Bawaslu merekomendasikan penundaan pleno DPTHP2, ada apa?

id Jemris

Bawaslu merekomendasikan penundaan pleno DPTHP2, ada apa?

Anggota Bawaslu NTT Jemris Fointuna (kanan) saat mendampingi Ketua KPU NTT Tanti Luturmas Adoe (kiri) ketika memberikan Pembekalan Pemilu 2019 bagi Caleg DPD Gerindra NTT di Sekolah Lapangan Nekamese, Kabupaten Kupang, NTT, Sabtu (10/11/2018). (ANTARA Foto/Kornelis Kaha)

"Rekomendasi penundaan rapat pleno DPTHP2 ini berlangsung hingga batas waktu yang tidak ditentukan," kata Jemris Fointuna.
Kupang (AntaraNews NTT) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Nusa Tenggara Timur akhirnya merekomendasikan penundaan rapat pleno penetapan daftar pemilih tetap hasil perbaikan (DPTHP2), karena banyak pemilih non e-KTP tidak memiliki identitas, tetapi masuk dalam DPTHP2.

"Rekomendasi penundaan rapat pleno DPTHP2 ini berlangsung hingga batas waktu yang tidak ditentukan," kata Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Timur Jemris Fointuna kepada wartawan di Kupang, Jumat (16/11).

Ia mengatakan papat pleno rekapitulasi DPTHP2 mulai berlangsung sejak Rabu (14/11) dan dilanjutkan pada Kamis (15/11), tetapi Bawaslu NTT tetap merekomendasikan untuk penundaan hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

Menurut dia, peserta pemilu dan KPU juga telah sepakat dengan rekomendasi Bawaslu NTT, sekaligus memberikan kesempatan kepada penyelenggara untuk melakukan pembenahan-pembenahan.

Dia mengatakan, ada sejumlah alasan mendasar antara lain di Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Sumba Tengah terdapat pemilih non e-KTP (pemilih tanpa identitas) yang dimasukan dalam DPTHP2 sehingga KPU harus mengeluarkan pemilih non e-KTP dari DPTHP2.

Pemilih non e-KTP di Kabupaten Sumba Timur sebanyak 2.734 dan Kabupaten Sumba Tengah 143 pemilih.  "Seharusnya, pemilih tanpa identitas hanya dicatat dalam form AC," kata Jemris Fointuna.

Baca juga: Kapolda: dua pertiga pasukan amankan pemilu 2019

Selain itu, di Kabupaten Nagekeo dan Kabupaten Alor harus memperbaiki berita acara pleno DPTHP2, karena terjadi kesalahan penginputan data pada lampiran berita acara.

Hal ini berpengaruh pada jumlah DPTHP1 yang ditetapkan sebelumnya dengan data DPTHP 1 pada BA pleno rekapitulasi DPTHP2.

Alasan lain adalah di Kabupaten Rote Ndao, Desa Tesabela, Kecamatan Pantai Baru hilang dari sistem informasi data pemilih (Sidalih), dan 30 desa pemekaran tidak ada dalam Sidalih.

"Dan ada satu desa siluman namanya Desa Muara Leba muncul dalam DPT Kabupaten Rote Ndao. KPU masih melakukan koordinasi dengan KPU RI untuk segera memasukan desa yang hilang dan 30 desa pemekaran yang namanya tidak ada dalam sistem pendaftaran pemilih," katanya.

Baca juga: Bawaslu NTT siap kawal pemilu 2019