Kupang, NTT (ANTARA) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) DPD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menyatakan sikap menolak terhadap kewajiban penggunaan Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP).
“Kami perhimpunan nelayan NTT menolak kewajiban penggunaan VMS, karena kami di sini rata-rata kapalnya bukan sistem perusahaan tetapi secara individu dalam mencari ikan di laut,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah HNSI NTT Wahid Nurdin di Kupang, Rabu.
Hal ini ia sampaikan saat pertemuan HNSI DPD NTT dalam rangka menyikapi aturan penggunaan Vessel Monitoring System (VMS) yang diwajibkan bagi kapal nelayan yang mencari ikan di atas 12 mil atau kapal nelayan di bawah 30 GT.
“Kebijakan ini sangat berat bagi nelayan NTT karena harga VMS yang mahal dan harus dibeli secara pribadi,” katanya.
Di samping itu, bila tidak memakai VMS maka nelayan tidak bisa mendapat izin operasional atau Sertifikat Laik Operasi (SLO) dari Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
Baca juga: Nelayan berharap ekspor ikan langsung dari Kupang
Ia mengatakan hal ini sangat penting disuarakan, karena menurutnya nelayan di NTT saat ini mengalami lapar dan susah.
“Kami di NTT ini lagi lapar, karena dari Desember 2024 hingga Maret 2025 kami tidak melaut karena cuaca buruk. Terus saat cuaca sudah membaik kami diperhadapkan dengan aturan wajib VMS, sehingga izin operasi kami tidak bisa dikeluarkan,” katanya.
Baca juga: HNSI Kupang sebut keberadaan kapal nelayan tangkap cakalang terus berkurang
Pihaknya menegaskan bahwa penggunaan VMS belum memiliki urgensi untuk diterapkan saat ini di laut, karena di NTT kebanyakan nelayannya di bawah 30 GT apalagi nelayan pesisir.
“Karena itu, kami harapkan untuk pemerintah pusat meninjau ulang aturan VMS ini atau mencabutnya demi kesejahteraan nelayan,” katanya menegaskan.
Pihaknya juga meminta kepada pemerintahan tertinggi yang ada di NTT untuk bisa melakukan sebuah kebijakan agar para nelayan lokal bisa melaut dan mencari makan untuk keluarganya.
Hal ini penting, kata dia, karena pusat perekonomian pada sektor perikanan ada di kapal tangkap, kalau kapal tangkap tidak beroperasi maka akan berdampak pada bagian-bagian lain yang saling berkaitan.
Selanjutnya, pihaknya akan membuat surat terbuka kepada pemimpin daerah dan pusat supaya dapat menindaklanjuti aspirasi nelayan NTT.