Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada awal perdagangan Kamis merosot menjadi Rp15.655 per dolar AS setelah rilis notulensi Federal Open Market Committee (FOMC) Amerika Serikat (AS) Januari 2024.
Notulensi tersebut menunjukkan bahwa mayoritas anggota tetap bank sentral AS atau The Fed berhati-hati mengenai waktu penurunan suku bunga kebijakan AS atau Fed Funds Rate (FFR).
"Rupiah dibuka melemah seiring dengan meningkatnya ketidakpastian global akibat beragamnya sentimen pasar AS," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada ANTARA di Jakarta, Kamis, (22/2/2024).
Kurs rupiah dibuka tergelincir 20 poin atau 0,13 persen menjadi Rp15.655 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.635 per dolar AS.
Anggota FOMC setuju bahwa tingkat suku bunga kebijakan telah mencapai puncaknya, namun mereka khawatir mengenai konsekuensi dari penurunan suku bunga yang terlalu cepat.
"Kekhawatiran ini bertepatan dengan data inflasi di level konsumen dan produsen yang jauh lebih tinggi dari perkiraan, serta laporan ketenagakerjaan yang cenderung solid," ujar Josua.
Di sisi lain, beberapa anggota FOMC sepakat untuk memperlambat fase Quantitative Tightening (QT) untuk memperlancar transisi kebijakan moneter. Namun, mereka masih belum jelas tentang proses berakhirnya QT.
Sinyal yang kurang dovish dari The Fed mendorong kenaikan imbal hasil (yield) US Treasury (UST). Yield UST tenor 10 tahun naik empat basis poin (bps) menjadi 4,32 persen.
Sementara dalam negeri, Bank Indonesia (Bl) mengumumkan pada Rabu (21/2) untuk mempertahankan suku bunga Bl-Rate pada 6 persen, dan menegaskan kembali bahwa BI akan tetap mempertahankan suku bunga tersebut setidaknya hingga paruh kedua tahun 2024. Pernyataan Bl tersebut menjadi sentimen positif bagi pergerakan rupiah.
Volume perdagangan obligasi pemerintah membukukan Rp17,37 triliun pada Rabu (21/2), lebih rendah dibandingkan volume perdagangan Selasa (20/2), sebesar Rp20,12 triliun.
Kepemilikan asing pada obligasi Pemerintah Indonesia turun Rp3,63 triliun menjadi Rp836 triliun, atau sebesar 14,59 persen dari total beredar pada 20 Februari 2024.
Josua memproyeksikan rupiah akan berada di rentang Rp15.600 per dolar AS sampai dengan Rp15.700 per dolar AS pada perdagangan hari ini.
Baca juga: Rupiah menguat seiring BI tahan BI-Rate
Baca juga: Rupiah melemah jadi Rp15.642 per dolar AS
Baca juga: Rupiah awal pekan alami pelemahan
"Kekhawatiran ini bertepatan dengan data inflasi di level konsumen dan produsen yang jauh lebih tinggi dari perkiraan, serta laporan ketenagakerjaan yang cenderung solid," ujar Josua.
Di sisi lain, beberapa anggota FOMC sepakat untuk memperlambat fase Quantitative Tightening (QT) untuk memperlancar transisi kebijakan moneter. Namun, mereka masih belum jelas tentang proses berakhirnya QT.
Sinyal yang kurang dovish dari The Fed mendorong kenaikan imbal hasil (yield) US Treasury (UST). Yield UST tenor 10 tahun naik empat basis poin (bps) menjadi 4,32 persen.
Sementara dalam negeri, Bank Indonesia (Bl) mengumumkan pada Rabu (21/2) untuk mempertahankan suku bunga Bl-Rate pada 6 persen, dan menegaskan kembali bahwa BI akan tetap mempertahankan suku bunga tersebut setidaknya hingga paruh kedua tahun 2024. Pernyataan Bl tersebut menjadi sentimen positif bagi pergerakan rupiah.
Volume perdagangan obligasi pemerintah membukukan Rp17,37 triliun pada Rabu (21/2), lebih rendah dibandingkan volume perdagangan Selasa (20/2), sebesar Rp20,12 triliun.
Kepemilikan asing pada obligasi Pemerintah Indonesia turun Rp3,63 triliun menjadi Rp836 triliun, atau sebesar 14,59 persen dari total beredar pada 20 Februari 2024.
Josua memproyeksikan rupiah akan berada di rentang Rp15.600 per dolar AS sampai dengan Rp15.700 per dolar AS pada perdagangan hari ini.
Baca juga: Rupiah menguat seiring BI tahan BI-Rate
Baca juga: Rupiah melemah jadi Rp15.642 per dolar AS
Baca juga: Rupiah awal pekan alami pelemahan
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kurs rupiah merosot setelah rilis notulensi FOMC AS