Banda Aceh (ANTARA) - Angin berhembus kencang di lapangan panahan Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh siang itu.
Para penonton di tribun tiba-tiba bersungut mengecilkan suara masing-masing untuk menikmati setiap detik sensasi ketegangan final divisi recurve putri Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh-Sumut antara Diananda Choirunisa dan Syifa Kamal.
Dua srikandi panahan yang mewakili Indonesia di Olimpiade Paris itu berdiri sejajar memegang busurnya masing-masing dengan jarak 70 meter dari target di hadapan mereka.
Saat itu berlangsung tembakan ketiga pada sesi ketiga. Diananda telah unggul pada dua sesi pertama dan berhasil mengumpulkan empat poin tanpa balas.
Jika Diananda unggul pada tembakan ketiganya, maka final divisi recurve putri akan berakhir dengan kemenangan atlet Jawa Timur itu.
Namun jika Syifa unggul, maka dia menambah kesempatan dua sesi lagi untuk membalik keadaan dan menaklukkan Diananda.
Diananda melihat tajam ke arah target, menarik nafas, lalu mulai meluruskan busur ke arah target. Perlahan Diananda mengumpulkan pegas dengan menarik tali busurnya.
Tali busur itu menukik, membentuk sudut baru yang sisinya membelah bibir Diananda. Ia semakin memicingkan matanya untuk mempersempit jangkauan target.
Tiga detik kemudian, tali busur dilepas, anak panah melesat membelah angin dan bingo, 'tip' (kepala anak panah) lagi-lagi menyobek target kuning. Tembakan ketiga Diananda itu membuatnya mengumpulkan 29 poin di sesi ketiga.
Pendukung Diananda memecah ketegangan. Teriakan yang diiringi dengan bunyi berderik kipas tangan menyoraki Diananda yang tampil begitu gemilang. Penonton di tribun pun tak mau kalah bersorak-ria.
Syifa tak punya pilihan lain selain menyobek target kuning dan mendapatkan poin sempurna 30 untuk dapat memperpanjang umur pertandingan.
Atlet andalan Jawa Barat itu kemudian melesatkan panah ketiganya pada sesi ketiga, namun sayang lagi-lagi Dewi Fortuna tak berpihak padanya. Syifa mengakhiri sesi ketiga dengan hanya mengumpulkan 23 poin.
Tembakan ketiga Syifa itu seketika membuat targetnya menjadi perak dan di saat yang sama target Diananda menjadi emas.
Final hari itu, Sabtu (14/9), sekali lagi menjadikan Diananda sebagai pemenang emas, persis seperti final divisi yang sama di PON XXI Papua tahun 2021 lalu.
Dengan dikuncinya emas di nomor recurve putri, lesatan anak panah Diananda tak lagi terbendung pada nomor-nomor pertandingan berikutnya.
Tak tanggung-tanggung, Diananda kembali berhasil mendulang emas pada nomor recurve beregu putri dan recurve beregu campuran.
Pada nomor recurve beregu putri, Tim Jawa Timur awalnya melanggeng tanpa lawan di perempat final dan kemudian bertemu tim DIY di semifinal.
Pembantaian oleh Jawa Timur dimulai pada semifinal. Tim DIY dicukur habis dengan skor telak 6-0 sehingga membuat Diananda bersama dua rekan timnya Ayu Mareta dan Putri Karina melangkah pasti ke partai final.
Tanpa ampun, Diananda cs juga berhasil menguliti provinsi tetangganya Jawa Tengah dengan skor telak 6-0 dalam partai final, Minggu (15/9).
Kemenangan itu menghasilkan emas kedua bagi Jawa Timur di cabang olahraga panahan.
Selanjutnya di hari yang sama, Diananda bersama rekannya Riau Ega Agatha juga berhasil menambang emas di nomor recurve beregu campuran.
Dua atlet panahan yang mewakili Indonesia di Olimpiade Paris itu kembali menundukkan Kalimantan Tengah di babak semifinal dengan skor 5-1.
Kemudian pada babak final, dengan skor yang sama, mereka kembali melumat Jawa Tengah.
Kemenangan itu pun menyumbang emas ketiga bagi Jawa Timur dari cabang olahraga panahan.
Dengan demikian pun hasil divisi recurve putri, beregu dan campuran PON Aceh 2021 kembali terulang di PON Aceh-Sumut 2024.
Diananda lagi-lagi berhasil mendulang emas di nomor pertandingan berbeda dan dia dua perhelatan PON berbeda.
Jadi ibu sekaligus juara
Dalam perhelatan PON Papua 2021 lalu, Diananda mengaku sedang hamil dua bulan namun tetap bisa mendulang tiga emas dari tiga kelas berbeda.
Kali ini, di PON Aceh-Sumut, Diananda membawa anaknya yang sudah berusia dua tahun. Perempuan kecil nan manis itu selalu hadir dalam setiap pertandingan Diananda.
Tidak berlebihan jika mengatakan bahwa anak itu telah menyentuh medali emas lebih banyak dari pada sebagian besar orang di luar sana.
Sesekali Diananda mengajak anaknya jalan-jalan ke sekitar venue di sela-sela pertandingan.
Sesekali juga anak manis itu digendong-gendong Diananda, layaknya relasi penuh kasih antara ibu dan anak.
Dengan mengikutkan anaknya ke pertandingan, Diananda sebenarnya sedang menanamkan nilai yang berharga kepada anak perempuannya.
Dengan kemenangan gemilang yang berhasil mengulang sejarah itu, Diananda menegaskan bahwa memiliki anak, menjadi ibu dan menjadi seorang istri bukanlah penghalang untuk meraih prestasi gemilang.
Ketika diwawancarai, Diananda mendekatkan suaranya ke arah gawai wartawan, lalu mengatakan dengan tegas dirinya ingin melawan stereotip yang menyatakan bahwa perempuan yang sudah berkeluarga dan memiliki anak susah untuk kembali berprestasi.
Ia menentang pendapat bahwa prestasi perempuan yang sudah berkeluarga sebaiknya dihentikan karena peran-peran keibuan harus dijalankan tanpa kesibukan lain.
Diananda dengan medali emas yang masih tergantung pada lehernya kemudian menggendong anaknya yang saat itu mengenakan baju berwarna kuning.
"Terimakasih," kata Diananda mengakhiri wawancara.
Baca juga: Artikel - Pencak silat dan harapan baru olahraga NTT di level nasional
Diananda lalu menunjukkan jari telunjuk ke arah kamera yang kemudian ditiru oleh anaknya. Kamera para wartawan pun sigap, tak sudi melewatkan 'golden moment' itu.
Baca juga: Artikel - Upaya menghapus doping dari wajah binaraga
Tulisan ini pun sontak menjelma sebuah pose yang dengan sendirinya lantang menantang kontradiksi antara predikat ibu dan juara.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menantang kontradiksi predikat ibu dan juara