Artikel - Piala Thomas gagal digapai namun Jonatan besarkan asa sukses Olimpiade
Tak ada pemain yang bisa menghadang dia. Enam kali bertanding, enam kali menang. Semuanya dia lakukan lewat permainan yang semakin matang baik dari sudut teknis, fisik, maupun mental...
Jakarta (ANTARA) - Disebut sebagai pemain tunggal paling in form selama Piala Thomas tahun ini oleh komentator pertandingan bulu tangkis BWF, Jonatan Christie menjadi sinar terang di balik kegagalan tim putra Indonesia mengangkat trofi yang menjadi lambang supremasi bulu tangkis putra dunia itu.
Jika Piala Thomas 2024 dianggap sebagai mata ujian akhir untuk kelulusan bakal tampil bagusnya seorang atlet dalam Olimpiade Paris 2024, maka Jonatan adalah peserta ujian yang lulus dengan nilai sangat tinggi.
Tak ada pemain yang bisa menghadang dia. Enam kali bertanding, enam kali menang. Semuanya dia lakukan lewat permainan yang semakin matang baik dari sudut teknis, fisik, maupun mental.
Tampil dalam final ke-20 sejak mencapai bab puncak turnamen beregu putra ini pada 1958, tim putra Indonesia menyerah 1-3 kepada tuan rumah China.
Kekalahan Merah Putih ini lebih merupakan kekalahan mental, bahkan ganda Fajar Alfian/Rian Ardianto kalah lebih karena faktor tidak berpihaknya Dewi Fortuna kepada mereka.
Pasangan ini hampir membungkam suara bising penonton tuan rumah yang sudah justru menjadi energi pemberi semangat teramat besar bagi lawan-lawan Indonesia dalam final itu.
Indonesia langsung kehilangan poin pada partai pertama ketika Anthony Ginting menyerah dengan mudah kepada Shi Yu Qi.
Menanggung beban sebagai pembuka jalan dan bayangan mengangkat lagi trofi Piala Thomas setelah dia lakukan pada 2020, bisa menjadi beban teramat berat yang membuatnya menjadi tidak fokus dalam bagaimana menembus pertahanan lawan dan mencari kelemahannya.
Dua gim pun dia lewati dengan hasil sungguh di luar dugaan, kendati Shi Yu Qi bukan pemain sembarangan karena dia adalah pemain terdekat yang paling mungkin mengudeta Viktor Axelsen dari peringkat satu dunia.
Partai kedua yang mempertemukan ganda Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto berjalan lebih sesuai ekspektasi awam. Pasangan ini menghadapi ganda putra nomor satu dunia, Liang Wei Keng/Wang Chang.
Fajar/Rian yang berperingkat tujuh dunia dan dua bulan lalu menjuarai All England, tampil kokoh dalam semua aspek, kecuali keberuntungan. Mereka nyaris membuat Liang/Wang menelan kekalahan kedua berturut-turut setelah sehari sebelumnya dalam semifinal takluk kepada ganda nomor 5 dunia dari Malaysia, Aaron Chia/Soh Wooi Yik.
Fajar/Rian menyerah 18-21 pada gim pertama, tapi berbalik memenangkan gim kedua dengan 21-17, dan akhirnya menyerah dalam skor sama seperti gim kedua pada gim pamungkas.
Ada harapan, pasangan ini dapat mempersembahkan medali terbaik dalam Olimpiade Paris nanti, jika melihat bagaimana mereka bertarung dalam final Minggu malam tadi.
Atmosfer dan tekanan turnamen beregu yang digelar di negeri yang menjadi lawan berat Indonesia, mungkin lebih keras ketimbang yang akan dihadapi mereka di Paris mendatang.
Bahkan penampilan Ginting tadi malam bisa sangat berbeda dalam Olimpiade, seperti sudah dia lakukan tiga tahun lalu dalam Olimpiade Tokyo ketika dia mempersembahkan medali perunggu kepada Indonesia.
Pun dengan Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana menyerah dua gim langsung kepada He Ji Ting/Ren Xiang Yu yang sudah dua kali mereka kalahkan dan dua peringkat di bawah mereka.
Bagas/Fikri yang tidak lolos Olimpiade Paris tampil menanggung beban berat yang tak bisa mereka sembunyikan, seperti Ginting saat menyerah kepada Shi Yu Qi.
Paling siap
Perjalanan sempurna yang menumbuhkan harapan bahwa bulu tangkis Indonesia bisa mempertahankan tradisi emas Olimpiade, diperlihatkan Jonatan Christie yang berada dua tangga di bawah Viktor Axelsen dan Shi Yu Qi dalam daftar peringkat tunggal putra BWF.
Pebulu tangkis yang 17 Maret lalu mengakhiri dahaga gelar juara tunggal putra All England yang dirasakan Indonesia selama 30 tahun itu, memenangkan enam pertandingannya dalam Piala Thomas 2024.
Pertama, dia mengalahkan Nadeem Dalvi dari Inggris, kemudian Saran Jamsri dari Thailand, lalu Lakshya Sen dari India, ketiganya dalam pertandingan fase grup.
Dalam perempatfinal, dia menaklukkan Cho Geonyeop dari Korea Selatan dalam pertandingan tiga gim, untuk meretas pertemuan dengan Wang Tzu Wei dari China Taipei yang dia kalahkan dalam dua gim.
Dia kemudian ditantang Li Shi Feng dalam final, yang merupakan lawan berperingkat tertinggi yang dia hadapi selama Piala Thomas 2024, dan sudah pernah dia kalahkan dalam final Piala Thomas 2020.
Jonatan kembali sukses melewati hadangan Li, kendati Indonesia sudah tertinggal 0-2 dan fakta Li didukung penuh oleh penonton tuan rumah yang hampir selalu sukses membakar semangat pemain-pemain China untuk mengalahkan lawan-lawannya.
Penampilan Jonatan dalam final ini sungguh sinar terang di balik kegagalan merengkuh Piala Thomas. Bukan saja karena kemampuan teknik, pertahanan yang solid, kecermatan dalam membaca permainan, dan kelengkapan pukulan, tetapi juga karena kepercayaan diri yang membuatnya bagai karang yang sulit ditembus lawan.
Jonatan selalu tampil tenang tapi mematikan selama turnamen ini. Bahkan ketika terjadi insiden servis dan sorotan cahaya dari penonton kepadanya saat menghadapi Li Shi Feng, mental Jonatan sama sekali tak jatuh.
Dia adalah pemain yang tampil tanpa terlihat menanggung beban, walau semua orang tahu ada beban besar di atas pundaknya, seperti juga dipikul oleh rekan-rekannya dalam skuad Merah Putih.
Bedanya, dia mengelola beban itu dengan baik untuk dijadikan sebagai tantangan guna mengeluarkan semua aspek terbaiknya agar memenangkan pertarungan final yang juga menjadi uji mental bagi dirinya. Ini membuat Jonatan tampil konsisten dari laga ke laga.
Untuk itu, Jonatan lulus ujian ini dengan nilai sempurna. Tapi yang lain, termasuk Ginting dan Fajar/Rian, akan cepat belajar dari kekalahannya sehingga siap kembali demi medali Olimpiade.
Ginting adalah pemain yang cepat belajar dari kekalahan. Waktu dua bulan sebelum Olimpiade akan membuatnya kembali menjadi pemain yang memiliki keyakinan bisa mengalahkan siapa pun, termasuk Shi Yu Qi.
Baca juga: Artikel - Garuda Muda tetap membanggakan, kini bersiap hadapi Guinea
Ingat, dua bulan lalu, sebelum mencapai final All England 2024 untuk menghadapi Jonatan, Ginting menaklukkan Victor Axelsen dalam perempat final, ketika pada babak yang sama Jonatan mengalahkan Shi Yu Qi, yang mengundurkan diri pada gim kedua.
Baca juga: Profil - Ratna dan peran sejati caddydi dunia golf
Baca juga: Artikel - Menempa anak muda menjadi juara
Namun tak bisa dipungkiri, Jonatan Christie adalah pemain yang memberikan pesan paling jelas bahwa dia siap dalam semua hal, untuk tampil konsisten guna mencapai hasil terbaik dalam Olimpiade Paris 2024 dan juga turnamen-turnamen lain.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Piala Thomas gagal digapai tapi Jonatan besarkan asa sukses Olimpiade
Jika Piala Thomas 2024 dianggap sebagai mata ujian akhir untuk kelulusan bakal tampil bagusnya seorang atlet dalam Olimpiade Paris 2024, maka Jonatan adalah peserta ujian yang lulus dengan nilai sangat tinggi.
Tak ada pemain yang bisa menghadang dia. Enam kali bertanding, enam kali menang. Semuanya dia lakukan lewat permainan yang semakin matang baik dari sudut teknis, fisik, maupun mental.
Tampil dalam final ke-20 sejak mencapai bab puncak turnamen beregu putra ini pada 1958, tim putra Indonesia menyerah 1-3 kepada tuan rumah China.
Kekalahan Merah Putih ini lebih merupakan kekalahan mental, bahkan ganda Fajar Alfian/Rian Ardianto kalah lebih karena faktor tidak berpihaknya Dewi Fortuna kepada mereka.
Pasangan ini hampir membungkam suara bising penonton tuan rumah yang sudah justru menjadi energi pemberi semangat teramat besar bagi lawan-lawan Indonesia dalam final itu.
Indonesia langsung kehilangan poin pada partai pertama ketika Anthony Ginting menyerah dengan mudah kepada Shi Yu Qi.
Menanggung beban sebagai pembuka jalan dan bayangan mengangkat lagi trofi Piala Thomas setelah dia lakukan pada 2020, bisa menjadi beban teramat berat yang membuatnya menjadi tidak fokus dalam bagaimana menembus pertahanan lawan dan mencari kelemahannya.
Dua gim pun dia lewati dengan hasil sungguh di luar dugaan, kendati Shi Yu Qi bukan pemain sembarangan karena dia adalah pemain terdekat yang paling mungkin mengudeta Viktor Axelsen dari peringkat satu dunia.
Partai kedua yang mempertemukan ganda Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto berjalan lebih sesuai ekspektasi awam. Pasangan ini menghadapi ganda putra nomor satu dunia, Liang Wei Keng/Wang Chang.
Fajar/Rian yang berperingkat tujuh dunia dan dua bulan lalu menjuarai All England, tampil kokoh dalam semua aspek, kecuali keberuntungan. Mereka nyaris membuat Liang/Wang menelan kekalahan kedua berturut-turut setelah sehari sebelumnya dalam semifinal takluk kepada ganda nomor 5 dunia dari Malaysia, Aaron Chia/Soh Wooi Yik.
Fajar/Rian menyerah 18-21 pada gim pertama, tapi berbalik memenangkan gim kedua dengan 21-17, dan akhirnya menyerah dalam skor sama seperti gim kedua pada gim pamungkas.
Ada harapan, pasangan ini dapat mempersembahkan medali terbaik dalam Olimpiade Paris nanti, jika melihat bagaimana mereka bertarung dalam final Minggu malam tadi.
Atmosfer dan tekanan turnamen beregu yang digelar di negeri yang menjadi lawan berat Indonesia, mungkin lebih keras ketimbang yang akan dihadapi mereka di Paris mendatang.
Bahkan penampilan Ginting tadi malam bisa sangat berbeda dalam Olimpiade, seperti sudah dia lakukan tiga tahun lalu dalam Olimpiade Tokyo ketika dia mempersembahkan medali perunggu kepada Indonesia.
Pun dengan Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana menyerah dua gim langsung kepada He Ji Ting/Ren Xiang Yu yang sudah dua kali mereka kalahkan dan dua peringkat di bawah mereka.
Bagas/Fikri yang tidak lolos Olimpiade Paris tampil menanggung beban berat yang tak bisa mereka sembunyikan, seperti Ginting saat menyerah kepada Shi Yu Qi.
Paling siap
Perjalanan sempurna yang menumbuhkan harapan bahwa bulu tangkis Indonesia bisa mempertahankan tradisi emas Olimpiade, diperlihatkan Jonatan Christie yang berada dua tangga di bawah Viktor Axelsen dan Shi Yu Qi dalam daftar peringkat tunggal putra BWF.
Pebulu tangkis yang 17 Maret lalu mengakhiri dahaga gelar juara tunggal putra All England yang dirasakan Indonesia selama 30 tahun itu, memenangkan enam pertandingannya dalam Piala Thomas 2024.
Pertama, dia mengalahkan Nadeem Dalvi dari Inggris, kemudian Saran Jamsri dari Thailand, lalu Lakshya Sen dari India, ketiganya dalam pertandingan fase grup.
Dalam perempatfinal, dia menaklukkan Cho Geonyeop dari Korea Selatan dalam pertandingan tiga gim, untuk meretas pertemuan dengan Wang Tzu Wei dari China Taipei yang dia kalahkan dalam dua gim.
Dia kemudian ditantang Li Shi Feng dalam final, yang merupakan lawan berperingkat tertinggi yang dia hadapi selama Piala Thomas 2024, dan sudah pernah dia kalahkan dalam final Piala Thomas 2020.
Jonatan kembali sukses melewati hadangan Li, kendati Indonesia sudah tertinggal 0-2 dan fakta Li didukung penuh oleh penonton tuan rumah yang hampir selalu sukses membakar semangat pemain-pemain China untuk mengalahkan lawan-lawannya.
Penampilan Jonatan dalam final ini sungguh sinar terang di balik kegagalan merengkuh Piala Thomas. Bukan saja karena kemampuan teknik, pertahanan yang solid, kecermatan dalam membaca permainan, dan kelengkapan pukulan, tetapi juga karena kepercayaan diri yang membuatnya bagai karang yang sulit ditembus lawan.
Jonatan selalu tampil tenang tapi mematikan selama turnamen ini. Bahkan ketika terjadi insiden servis dan sorotan cahaya dari penonton kepadanya saat menghadapi Li Shi Feng, mental Jonatan sama sekali tak jatuh.
Dia adalah pemain yang tampil tanpa terlihat menanggung beban, walau semua orang tahu ada beban besar di atas pundaknya, seperti juga dipikul oleh rekan-rekannya dalam skuad Merah Putih.
Bedanya, dia mengelola beban itu dengan baik untuk dijadikan sebagai tantangan guna mengeluarkan semua aspek terbaiknya agar memenangkan pertarungan final yang juga menjadi uji mental bagi dirinya. Ini membuat Jonatan tampil konsisten dari laga ke laga.
Untuk itu, Jonatan lulus ujian ini dengan nilai sempurna. Tapi yang lain, termasuk Ginting dan Fajar/Rian, akan cepat belajar dari kekalahannya sehingga siap kembali demi medali Olimpiade.
Ginting adalah pemain yang cepat belajar dari kekalahan. Waktu dua bulan sebelum Olimpiade akan membuatnya kembali menjadi pemain yang memiliki keyakinan bisa mengalahkan siapa pun, termasuk Shi Yu Qi.
Baca juga: Artikel - Garuda Muda tetap membanggakan, kini bersiap hadapi Guinea
Ingat, dua bulan lalu, sebelum mencapai final All England 2024 untuk menghadapi Jonatan, Ginting menaklukkan Victor Axelsen dalam perempat final, ketika pada babak yang sama Jonatan mengalahkan Shi Yu Qi, yang mengundurkan diri pada gim kedua.
Baca juga: Profil - Ratna dan peran sejati caddydi dunia golf
Baca juga: Artikel - Menempa anak muda menjadi juara
Namun tak bisa dipungkiri, Jonatan Christie adalah pemain yang memberikan pesan paling jelas bahwa dia siap dalam semua hal, untuk tampil konsisten guna mencapai hasil terbaik dalam Olimpiade Paris 2024 dan juga turnamen-turnamen lain.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Piala Thomas gagal digapai tapi Jonatan besarkan asa sukses Olimpiade