Kupang (ANTARA) - Kantor Wilayah Kemenkumham NTT menilai Kabupaten Ngada memiliki potensi produksi hasl hutan bukan kayu yang bisa didaftarkan ke Kemenkumham seperti Indikasi Geografis, Paten, Merek dan desain industri.

"Hasil hutan bukan kayu yang dimaksud adalah bambu, yang belum mendapat perhatian optimal dalam pengembangan dan pemanfaatan," kata Kakanwil Kemenkumham NTT Marciana D Jone dalam keterangan tertulis yang diterima di Kupang, Rabu (10/8/2022).

Marci sapaan akrab Marciana itu mengatakan hal tersebut saat bertemu dengan Bupati Ngada Andreas Garu untuk membahas mengenai Indikasi Geografis, mengingat bambu di Ngada memiliki potensi menjadi sumber bahan baku produk.

"Tentu hal ini akan diikuti dengan begitu banyak potensi kekayaan intelektual yang bisa didaftar seperti Indikasi Geografis, Paten, Merek dan Desain Industri," tuturnya.

Dalam kesempatan ini, Bupati Ngada Andreas Garu mengungkapkan bahwa Pemerintah Kabupaten Ngada telah merencanakan program pengembangan bambu yang terintegrasi.

Bahkan pihaknya telah membangun kolaborasi dengan berbagai pihak baik kementerian/lembaga maupun swasta untuk mendukung pemanfaatan bambu dalam menggerakkan perekonomian.

"Dari 12 kecamatan di Ngada, ada 10 kecamatan yang punya potensi bambu. Hampir 100 desa dari 135 desa di Ngada," ujarnya. 

Ia pun telah mengarahkan pemerintah desa untuk memanfaatkan semua potensi desa untuk kepentingan rakyat desa. Bahkan, dana desa bisa digunakan untuk pengembangan potensi bambu di desa.

Dalam pertemuan itu juga, Marciana yang didampingi oleh Kepala Bidang Pelayanan Hukum, Erni Mamo Li, bersama Bupati Ngada juga berdiskusi bersama dengan Ketua MPIG Kopi Arabika Flores Bajawa, Rikardus Nuga.

Diskusi itu mencakup upaya dan kendala MPIG Kopi AFB dalam mempertahankan karakteristik, mutu, dan reputasi dari Kopi Arabika Flores Bajawa.

Marci mengungkapkan ada beberapa permasalahan dalam keberlangsungan produk Indikasi Geografis Kopi Arabika Flores Bajawa seperti menurunnya produksi saat harga kopi terus meningkat.

Kemudian, lemahnya pengawasan yang mengakibatkan masuknya oknum tengkulak yang membeli kopi dari petani dan mengolah di luar SOP yang telah ditetapkan, serta beredarnya produk olahan kopi yang tidak tertera dalam Dokumen Deskripsi IG namun menggunakan logo IG Kopi Arabika Flores Bajawa.

“Hal-hal ini tentu dapat menyebabkan turunnya reputasi dari Kopi Arabika Flores Bajawa dan sertifikasi indikasi geografis dari Kopi Arabika Flores Bajawa terancam dicabut,” tambah dia.

Karena itu Marci menyampaikan terima kasih atas terbentuknya Perda Kabupaten Ngada nomor 8 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan pelindungan kekayaan intelektual, dan pihaknya berharap Perda itu menjadi payung hukum dalam keberlangsungan produk Indikasi Geografis Kopi Arabika Flores Bajawa.

Baca juga: Artikel - Cerita perajin bambu dari jualan di trotoar hingga ikut pameran di G20

Ketua MPIG Kopi Arabika Flores Bajawa, Rikardus Nuga memohon dukungan penuh dari Pemerintah Daerah Kabupaten Ngada melalui OPD terkait dan pihak Kemenkumham dalam menjalankan program pengembangan produk IG oleh MPIG Kopi Arabika Flores Bajawa yang dirasa belum optimal saat ini.

Baca juga: Pemkab Ngada manfaatkan potensi bambu pada 10 kecamatan

“Kami mengharapkan adanya intervensi pemerintah baik pusat maupun daerah sehingga produk kebanggaan masyarakat Ngada ini dapat terus eksis di kancah internasional," ujarnya.


Pewarta : Kornelis Kaha
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024