Kupang, (AntaraNewsNTT) - Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Josef Nae Soi mengaku optimistis gerakan konsumsi kelor yang sedang digalakkan pemerintah setempat akan membebaskan daerah itu dari persoalan stunting atau gizi kronis.
"Kelor itu nutrisi paling tinggi di dunia dan kelor di Nusa Tenggara Timur paling hebat setelah itu baru di Spanyol," katanya kepada wartawan di Kupang, Senin, (12/11) usai memimpin upacara memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-53.
Ia mengemukakan hal itu berkaitan dengan penanganan masalah stunting dan gizi buruk yang sering kali melanda masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Menurutnya, wilayah provinsi berbasiskan kepulauan ini telah dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa, salah satunya berupa tanam kelor dengan kandungan gizi yang sangat tinggi.
"Ini luar biasa, Tuhan sudah kasih kita kelor yang luar biasa yang bisa kita manfaatkan untuk membebaskan daerah kita dari masalah gizi buruk," katanya.
Yosef Nae Soi bersama Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat memiliki salah satu program unggulan pengembangan kelor secara besar-besaran melalui gerakan "revolusi hijau".
Pemerintah provinsi menargetkan jumlah pohon kelor yang akan ditanam selama lima tahun ke depan mencapai sebanyak 50 juta pohon.
Untuk itu, Dinas Pertanian Provinsi NTT akan mengembangkannya melalui dua klaster yakni daun kering untuk kebutuhan industri dan klaster daun segar dan biji untuk konsumsi dalam rangka meningkatkan gizi masyarakat.
Pengembangan klaster daun kering dilakukan melalui lahan atau demplot yang telah disiapkan pemerintah, sementara klaster daun segar dan biji cara tanaman lorong (alley cropping) yang ditanam di pematang maupun teras milik masyarakat.
Dalam konteks itu, Nae Soi juga meminta dukungan peran media masa di daerah itu untuk terus menggerakkan masyarakat setempat agar secara rutin mengkonsumsi kelor perbaikan gizi.
"Mari kita semua makan kelor, kelor itu nutrisi paling tinggi di dunia dan kita di Nusa Tenggara Timur sudah memiliki sumber daya alam yang luar biasa ini," katanya.
"Kelor itu nutrisi paling tinggi di dunia dan kelor di Nusa Tenggara Timur paling hebat setelah itu baru di Spanyol," katanya kepada wartawan di Kupang, Senin, (12/11) usai memimpin upacara memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-53.
Ia mengemukakan hal itu berkaitan dengan penanganan masalah stunting dan gizi buruk yang sering kali melanda masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Menurutnya, wilayah provinsi berbasiskan kepulauan ini telah dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa, salah satunya berupa tanam kelor dengan kandungan gizi yang sangat tinggi.
"Ini luar biasa, Tuhan sudah kasih kita kelor yang luar biasa yang bisa kita manfaatkan untuk membebaskan daerah kita dari masalah gizi buruk," katanya.
Yosef Nae Soi bersama Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat memiliki salah satu program unggulan pengembangan kelor secara besar-besaran melalui gerakan "revolusi hijau".
Pemerintah provinsi menargetkan jumlah pohon kelor yang akan ditanam selama lima tahun ke depan mencapai sebanyak 50 juta pohon.
Untuk itu, Dinas Pertanian Provinsi NTT akan mengembangkannya melalui dua klaster yakni daun kering untuk kebutuhan industri dan klaster daun segar dan biji untuk konsumsi dalam rangka meningkatkan gizi masyarakat.
Pengembangan klaster daun kering dilakukan melalui lahan atau demplot yang telah disiapkan pemerintah, sementara klaster daun segar dan biji cara tanaman lorong (alley cropping) yang ditanam di pematang maupun teras milik masyarakat.
Dalam konteks itu, Nae Soi juga meminta dukungan peran media masa di daerah itu untuk terus menggerakkan masyarakat setempat agar secara rutin mengkonsumsi kelor perbaikan gizi.
"Mari kita semua makan kelor, kelor itu nutrisi paling tinggi di dunia dan kita di Nusa Tenggara Timur sudah memiliki sumber daya alam yang luar biasa ini," katanya.