Artikel - Awal perjalanan jelantah menjadi bahan bakar pesawat

id bioavtur,pertamina,biofuel,artikel pertamina Oleh Afut Syafril Nursyirwan

Artikel - Awal perjalanan jelantah menjadi bahan bakar pesawat

Ilustrasi. Pesawat Garuda Indonesia melakukan penerbangan perdana menggunakan bahan bakar yang dicampur minyak sawit, Pertamina SAF dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten ke Bandara Adi Sumarmo, Solo, Jawa Tengah, Jumat (27/10/2023). ANTARA/Farhan Arda Nugraha/aa.

...Bayangkan, setiap kali pesawat meluncur ke udara, ada kemungkinan bahwa bahan bakarnya berasal dari limbah yang sebelumnya terbuang. Bioavtur memiliki sifat yang mirip dengan avtur konvensional, menjadikannya sebagai alternatif yang praktis

Di tengah perjalanan waktu yang terus berjalan, ide ini bukan sekadar angan-angan. Ini adalah langkah awal menuju solusi yang lebih besar untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang semakin mendesak.

Dengan rute penerbangan yang padat, bioavtur bisa menjadi alternatif yang menjanjikan untuk mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil. Ketika pesawat mulai mengudara dengan bahan bakar yang berasal dari minyak jelantah, masyarakat bisa menyaksikan momen limbah dan inovasi bertemu, yang menghasilkan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Dari sudut pandang yang lebih luas, transformasi minyak jelantah menjadi bioavtur bukan hanya tentang teknologi. Ini adalah refleksi dari perubahan paradigma dalam cara kita memandang limbah dan energi.

Di setiap tetes minyak yang terkumpul terdapat potensi untuk mengubah dunia, dari limbah menjadi harapan, dari sisa menjadi solusi. Sebagai penunjang realisasi konsep bioavtur, SVP Business Development Pertamina Wisnu Medan Santoso mengatakan yakin bahwa sisi teknologi Pertamina siap terkait pengembangan Sustainable Aviation Fuel (SAF) dengan salah satunya memungkinkan minyak jelantah dikembangkan menjadi bioavtur.

"Itu murni hanya soal feedstock. Kalau kita mendapatkan continuity feedstock-nya cukup meyakinkan, saya rasa kita sudah siap," tegasnya.

Satu pertanyaan penting muncul, mengapa bioavtur? Dengan meningkatnya jumlah penerbangan dan kebutuhan energi yang terus tumbuh, industri penerbangan menghadapi tantangan besar, setidaknya konsumsi avtur per tahun adalah 6 juta kiloliter.

Wisnu, dengan nada yang penuh percaya diri, menjelaskan, “Penerbangan adalah salah satu penyumbang emisi karbon terbesar. Dengan bioavtur, kami tidak hanya ingin mengurangi emisi, tetapi juga menurunkan biaya operasional maskapai.”

Bayangkan, setiap kali pesawat meluncur ke udara, ada kemungkinan bahwa bahan bakarnya berasal dari limbah yang sebelumnya terbuang. Bioavtur memiliki sifat yang mirip dengan avtur konvensional, menjadikannya sebagai alternatif yang praktis. Menurut studi yang dilakukan oleh Pertamina, bioavtur dapat mengurangi emisi CO2 hingga 80 persen dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Ini bukan sekadar angan-angan, melainkan langkah konkret menuju penerbangan yang lebih berkelanjutan.

Baca juga: Artikel - Mengenal Desa Mandiri Energi di lereng Merapi

Baca juga: Artikel - Menjaga ketersediaan energi untuk senyum Cahaya tetap merekah

Adanya inovasi dari biofuel, khususnya bioavtur, dari minyak jelantah atau minyak goreng bekas, diharapkan mampu meningkatkan peran masyarakat dalam menciptakan energi bersih.

Selain itu, potensi meningkatnya ekonomi rakyat juga bisa tercipta ketika sistem pengumpulan minyak bekas sudah tertata.

Sistem pendukung yang tercipta dalam mata rantai jelantah itu akan memberikan manfaat ekonomi bagi para pengumpul limbah minyak goreng itu. Tentu hanya jelantah dengan standar tertentu yang layak diproses jadi bioavtur.

Editor: Achmad Zaenal M






Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Awal perjalanan jelantah menjadi bahan bakar pesawat