Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia dikabarkan segera mencabut pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada akhir Oktober 2022, atau paling lambat awal bulan depan.
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM-UI) Pandu Riono menyampaikan itu berdasarkan hasil agenda Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin Presiden RI Joko Widodo bersama menteri terkait, serta kalangan epidemiologi, pekan lalu.
Pandu memang memiliki kapasitas memberi masukan kepada pemerintah perihal siklus pandemi di Indonesia berdasarkan Program Nasional Survei Serologi.
Sejak Desember 2021, Pandu termasuk epidemiolog yang ngotot agar pemerintah segera menyudahi PPKM. Sebab, membatasi ruang gerak masyarakat laksana dua mata pisau, semakin diasah tajam, semakin melemahkan pemulihan ekonomi.
Alasan kuat mendorong PPKM dihentikan, sebab laporan sero survei terakhir sebelum Lebaran 2022, di Jawa-Bali terjadi peningkatan proporsi penduduk yang mempunyai antibodi SARSCoV-2 penyebab COVID-19 sebesar 99,2 persen yang diiringi tren pelandaian laju kasus sejak beberapa pekan terakhir.
Tingkat kekebalan itu diukur Tim Pandemi FKM-UI berdasarkan capaian program vaksinasi dan imunitas alami yang dimiliki penyintas COVID-19. Meski, hingga sekarang belum diketahui berapa persentase antibodi ideal untuk melindungi masyarakat agar tidak tertular.
Berbagai tantangan ketidakpastian dan ancaman resesi global yang kini membayangi, harus disikapi pemerintah dengan berbagai upaya antisipasi dan penguatan, sekaligus menumbuhkan optimisme bagi perekonomian nasional.
PPKM merupakan intervensi pemerintah Indonesia untuk melindungi masyarakat dari risiko penularan virus corona yang bergulir sejak awal 2021, saat itu namanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berdurasi rata-rata selama dua pekan, berdasarkan tren laju kasus di setiap daerah.
Hingga hari ini, PPKM masih aktif di seluruh provinsi di Indonesia dengan berbagai pelonggaran Level 1 yang nyaris kembali normal, seperti aktivitas dan operasional perkantoran, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, aktivitas beribadah, hingga ruang publik telah dibuka penuh.
Namun tetap ada pembatasan aktivitas pada PPKM Level 1, seperti belajar mengajar secara terbatas, wajib menggunakan Aplikasi PeduliLindungi, di mana pengunjung dengan kategori hijau yang boleh masuk, kecuali tidak bisa divaksin karena alasan kesehatan.
Selain itu, Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 45 dan 46 Tahun 2022 dengan masa berlaku hingga 7 November 2022 juga memerintahkan masyarakat untuk tetap memakai masker saat di luar rumah, di samping mengikuti protokol kesehatan yang diatur oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan Kementerian Kesehatan.
Ujung PPKM
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto dalam acara puncak peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana, di Kota Balikpapan, Jumat (14/10), membenarkan rencana Presiden Joko Widodo mencabut ketentuan PPKM di akhir Oktober 2022.
Pernyataan itu menjadi penanda bahwa pemerintah mulai percaya diri menghadapi siklus pandemi COVID-19 ke depan, salah satunya dengan berpegang pada laporan ilmiah survei serologi.
Analisa Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemenkes RI per 10 Oktober 2022, tren kasus konfirmasi pada dua pekan terakhir mengalami penurunan dari 1.921 menjadi 1.489 kasus. Kasus aktif turun dari 22.762 menjadi 16.552 kasus dan kasus kematian stabil di atas rata-rata 10 jiwa.
Pun dengan jumlah pasien yang dirawat turun dari 3.062 menjadi 2.779 orang, dengan tingkat keterisian rumah sakit turun dari 4,96 persen menjadi 4,61 persen. Tapi rasio kontak erat meningkat dari 10,9 persen menjadi 12,9 persen, dari rasio kontak erat seharusnya di atas 15 persen.
Situasi saat ini memang berada pada fluktuasi pandemi terendah dalam kurun dua tahun terakhir. Meski siklus mutasi virus biasanya bergulir setiap enam bulan sekali.
Suharyanto juga mengabarkan bahwa pemerintah masih menunggu perubahan status pandemi menjadi endemi hingga Februari 2023 untuk mengamati siklus mutasi virus di belahan dunia dan mengamati masa perlindungan vaksin pada seluruh peserta.
Jika tren kasus di Tanah Air mampu ditekan serendah mungkin dari capaian saat ini, Indonesia akan bersurat secara resmi kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk meminta status endemi.
PPKM memang merupakan salah satu indikator situasi darurat kesehatan yang perlu lebih dulu dicabut oleh pemerintah, apabila situasi pandemi dalam negeri dianggap telah sepenuhnya terkendali.
Pencabutan PPKM diharapkan bisa membuat masyarakat semakin yakin bahwa COVID-19 bukan lagi penyakit yang menakutkan, sebab sarana dan prasarana, seperti instalasi perawatan rumah sakit, tenaga kesehatan, obat-obatan, hingga vaksin, telah seluruhnya tersedia.
Di Indonesia terdapat dua kebijakan terkait status kegawatdaruratan yang ditetapkan pemerintah tentang pandemi, yakni Keppres Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat COVID-19 dan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran COVID-19 sebagai Bencana Nasional.
Dua kebijakan politik itu diambil Pemerintah Indonesia merujuk pada penetapan status pandemi COVID-19 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dinamakan Public Health Emergency International Concern (PHEIC) yang berlaku sejak 30 Januari 2020.
Etape mengakhiri pandemi di Indonesia berikutnya adalah menunggu keputusan WHO terkait status endemi di dunia, serta mencabut dua kebijakan terkait status kegawatdaruratan nasional setelah intervensi PPKM resmi diakhiri.
Menuju endemi
Pencabutan status PPKM sesungguhnya melimpahkan tanggung jawab perlindungan terhadap risiko penularan COVID-19 kepada masing-masing individu, dari semula di tangan pemerintah melalui satu komando dari Presiden Joko Widodo.
Mengingat status pandemi hingga saat ini masih ada dan kasus serta kematian karena COVID-19 juga masih terjadi setiap hari, maka akan baik jika masyarakat menyegerakan diri mengakses layanan vaksinasi.
Baca juga: Artikel - Melepas status darurat kesehatan di Indonesia
Persentase cakupan vaksinasi COVID-19 primer 1 saat ini sebesar 87,10 persen, primer 2 sebesar 72,87 persen dan booster 1 sebesar 27,23 persen dari target sasaran 234,66 juta jiwa.
Cakupan vaksinasi booster yang relatif rendah, setidaknya kelompok risiko tinggi tetap menjalankan protokol kesehatan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) di tempat yang berpotensi besar terjadi penularan.
Siapa pun yang merasa ada gejala ke arah COVID-19, maka sebaiknya memeriksakan dirinya ke fasilitas layanan kesehatan terdekat seraya
terus mengikuti perkembangan situasi COVID-19 di Indonesia dan dunia, sampai masalahnya sepenuhnya diatasi dan menjadi endemi.
Baca juga: Artikel - jangan siakan peluang endemi di depan mata
Jika pandemi sudah sepenuhnya dinyatakan selesai, maka perlu diingat bahwa virusnya masih akan menetap di tengah masyarakat dalam jangka waktu yang panjang.
Selain itu, masih akan ada pertanyaan tentang COVID-19 yang belum sepenuhnya dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan yang saat ini terus berkembang, di antaranya tentang masa perlindungan vaksin, hingga dampak lanjutan infeksi virus corona dalam jangka panjang.
Baca juga: Artikel - upaya memacu vaksinasi nasional
Masyarakat juga perlu melakukan langkah pencegahan dan persiapan untuk mengantisipasi potensi pandemi berikutnya.
Marilah kita semua tetap menjaga pola hidup sehat, ada atau tidak ada pandemi COVID-19. Ingatlah, pengalaman hampir tiga tahun pandemi COVID-19 menunjukkan pada kita bahwa kesehatan bukanlah segalanya, tapi tanpa kesehatan, segalanya bukanlah apa-apa.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pandemi di ujung etape PPKM
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM-UI) Pandu Riono menyampaikan itu berdasarkan hasil agenda Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin Presiden RI Joko Widodo bersama menteri terkait, serta kalangan epidemiologi, pekan lalu.
Pandu memang memiliki kapasitas memberi masukan kepada pemerintah perihal siklus pandemi di Indonesia berdasarkan Program Nasional Survei Serologi.
Sejak Desember 2021, Pandu termasuk epidemiolog yang ngotot agar pemerintah segera menyudahi PPKM. Sebab, membatasi ruang gerak masyarakat laksana dua mata pisau, semakin diasah tajam, semakin melemahkan pemulihan ekonomi.
Alasan kuat mendorong PPKM dihentikan, sebab laporan sero survei terakhir sebelum Lebaran 2022, di Jawa-Bali terjadi peningkatan proporsi penduduk yang mempunyai antibodi SARSCoV-2 penyebab COVID-19 sebesar 99,2 persen yang diiringi tren pelandaian laju kasus sejak beberapa pekan terakhir.
Tingkat kekebalan itu diukur Tim Pandemi FKM-UI berdasarkan capaian program vaksinasi dan imunitas alami yang dimiliki penyintas COVID-19. Meski, hingga sekarang belum diketahui berapa persentase antibodi ideal untuk melindungi masyarakat agar tidak tertular.
Berbagai tantangan ketidakpastian dan ancaman resesi global yang kini membayangi, harus disikapi pemerintah dengan berbagai upaya antisipasi dan penguatan, sekaligus menumbuhkan optimisme bagi perekonomian nasional.
PPKM merupakan intervensi pemerintah Indonesia untuk melindungi masyarakat dari risiko penularan virus corona yang bergulir sejak awal 2021, saat itu namanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berdurasi rata-rata selama dua pekan, berdasarkan tren laju kasus di setiap daerah.
Hingga hari ini, PPKM masih aktif di seluruh provinsi di Indonesia dengan berbagai pelonggaran Level 1 yang nyaris kembali normal, seperti aktivitas dan operasional perkantoran, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, aktivitas beribadah, hingga ruang publik telah dibuka penuh.
Namun tetap ada pembatasan aktivitas pada PPKM Level 1, seperti belajar mengajar secara terbatas, wajib menggunakan Aplikasi PeduliLindungi, di mana pengunjung dengan kategori hijau yang boleh masuk, kecuali tidak bisa divaksin karena alasan kesehatan.
Selain itu, Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 45 dan 46 Tahun 2022 dengan masa berlaku hingga 7 November 2022 juga memerintahkan masyarakat untuk tetap memakai masker saat di luar rumah, di samping mengikuti protokol kesehatan yang diatur oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan Kementerian Kesehatan.
Ujung PPKM
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto dalam acara puncak peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana, di Kota Balikpapan, Jumat (14/10), membenarkan rencana Presiden Joko Widodo mencabut ketentuan PPKM di akhir Oktober 2022.
Pernyataan itu menjadi penanda bahwa pemerintah mulai percaya diri menghadapi siklus pandemi COVID-19 ke depan, salah satunya dengan berpegang pada laporan ilmiah survei serologi.
Analisa Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemenkes RI per 10 Oktober 2022, tren kasus konfirmasi pada dua pekan terakhir mengalami penurunan dari 1.921 menjadi 1.489 kasus. Kasus aktif turun dari 22.762 menjadi 16.552 kasus dan kasus kematian stabil di atas rata-rata 10 jiwa.
Pun dengan jumlah pasien yang dirawat turun dari 3.062 menjadi 2.779 orang, dengan tingkat keterisian rumah sakit turun dari 4,96 persen menjadi 4,61 persen. Tapi rasio kontak erat meningkat dari 10,9 persen menjadi 12,9 persen, dari rasio kontak erat seharusnya di atas 15 persen.
Situasi saat ini memang berada pada fluktuasi pandemi terendah dalam kurun dua tahun terakhir. Meski siklus mutasi virus biasanya bergulir setiap enam bulan sekali.
Suharyanto juga mengabarkan bahwa pemerintah masih menunggu perubahan status pandemi menjadi endemi hingga Februari 2023 untuk mengamati siklus mutasi virus di belahan dunia dan mengamati masa perlindungan vaksin pada seluruh peserta.
Jika tren kasus di Tanah Air mampu ditekan serendah mungkin dari capaian saat ini, Indonesia akan bersurat secara resmi kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk meminta status endemi.
PPKM memang merupakan salah satu indikator situasi darurat kesehatan yang perlu lebih dulu dicabut oleh pemerintah, apabila situasi pandemi dalam negeri dianggap telah sepenuhnya terkendali.
Pencabutan PPKM diharapkan bisa membuat masyarakat semakin yakin bahwa COVID-19 bukan lagi penyakit yang menakutkan, sebab sarana dan prasarana, seperti instalasi perawatan rumah sakit, tenaga kesehatan, obat-obatan, hingga vaksin, telah seluruhnya tersedia.
Di Indonesia terdapat dua kebijakan terkait status kegawatdaruratan yang ditetapkan pemerintah tentang pandemi, yakni Keppres Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat COVID-19 dan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran COVID-19 sebagai Bencana Nasional.
Dua kebijakan politik itu diambil Pemerintah Indonesia merujuk pada penetapan status pandemi COVID-19 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dinamakan Public Health Emergency International Concern (PHEIC) yang berlaku sejak 30 Januari 2020.
Etape mengakhiri pandemi di Indonesia berikutnya adalah menunggu keputusan WHO terkait status endemi di dunia, serta mencabut dua kebijakan terkait status kegawatdaruratan nasional setelah intervensi PPKM resmi diakhiri.
Menuju endemi
Pencabutan status PPKM sesungguhnya melimpahkan tanggung jawab perlindungan terhadap risiko penularan COVID-19 kepada masing-masing individu, dari semula di tangan pemerintah melalui satu komando dari Presiden Joko Widodo.
Mengingat status pandemi hingga saat ini masih ada dan kasus serta kematian karena COVID-19 juga masih terjadi setiap hari, maka akan baik jika masyarakat menyegerakan diri mengakses layanan vaksinasi.
Baca juga: Artikel - Melepas status darurat kesehatan di Indonesia
Persentase cakupan vaksinasi COVID-19 primer 1 saat ini sebesar 87,10 persen, primer 2 sebesar 72,87 persen dan booster 1 sebesar 27,23 persen dari target sasaran 234,66 juta jiwa.
Cakupan vaksinasi booster yang relatif rendah, setidaknya kelompok risiko tinggi tetap menjalankan protokol kesehatan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) di tempat yang berpotensi besar terjadi penularan.
Siapa pun yang merasa ada gejala ke arah COVID-19, maka sebaiknya memeriksakan dirinya ke fasilitas layanan kesehatan terdekat seraya
terus mengikuti perkembangan situasi COVID-19 di Indonesia dan dunia, sampai masalahnya sepenuhnya diatasi dan menjadi endemi.
Baca juga: Artikel - jangan siakan peluang endemi di depan mata
Jika pandemi sudah sepenuhnya dinyatakan selesai, maka perlu diingat bahwa virusnya masih akan menetap di tengah masyarakat dalam jangka waktu yang panjang.
Selain itu, masih akan ada pertanyaan tentang COVID-19 yang belum sepenuhnya dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan yang saat ini terus berkembang, di antaranya tentang masa perlindungan vaksin, hingga dampak lanjutan infeksi virus corona dalam jangka panjang.
Baca juga: Artikel - upaya memacu vaksinasi nasional
Masyarakat juga perlu melakukan langkah pencegahan dan persiapan untuk mengantisipasi potensi pandemi berikutnya.
Marilah kita semua tetap menjaga pola hidup sehat, ada atau tidak ada pandemi COVID-19. Ingatlah, pengalaman hampir tiga tahun pandemi COVID-19 menunjukkan pada kita bahwa kesehatan bukanlah segalanya, tapi tanpa kesehatan, segalanya bukanlah apa-apa.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pandemi di ujung etape PPKM