Kupang (AntaraNews NTT) - Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Pater Gregorius Neonbasu, SVD.PhD menilai maraknya kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal dari Nusa Tenggara Timur belakangan ini, karena buruknya manajemen pendidikan yang diterima para calon TKI.
"Artinya, masalah ekonomi bukan semata menjadi pemicu lahirnya TKI ilegal, tetapi juga karena buruknya manajemen pendidikan, baik pendidikan dalam keluarga (informal, nonformal) serta pendidikan formal tentang ketenagakerjaan," katanya kepada Antara di Kupang, Senin (15/10).
Hal ini disampaikannya berkaitan dengan masalah TKI ilegal di NTT yang hingga saat ini belum juga selesai. Sejumlah TKI ilegal masih terus digagalkan keberangkatannya oleh petugas keamanan, baik di bandara maupun di pelabuhan, sementara para pelakunya selalu saja lolos dari incaran petugas keamanan.
Menurut dia, kesiapan TKI dalam perspektif pendidikan, dapat terjadi oleh karena pendidikan tidak mampu mempersiapkan pola pikir dan cara berperilaku warga di tengah masyarakat yang berbeda budaya.
"Jika mereka (TKI) mempunyai pendidikan yang baik, tentu hal-hal yang berkaitan dengan TKI ilegal tidak akan terjadi," ujarnya.
Selain itu, masalah dimensi kehidupan sosial yang lebih umum dari para calon TKI yang selama ini menetap di desa dan kampung-kampung.
Baca juga: TKI dari NTT hanya memikirkan bisa bekerja di Malaysia
Neonbasu mengatakan ketika mereka mendapat kesempatan untuk bekerja dan menetap di tempat-tempat yang lebih maju seperti di Malaysia, maka tekanan dari aspek sosial menjadi tumbal, karena banyak TKI yang tidak siap pakai.
"Calon TKI kita dari ruang lingkup yang terbatas masuk ke ruang lingkup yang lebih terbuka dan luas, hal ini tentunya membuat para TKI kita bingung," kata rohaniawan katolik yang juga antropolog budaya itu.
Kemudian juga kemampuan pribadi dari TKI sendiri, dalam arti sejauh TKI dapat menyesuaikan diri dengan suasana dan lingkungan baru di tempat kerja, maka hampir pasti tidak ada kesulitan berarti bagi dirinya.
Dalam arti bahwa calon TKI yang memiliki kemampuan untuk cepat menyesuaikan diri dan dapat melakukan pekerjaan, maka berbagai persoalan yang selama ini muncul akan dapat diatasi.
Dosen Antropologi itu juga menambahkan bahwa saat ini Gubernur dan Wagub NTT, Viktor Laiskodat - Josef Nae Soi mulai bekerja dan memberantas kasus TKI ilegal tersebut.
"Menurut saya, kita harus memberi waktu dan kesempatan kepada mereka (Gubernur-Wakil Gubernur) dulu agar program mereka bisa dilaksanakan. Masyarakat bisa mengawal dengan memberi kontribusi pemikiran dan sumbangan partisipasi kepada mereka setiap hari," ujarnya.
Baca juga: Wagub NTT: Moratorium pengiriman TKI perlu segera dilakukan
"Artinya, masalah ekonomi bukan semata menjadi pemicu lahirnya TKI ilegal, tetapi juga karena buruknya manajemen pendidikan, baik pendidikan dalam keluarga (informal, nonformal) serta pendidikan formal tentang ketenagakerjaan," katanya kepada Antara di Kupang, Senin (15/10).
Hal ini disampaikannya berkaitan dengan masalah TKI ilegal di NTT yang hingga saat ini belum juga selesai. Sejumlah TKI ilegal masih terus digagalkan keberangkatannya oleh petugas keamanan, baik di bandara maupun di pelabuhan, sementara para pelakunya selalu saja lolos dari incaran petugas keamanan.
Menurut dia, kesiapan TKI dalam perspektif pendidikan, dapat terjadi oleh karena pendidikan tidak mampu mempersiapkan pola pikir dan cara berperilaku warga di tengah masyarakat yang berbeda budaya.
"Jika mereka (TKI) mempunyai pendidikan yang baik, tentu hal-hal yang berkaitan dengan TKI ilegal tidak akan terjadi," ujarnya.
Selain itu, masalah dimensi kehidupan sosial yang lebih umum dari para calon TKI yang selama ini menetap di desa dan kampung-kampung.
Baca juga: TKI dari NTT hanya memikirkan bisa bekerja di Malaysia
Neonbasu mengatakan ketika mereka mendapat kesempatan untuk bekerja dan menetap di tempat-tempat yang lebih maju seperti di Malaysia, maka tekanan dari aspek sosial menjadi tumbal, karena banyak TKI yang tidak siap pakai.
"Calon TKI kita dari ruang lingkup yang terbatas masuk ke ruang lingkup yang lebih terbuka dan luas, hal ini tentunya membuat para TKI kita bingung," kata rohaniawan katolik yang juga antropolog budaya itu.
Kemudian juga kemampuan pribadi dari TKI sendiri, dalam arti sejauh TKI dapat menyesuaikan diri dengan suasana dan lingkungan baru di tempat kerja, maka hampir pasti tidak ada kesulitan berarti bagi dirinya.
Dalam arti bahwa calon TKI yang memiliki kemampuan untuk cepat menyesuaikan diri dan dapat melakukan pekerjaan, maka berbagai persoalan yang selama ini muncul akan dapat diatasi.
Dosen Antropologi itu juga menambahkan bahwa saat ini Gubernur dan Wagub NTT, Viktor Laiskodat - Josef Nae Soi mulai bekerja dan memberantas kasus TKI ilegal tersebut.
"Menurut saya, kita harus memberi waktu dan kesempatan kepada mereka (Gubernur-Wakil Gubernur) dulu agar program mereka bisa dilaksanakan. Masyarakat bisa mengawal dengan memberi kontribusi pemikiran dan sumbangan partisipasi kepada mereka setiap hari," ujarnya.
Baca juga: Wagub NTT: Moratorium pengiriman TKI perlu segera dilakukan