Artikel - Perubahan Nyata Pemanasan Global

id cuaca

Artikel - Perubahan Nyata Pemanasan Global

Perubahan iklim dunia

Kesepakatan internasional dan kebijakan nasional menyikapi adanya perubahan iklim tidaklah sebatas hitam di atas putih saja, melainkan tindakan lokal dalam masyarakat secara nyata dan berpikir global agar stabilitas alam terjaga.  
Kupang (ANTARA News NTT) - Pemanasan global (global warming) adalah meningkatnya temperatur rata-rata di atmosfer, laut dan daratan bumi yang kemudian mempengaruhi perubahan suhu, tekanan udara, angin, curah hujan dan kelembaban.

Menurut laporan Intergovernmental on Panel Climate Change (IPCC) suhu global rata-rata meningkat dengan laju 0,3 0C per dasawarsa. Diperkirakan pada 2030 hingga 2050 suhu global rata-rata naik menjadi 1,50 sampai 4,5 0C.  Dan, efek perubahan iklim secara signifikan ini berdampak pada wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang dirilis pada tahun 2015/2016 menyebutkan bahwa wilayah NTT mengalami kekeringan yang sangat hebat dan cukup signifikan.

Menurut BMKG, tahun 2015/2016 merupakan tahun El Nino yang sangat kuat dan memberikan pengaruh terhadap curah hujan tahunan di wilayah NTT di mana pada tahun tersebut curah hujannya mencapai 959 mm/tahun (2015) dan 993 mm/tahun (2016).    

Kebijakan perubahan iklim di level internasional itu telah melahirkan berbagai kesepakatan yang berimplikasi pada berbagai sektor. 

Sesuai dengan komitmen Pemerintah Indonesia dalam menyikapi kesepakatan internasional menghadapi perubahan iklim tersebut, target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) merupakan hal yang paling utama, yakni melalui usaha sendiri (26 persen), dan dari sektor kehutanan sebesar 0,672 Giga Ton CO2e.

Sedang, target skema penurunan emisi GRK dengan dukungan internasional sebesar 41 persen, dan dari sektor kehutanan 1.039 giga ton CO2e (Perpres Nomor 61 Tahun 2011).

Sementara, Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) dibagi dalam enam bagian, yakni pertama, menekan laju deforestasi dan degradasi hutan untuk menurunkan emisi GRK.

Kedua, meningkatkan penanaman untuk mendukung penyerapan GRK, ketiga meningkatkan upaya pengamanan hutan dari kebakaran dan pembalakan liar dan penerapan Sustainable Forest Management (SFM), 

Keempat, melakukan perbaikan tata air (jaringan), serta menstabilkan elevasi muka air pada jaringan tata air rawa, kelima, mengoptimalisasikan sumber daya lahan dan air tanpa melakukan deforestasi, dan enam menerapkan teknologi pengelolaan lahan budidaya pertanian dengan emisi GRK serendah mungkin dan mengabsorpsi CO2 seoptimal mungkin.

Ketika suatu negara menghasilkan efek rumah kaca, maka emisinya akan membawa bahaya bagi negara-negara di belahan dunia lainnya, sedang negara itu sendiri, hanya menderita sebagian dari kerusakan yang ditimbulkannya. Makanya, setiap negara memiliki tingkat polusi yang berbeda-beda. 

Tregedi milik bersama
Nelayan di tengah deruh gelombang

Oleh karena itu, jarang terdengar jika satu negara mengurangi emisi negaranya untuk kepentingannya sendiri, meskipun pengurangan emisi global dapat menguntungkan setiap negara. 

Artinya, masalah perubahan iklim adalah tragedi milik bersama dan emisi gas rumah kaca tidak mengenal batas negara. Mitigasi iklim yang efektif menuju kepada sebuah perubahan tidak akan tercapai jika setiap negara bertindak secara mandiri demi kepentingannya sendiri.  

UNFCCC menetapkan untuk tujuan menghindari gangguan antropogenik yang berbahaya dengan sistem iklim, dan menyebutkan bahwa apa yang disebut berbahaya itu sebagiannya merupakan tugas untuk etika. Selain keadilan dan hak, perhatian utama etika adalah nilai. Pertimbangan nilai mendasari pertanyaan tentang apa gangguan pada sistem iklim akan berbahaya.

Upaya mitigasi dapat dilakukan dengan cara efisiensi dan konservasi energi, mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan, seperti biofuels, energi matahari, energi angin dan energi panas bumi, efisiensi penggunaan energi minyak bumi melalui pengurangan subsidi dan mengoptimalkan energi pengganti minyak bumi, dan penggunaan energi Nuklir.

Contoh upaya mitigasi yang lain dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim terhadap sumber daya air antara lain Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan penaburan material semai (seeding agent) berupa powder atau flare, usaha rehabilitasi waduk dan embung.

Alokasi air melalui operasi waduk pola kering, pembangunan jaringan irigasi, penghijauan lahan kritis dan sosialisasi gerakan hemat air, peningkatan kehandalan sumber air baku, peningkatan pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA), pengembangan teknologi pengolahan air tepat guna, pembangunan dan rehabilitasi waduk dan embung serta pembangunan jaringan irigasi.

Kesepakatan internasional dan kebijakan nasional menyikapi adanya perubahan iklim tidaklah sebatas hitam di atas putih saja, melainkan tindakan lokal dalam masyarakat secara nyata dan berpikir global agar stabilitas alam terjaga.  

Perlu segera mengintegrasikan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim ke dalam system perencanaan pembangunan nasional. Selain itu mempersiapkan masyarakat agar lebih tanggap, siap, tahan dan kuat terhadap ancaman yang diakibatkan oleh perubahan iklim. 

Menjawab tantangan tersebut masih banyak diperlukan publikasi buku-buku dan penelitian bagi masyarakat yang kurang akan informasi terkait masalah perubahan iklim di Indonesia khususnya di wilayah NTT.  
Kekeringan sebagai akibat dari emisi rumah kaca


**Para penulis adalah pengajar pada Uversitas Nusa Cendana (Undana) Kupang.