Lubukbasung, Sumbar (ANTARA) - Ketika satwa liar yang memiliki habitat khusus mulai memasuki permukiman warga, itu pertanda ada yang berubah di tempat aslinya mereka hidup. Tidak terkecuali harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae)

Meskipun harimau dengan habitat di hutan di Sumatera tersebut dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, saat ini populasinya diperkirakan tinggal sedikit. Oleh karena itu,  penting menjaga habitat si raja rimba agar mereka tidak punah dan bisa hidup berdampingan dengan manusia. Mendesak pula menghentikan perburuan satwa langka tersebut.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, berdasarkan data pendekatan daya tampung habitat yang terdiri dari dua lanskap, memperkirakan harimau sumatera yang hidup di hutan di provinsi ini  kurang dari 200 ekor.

Lanskap besar terbentang dari Taman Nasional Kerinci Seblat hingga ke Suaka Margasatwa Bukit Barisan. Di wilayah ini tercatat sekitar 70 hingga 100 ekor harimau, sedangkan untuk lanskap yang terbentang dari Cagar Alam Maninjau hingga ke Batang Gadis, tercatat sekitar 100 ekor.

Namun populasi tersebut bisa berkurang bila perburuannya tidak segera dihentikan. Harimau itu masih diburu karena bagian-bagian tubuhnya laku diperjualbelikan. Ancaman kepunahan makin mendekat mengingat habitat harimau juga kian menyempit akibat eksploitasi hutan.

Dengan kondisi habitat yang menyempit, bisa saja harimau sumatera kini mencari makan di lokasi baru sehingga satwa itu masuk ke permukiman dan memangsa ternak milik warga, seperti sapi, kerbau, anjing, dan lainnya.

Akibatnya, terjadi konflik antara manusia dengan satwa jenis harimau. Kondisi itu terjadi di Mudiak Sawah, Nagari Parik Panjang, Kecamatan Matua, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Di daerah itu, satu ekor anjing milik Edison yang diikat di pondok sawah dimangsa harimau sumatera pada 2 September lalu.

Edison, 60 tahun, menemukan anjingnya tidak ada di pondok tersebut saat hendak memberi makan pada pagi itu.

Melihat anjingnya tidak ada, ia terkejut dan mencoba mencari di sekitar lokasi sawah dan kebun cabai. Namun ia menemukan jejak kaki harimau sumatera di sekitar pondok yang tidak jauh dari rumahnya.

Jejak kaki satwa tersebut juga ditemukan di pematang sawah dan lahan cabai yang ada di dekat pondok.

Mendapati anjingnya dimangsa harimau sumatera, Edison memberitahukan kejadian itu ke warga lain dan Wali Nagari Parik Panjang, Kecamatan Matur.

Wali Nagari Parik Panjang, Yulianto, mengatakan harimau sumatera yang memangsa ternak itu dipastikan pendatang karena harimau di hutan Parik Panjang tidak pernah mengganggu ternak warga.

Hutan di Parik Panjang memang dihuni harimau sumatera semenjak dahulu, namun keberadaan satwa itu tidak mengganggu dan tidak memangsa ternak warga dan sepengetahuannya hanya itulah  ternak warga dimangsa harimau.

Selama ini, keberadaan harimau sumatera penghuni hutan itu malah dapat membantu petani apabila ada serangan hama babi hutan ke tanaman padi mereka.

Harimau sumatera penghuni hutan bakal turun memakan hama babi yang sedang merusak padi, sehingga padi warga terhindar dari serangan hama pemangsa tanaman pangan tersebut.

Yang bisa dilakukan agar harimau sumatera dan warga bisa hidup berdampingan pada saat ini adalah mencegah perburuan sekaligus mempertahankan luas habitan satwa tersebut.

Menyusutnya habitat harimau sumatera di area tertentu bisa mengancam kawasan lain karena satwa tersebut terpaksa keluar dari habitat untuk mencari makan di tempat lain, bahkan hingga ke permukiman warga.

Sejak 16 Agustus sampai 2 September 2022, tercatat lima ekor ternak warga Kecamatan Matua dimangsa satwa liar bertempat di Aia Taganang, Jorong Aia Taganang, Nagari Matua Hilia empat ekor dan Mudiak Sawah, Nagari Parik Panjang, Kecamatan Matua satu ekor anjing pada Jumat (2/9)

Empat ekor ternak milik warga Aia Taganang, Jorong Aia Taganang, terdiri atas  dua anjing dan dua kerbau.

Kedua anjing tersebut ditemukan mati di lokasi kebun oleh pemiliknya pada 16 Agutu dan 18 Agustus lalu, sementara dua kerbau mengalami luka robek pada bagian kaki kiri.

Pemilik kerbau, Basri (52), mengatakan dua ekor anak kerbau dimangsa satwa saat berada di kebun bersama induknya pada Sabtu (20/8) sehingga mengalami luka pada bagian kaki kiri.

Atas kejadian itu, ketiga kerbau langsung dibawa ke rumah guna meminimalkan kejadian serupa dan mencegah kerugian. Ia terpaksa mencarikan pakan setiap hari untuk ketiga kerbau tersebut.

Selama digembalakan di dekat rumah, dua anak kerbau juga mendapatkan pengobatan dari dokter hewan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesehatan Hewan Kecamatan Matua. Kondisi dua ekor kerbau yang terluka tersebut sudah membaik setelah mendapatkan penanganan dari dokter hewan.

Pada lokasi gigitan, terjadi infeksi namun sekarang peradangan sudah mereda dan beberapa hari ke depan sudah sembuh.

Setelah lima ekor ternak warga dimangsa satwa, Camat Matua Subhan mengingatkan pentingnya  warga mengandangkan ternak ke sekitar rumah. Selain itu, ketika beraktivitas di kebun sebailknya lebih dari satu orang dan jangan keluar rumah pada malam hari sendirian.

Upaya tersebut dilakukan agar tidak menjadi korban dari serangan satwa liar tersebut, baik harta berupa ternak maupun warga sendiri.

Pihaknya sudah melaporkan kejadian ternak warga dimangsa satwa liar ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar dan telah ditangani oleh BKSDA Sumbar melalui Resor Maninjau.

Penanganan

Kepala Resor Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Maninjau, Ade Putra, mengatakan pihaknya telah menangani laporan di Matua semenjak akhir Agustus lalu dengan cara verifikasi lapangan, wawancara dengan pemilik ternak, dan memasang tiga kamera jebak di lokasi ternak warga Aia Taganang dimangsa satwa liar.

Kamera jebak itu dipasang untuk 7 hari ke depan. Dari hasil observasi lapangan, petugas Resor KSDA Maninjau tidak menemukan tanda keberadaan satwa memangsa empat ternak, baik berupa jejak kaki, cakaran, dan kotoran.

Bahkan hasil dari tiga kamera jebak hanya merekam keberadaan babi hutan dan beruk.

Baca juga: Artikel - Perubahan iklim dan bencana hidrologi

"Kami tidak bisa memastikan satwa mangsa empat ternak warga Aia Taganang karena tidak ada tanda satwa berupa jejak kaki, cakaran, kotoran, dan gambar visual," katanya.

Untuk satwa memangsa satu ekor anjing di Mudiak Sawah, Nagari Parik Panjang, Kecamatan Matua, dipastikan jenis harimau sumatera dengan ukuran dewasa karena di lokasi serangan anjing itu ditemukan jejak kaki harimau sumatera di sepanjang kebun cabai dan pematang sawah.

Harimau tersebut hanya melintas ke Nagari Parik Panjang dan keberadaan satwa itu juga dilaporkan di Matua Mudiak.

Baca juga: Artikel - Menebalkan cinta tanah dan air dalam perayaan kemerdekaan

Petugas Resor KSDA Maninjau telah melakukan identifikasi lapangan, wawancara dengan warga, dan melakukan edukasi kepada masyarakat setempat.

Petugas juga bakal melakukan pemantauan satwa itu untuk beberapa hari ke depan dan bakal memasang kamera jebak di Matua Mudiak.

Aktivitas perburuan harimau sumatera oleh pihak yang tidak bertanggungjawab tidak hanya menyebabkan satwa itu kian punah namun juga berimbas kepada masyarakat sekitar.

Lebih dari itu, penting menjaga habitat masing-masing agar satwa liar tidak merambah ke permukiman warga untuk mencari mangsa.

Baca juga: Artikel - Keajaiban alam Danau Weekuri

Kesadaran itu perlu diwujudkan dalam tindakan konkret oleh semua pihak demi menyelamatkan si raja rimba langka tersebut agar tidak sirna.




 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjaga habitat agar si raja rimba tidak sirna

Pewarta : Ikhwan Wahyudi/Yusrizal
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024