Labuan Bajo (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meminta para petani di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) agar adaptif menyikapi fenomena cuaca tidak biasa yang dikenal sebagai kemarau basah pada musim kemarau tahun 2025.
Kepala Stasiun Meteorologi Komodo Maria Seran dihubungi di Labuan Bajo, Rabu mengatakan curah hujan yang masih tersedia pada awal musim kemarau ini dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan produksi pertanian.
"Tetapi pengelolaan air dan drainase lahan harus tetap diperhatikan agar tidak menyebabkan genangan yang merusak tanaman," katanya.
Para petani juga diminta untuk mewaspadai meningkatnya risiko hama dan penyakit tanaman akibat kelembaban udara yang tinggi.
"Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan penyuluh pertanian atau dinas pertanian setempat untuk menyesuaikan strategi tanam dengan kondisi iklim yang sedang berlangsung," katanya.
Ia menjelaskan musim kemarau 2025 yang sedang berlangsung saat ini di NTT termasuk di wilayah Manggarai Barat, memiliki karakter yang berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Meski sudah masuk musim kemarau, curah hujan di beberapa wilayah justru masih cukup tinggi dan fenomena ini disebut sebagai kemarau basah, dimana hujan masih terjadi tidak merata di beberapa wilayah.
Penyebab utama dari kondisi ini adalah suhu muka laut (SST) yang tetap hangat di wilayah Indonesia, bahkan diperkirakan bertahan hingga September. Suhu muka laut yang hangat ini meningkatkan penguapan dan pembentukan awan hujan, sehingga cuaca menjadi lebih lembap dan hujan lokal tetap terjadi di tengah musim kemarau.
Selain itu, lanjut dia, walaupun angin Monsun Australia yang sudah mulai aktif dan membawa massa udara kering dari selatan, berdasarkan pemantauan BMKG, kekuatannya masih lemah sehingga belum sepenuhnya mampu mendorong udara kering secara dominan ke wilayah selatan Indonesia.
"Akibatnya, uap air dari wilayah tropis masih tetap bertahan, memperpanjang periode hujan lokal di wilayah seperti NTT, termasuk Manggarai Barat," katanya.
Ia menambahkan kondisi kemarau di tahun ini juga diperkuat dengan adanya aktivitas gelombang atmosfer seperti MJO, Kelvin, Rossby, dan gelombang low-frequency yang memicu terbentuknya awan-awan konvektif penyebab hujan.
Kombinasi semua faktor ini menjadikan musim kemarau tahun ini tetap “basah” di banyak tempat.
"Masyarakat sebaiknya tidak terlena dengan istilah musim kemarau, karena cuaca masih sangat dinamis dan berpotensi menimbulkan risiko bencana hidrometeorologi walaupun mungkin di NTT kondisi bencana ini tidak seekstrem saat terjadi di musim hujan," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BMKG meminta petani di Manggarai Barat adaptif sikapi kemarau basah