Lembata inisiasi penanaman 1.000 bakau dan malapari
Malapari juga memiliki manfaat seperti bahan baku biodiesel, kosmetik, serta obat-obatan
Lewoleba (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) menginisiasi penanaman 1.000 anakan bakau dan malapari pada puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024 di pesisir Pantai Lewoleba Utara, Teluk Lewoleba.
"Semua lembaga dan masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan peduli lingkungan, aktif sekali, semua berjalan terpadu dan kuat," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lembata Christian Rimbaraya pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024 di pesisir Pantai Lewoleba Utara, Kabupaten Lembata, Rabu (5/6).
Ia menjelaskan puncak Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024 ini diisi dengan penanaman bakau dan malapari yang diikuti oleh unsur pemerintah daerah, instansi vertikal, lembaga swadaya masyarakat, serta masyarakat pemerhati lingkungan hidup.
Pemilihan tanaman bakau dan malapari pun bukan tanpa sebab. Tanaman bakau bermanfaat untuk mencegah abrasi, menjaga kualitas air, pengurangan emisi gas rumah kaca, serta menjaga ekosistem yang hidup di dalamnya. Selain itu, untuk pengembangan lebih jauh, area bakau dapat menjadi daerah ekowisata yang tentunya membantu untuk peningkatan pendapatan asli daerah setempat.
Baca juga: KPH wilayah Lembata identifikasi 76 titik potensi karhutla
Baca juga: Lembata tegaskan larangan lalu lintas babi antar-kecamatan
Sedangkan tanaman Malapari, kata Christian, sedang dikembangkan di Lembata karena memiliki banyak manfaat. Selain sebagai tanaman pantai, malapari juga tahan panas dan kering, serta membantu pengurangan emisi gas rumah kaca.
"Malapari juga memiliki manfaat seperti bahan baku biodiesel, kosmetik, serta obat-obatan," ucapnya.
Lebih lanjut ia menyampaikan berbagai kegiatan menyongsong Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024 telah dilakukan sejak bulan Mei, di antaranya pembersihan hulu Kali Waikomo sebagai titik sampel pengujian Indeks Kualitas Air, penyuluhan dan kampanye lingkungan hidup, serta pengawasan usaha atau kegiatan yang berkaitan dengan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Namun lebih jauh, Pemerintah Kabupaten Lembata memang telah menaruh perhatian penting pada isu lingkungan khususnya perubahan iklim.
"Pemkab Lembata juga mengambil isu perubahan iklim menjadi isu strategis untuk proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan," kata Christian.
Dalam laporan panitia kegiatan, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lembata, Rasyid Abdul Jalal mengatakan tema besar Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024 adalah Restorasi Lahan, Penggurunan, dan Ketahanan terhadap Kekeringan.
Sampai tahun 2024, miliaran hektare tanah terdegradasi, berdampak pada krisis yang dihadapi dan dirasakan dunia termasuk Kabupaten Lembata. Krisis yang dialami antara lain krisis perubahan iklim, keanekaragaman hayati, serta polusi dan limbah yang berdampak pada hampir seluruh masyarakat mulai dari perkotaan hingga desa.
Restorasi lahan pun diharapkan dapat mengembalikan dan memulihkan kondisi lahan dan lingkungan hidup di Lembata sehingga berdampak pada peningkatan mata pencaharian dan membangun ketahanan terhadap cuaca ekstrem.
Hal itu harus dimulai dengan melestarikan dan merehabilitasi lahan dalam bentuk aksi menanam bakau dan malapari.
Ia menyebut bakau memberikan manfaat sebagai pelindung dari abrasi, banjir rob, hingga gelombang tsunami. Bakau juga menjadi penyedia habitat bagi makhluk hidup, pengendali iklim mikro, penyimpan karbon yang efektif dan mampu mengurangi dampak pemanasan global.
"Tujuan kegiatan ini juga mengajak kita untuk pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan gaya hidup yang ramah lingkungan khususnya untuk Kabupaten Lembata sendiri," kata dia.
"Semua lembaga dan masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan peduli lingkungan, aktif sekali, semua berjalan terpadu dan kuat," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lembata Christian Rimbaraya pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024 di pesisir Pantai Lewoleba Utara, Kabupaten Lembata, Rabu (5/6).
Ia menjelaskan puncak Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024 ini diisi dengan penanaman bakau dan malapari yang diikuti oleh unsur pemerintah daerah, instansi vertikal, lembaga swadaya masyarakat, serta masyarakat pemerhati lingkungan hidup.
Pemilihan tanaman bakau dan malapari pun bukan tanpa sebab. Tanaman bakau bermanfaat untuk mencegah abrasi, menjaga kualitas air, pengurangan emisi gas rumah kaca, serta menjaga ekosistem yang hidup di dalamnya. Selain itu, untuk pengembangan lebih jauh, area bakau dapat menjadi daerah ekowisata yang tentunya membantu untuk peningkatan pendapatan asli daerah setempat.
Baca juga: KPH wilayah Lembata identifikasi 76 titik potensi karhutla
Baca juga: Lembata tegaskan larangan lalu lintas babi antar-kecamatan
Sedangkan tanaman Malapari, kata Christian, sedang dikembangkan di Lembata karena memiliki banyak manfaat. Selain sebagai tanaman pantai, malapari juga tahan panas dan kering, serta membantu pengurangan emisi gas rumah kaca.
"Malapari juga memiliki manfaat seperti bahan baku biodiesel, kosmetik, serta obat-obatan," ucapnya.
Lebih lanjut ia menyampaikan berbagai kegiatan menyongsong Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024 telah dilakukan sejak bulan Mei, di antaranya pembersihan hulu Kali Waikomo sebagai titik sampel pengujian Indeks Kualitas Air, penyuluhan dan kampanye lingkungan hidup, serta pengawasan usaha atau kegiatan yang berkaitan dengan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Namun lebih jauh, Pemerintah Kabupaten Lembata memang telah menaruh perhatian penting pada isu lingkungan khususnya perubahan iklim.
"Pemkab Lembata juga mengambil isu perubahan iklim menjadi isu strategis untuk proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan," kata Christian.
Dalam laporan panitia kegiatan, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lembata, Rasyid Abdul Jalal mengatakan tema besar Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024 adalah Restorasi Lahan, Penggurunan, dan Ketahanan terhadap Kekeringan.
Sampai tahun 2024, miliaran hektare tanah terdegradasi, berdampak pada krisis yang dihadapi dan dirasakan dunia termasuk Kabupaten Lembata. Krisis yang dialami antara lain krisis perubahan iklim, keanekaragaman hayati, serta polusi dan limbah yang berdampak pada hampir seluruh masyarakat mulai dari perkotaan hingga desa.
Restorasi lahan pun diharapkan dapat mengembalikan dan memulihkan kondisi lahan dan lingkungan hidup di Lembata sehingga berdampak pada peningkatan mata pencaharian dan membangun ketahanan terhadap cuaca ekstrem.
Hal itu harus dimulai dengan melestarikan dan merehabilitasi lahan dalam bentuk aksi menanam bakau dan malapari.
Ia menyebut bakau memberikan manfaat sebagai pelindung dari abrasi, banjir rob, hingga gelombang tsunami. Bakau juga menjadi penyedia habitat bagi makhluk hidup, pengendali iklim mikro, penyimpan karbon yang efektif dan mampu mengurangi dampak pemanasan global.
"Tujuan kegiatan ini juga mengajak kita untuk pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan gaya hidup yang ramah lingkungan khususnya untuk Kabupaten Lembata sendiri," kata dia.