Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Nalar Bangsa Institute, Farhan A Dalimunthe menilai penghapusan ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan bentuk kemajuan hukum yang dialami Indonesia pada era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Hal tersebut disebabkan penghapusan presidential treshold memungkinkan semua partai menggunakan hak untuk mengusung calon presiden.
"Dengan ada keputusan Mahkamah Konstitusi terkait ambang batas calon presiden dari 20 persen menjadi nol persen, kita nilai ini adalah langkah progresif lembaga hukum negara di era kepemimpinan pak Prabowo dan mas Gibran," kata Farhan dalam siaran persnya, Jumat, (3/1).
Walaupun penghapusan presidential treshold itu membuka jalan bagi banyak partai, DPR sebagai lembaga legislasi masih harus melakukan revisi terhadap undang-undang tersebut.
Menurut dia, revisi itu dilakukan agar pemilu memiliki regulasi yang jelas dan dasar undang-undang diakui oleh legislatif, eksekutif dan yudikatif.
"Penghapusan presidential treshold 20 persen ini merupakan open legal policy, sehingga perlu ditindaklanjuti dalam revisi Undang-Undang Pemilu di DPR,” kata dia.
Tidak hanya itu, kata dia, penghapusan presidential treshold juga akan membuat beban partai semakin berat dalam menyeleksi setiap kadernya yang maju sebagai calon presiden.
Dengan demikian, partai semaksimal mungkin akan menghadirkan kader terbaiknya dan masyarakat pun mendapatkan banyak pilihan calon presiden yang berkualitas.
"Biarkan rakyat yang menilai. Dihapusnya presidential treshold jadi menghindari polarisasi di tengah masyarakat. Namun tetap diusung partai politik, kita tidak harus menegasikan Pasal 6A UUD 1945 tentang peran partai politik," kata Farhan.
Baca juga: Kemenkumham tegaskan penguatan tata kelola internal wujudkan parpol demokratis
Baca juga: BRIN: IP Parpol parlemen periode 2019--2024 sebesar 74,16