Kupang, NTT (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Oktober 2025 sebesar 101,79 atau naik 0,06 persen dibanding September 2025 yang berjumlah 101,73.
“Kenaikan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani meningkat lebih cepat dibandingkan harga yang dibayar,” kata Kepala BPS NTT Matamira B. Kale di Kupang, Senin.
Ia menjelaskan kondisi tersebut menunjukkan harga komoditas pertanian yang diterima petani meningkat lebih cepat dibandingkan harga komoditas konsumsi rumah tangga dan barang modal yang dibayar oleh petani.
Lima subsektor penyusun NTP masing-masing tercatat sebesar 102,95 untuk subsektor tanaman padi-palawija, 93,61 untuk subsektor hortikultura, 99,79 untuk subsektor tanaman perkebunan rakyat, 105,44 untuk subsektor peternakan, dan 96,07 untuk subsektor perikanan.
“Jika dilihat dari indeks penyusun NTP, indeks terima naik 0,17 persen, sedangkan indeks bayar meningkat lebih rendah, yaitu 0,12 persen,” kata Matamira.
Adapun subsektor hortikultura turun sebesar 1,13 persen, dengan komoditas penyumbang penurunan indeks terima yaitu tomat, cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah.
Subsektor tanaman perkebunan rakyat juga mengalami penurunan sebesar 0,51 persen yang dipengaruhi oleh komoditas kakao, kemiri, dan kopi.
Sementara itu, Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) NTT tercatat sebesar 104,82, atau naik sebesar 0,03 persen dibanding September 2025 sebesar 104,79.
Matamira menjelaskan NTUP merupakan perbandingan antara indeks terima terhadap biaya produksi dan penambahan barang modal yang merupakan komponen indeks bayar.
Menurut dia, NTUP dinilai lebih mencerminkan kemampuan produksi petani karena hanya membandingkan produksi pertanian dengan biaya produksinya.
Ia menambahkan, Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) di NTT juga mengalami kenaikan sebesar 0,11 persen yang utamanya disebabkan oleh kenaikan indeks pada kelompok transportasi.

