Kupang, NTT (ANTARA) - Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mendorong inovasi penanganan stunting berbasis pertanian organik terintegrasi yang dapat dimulai dari halaman rumah.
“Melalui pertanian organik terintegrasi kita menggunakan atau mengolah bahan makanan itu sumber utamanya dari bahan organik. Mulai dari pupuk, penggunaan pestisida tanpa bahan kimia. Kita manfaatkan sumber dari bahan lokal alami dan mulai dari halaman rumah sendiri,” kata Gestianus Sino dari Bidang III Bagian Ketahanan Pangan PKK Provinsi NTT sekaligus petani milenial di Kupang, Jumat.
Hal ini ia sampaikan dalam rapat koordinasi (rakor) daerah TP PKK se-NTT bertema “Kolaborasi Tim Penggerak PKK Mewujudkan NTT Sehat, Cerdas, Sejahtera, dan Berkelanjutan”.
Ia memaparkan praktik baik pertanian organik terintegrasi sebagai model pemanfaatan gizi keluarga yang berdampak pada penurunan angka stunting di NTT.
“Tujuannya supaya yang kita konsumsi dari sumber alami dan nutrisi lengkap sehingga bisa mendukung kesehatan masyarakat juga,” katanya.
Ia turut mengangkat masalah pemanfaatan limbah dapur untuk menjadi bahan baku dalam berkebun di rumah.
“Setiap keluarga bisa memulai sistem pertanian terintegrasi dari halaman rumah. Mulai dari menanam di polybag, bisa greenhouse, bisa juga membuat kolam lele, sistem bioflok,” katanya.
Menurutnya sistem terintegrasi ini membawa dampak ekonomi sehingga bisa membantu keluarga teristimewa dalam pemenuhan gizi harian.
Sementara itu, Ketua TP PKK Provinsi NTT Mindriyati Astiningsih menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi PKK kabupaten/kota dalam isu pencegahan stunting sejalan dengan program pemerintah daerah.
“PKK NTT perlu memperkuat kolaborasi dan sinergi program kerja dalam memprioritaskan pencegahan stunting,” katanya.
Rakor ini menurutnya menjadi momentum strategis untuk mengevaluasi capaian program, menyusun langkah ke depan, dan memperkuat sinergi antara PKK, pemerintah, serta mitra pembangunan.
Ia mendorong PKK di semua tingkatan untuk terus berkolaborasi dengan berbagai pihak demi meningkatkan efektivitas gerakan dalam penguatan ketahanan pangan untuk mencegah stunting.
Sebelumnya, Gubernur NTT Melki Laka Lena pada Sabtu (16/8), menyebutkan sampai dengan tahun 2024, prevalensi stunting di NTT mencapai 61.961 anak. Angka ini mengalami penurunan, sebab dibandingkan tahun 2023 jumlah prevalensi stunting di NTT mencapai 63.804 anak.

