Ruteng tidak pernah berhenti memperjuangkan pariwisata holistik yang mencakupi semua dimensi kehidupan dan kesejahteraan umum, sehingga Keuskupan Ruteng secara khusus mengusung tema pariwisata holistik dalam program pastoral Keuskupan Ruteng tahun 2022.
"Melalui paroki dan lembaga gerejawi termasuk pelaku usaha wisata terus menerus terlibat untuk mengembangkan pariwisata holistik di wilayah Kabupaten Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat dalam mengelola situs dan program pariwisata rohani dengan menggerakkan ekonomi kreatif pariwisata umat, menggalakkan pariwisata budaya dan mendorong pariwisata alam," kata Alfons Segar.
Ia menambahkan Gereja terlibat dalam menguatkan aspek spiritual dan etis umat sehingga dapat mengupayakan pariwisata yang beradab dan bermartabat serta menangkap dampak negatif yang timbul dari pariwisata.
"Kami menilai momentum kenaikan tiket tersebut kurang tepat karena dunia pariwisata di Labuan Bajo dan Flores pada umumnya sedang bangkit dari keterpurukan karena pandemi COVID-19 bahkan kenaikan tarif masuk ke Pulau Komodo yang sangat drastis itu mengganggu animo wisatawan dan menghambat kebangkitan dunia pariwisata yang menjadi motor penggerak perekonomian masyarakat," kata Alfons Segar.
Ia mengatakan, kebijakan publik seperti itu mestinya melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dalam sebuah dialog dan uji publik yang intensif.
"Selain kajian akademik juga harus ada kajian sosial yang mempertimbangkan dampak ekonomis, politis, kultural dan ekologis dari kebijakan itu," kata Alfons Segar.
Ia mengatakan, Keuskupan Ruteng mengimbau kepada semua pihak untuk membangun dialog dalam menangani isu-isu sosial bersama dalam pembangunan pariwisata.
Baca juga: Pemprov NTT segera tertibkan kapal wisata di Labuan Bajo
Baca juga: Kemenparekraf lakukan inkubasi pengelolaan sarhunta di Labuan Bajo, Manggarai Barat