Pembangunan pertanian di NTT perlu konsep matang

id Pertanian

Pembangunan pertanian di NTT perlu konsep matang

Leta Rafael Levis (dua dari kiri) sedang menunjukkan sertifikat pada acara diskusi pengembangan kurikulum pada jurusan agribisnis Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang. (ANTARA/Bernadus Tokan)

"Dengan konsep yang matang, setiap strategi dan program kerja yang dilaksanakan lebih terarah untuk menghasilkan pelaksanaan pembangunan pertanian yang dapat meningkatkan produksi, pendapatan, dan kesejahteraan petani," kata Leta Rafael.
Kupang (ANTARA) - Pengamat pertanian dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr Leta Rafael Levis mengatakan pembangunan sektor pertanian, khususnya untuk pertanian lahan kering seperti di Nusa Tenggara Timur membutuhkan konsep yang matang, komprehensif, dan holistik.

"Dengan konsep yang matang, setiap strategi dan program kerja yang dilaksanakan lebih terarah untuk menghasilkan pelaksanaan pembangunan pertanian yang dapat meningkatkan produksi, pendapatan, dan kesejahteraan petani," kata Leta Rafael di Kupang, Kamis (5/9).

Dia mengemukakan hal itu, menjawab pertanyaan ANTARA seputar model pembangunan pertanian yang cocok untuk kondisi di wilayah NTT yang selalu dilanda kekeringan.

Baca juga: Pertumbuhan sektor pertanian di NTT capai dua digit

Dia mengatakan bahwa dari aspek konsep pembangunan, dirinya sangat setuju dengan konsep pembangunan pertanian saat ini, yakni telah dibuat suatu 'grand design' pembangunan pertanian lahan kering di NTT periode 2018 sampai dengan 2023.

Selain itu, konsep pengembangan kelor pun sudah memiliki road map dan konsep tersebut, menurut dia merupakan suatu langkah maju. Namun demikian menurut pengalamannya sebagai ketua tim penyusunan road map jagung, birokrasi seringkali menyusun program tahunan, dan melupakan referensi yang ada pada konsep yang telah dibuat.

Kondisi ini disebabkan orientasi para birokrat amat pragmatis, dan lebih cenderung mengikuti dan mengabaikan hal-hal yang bersifat konseptual. "Pragmatisme bukan pada substansi pemberdayaan tetap lebih ke masalah menyerap anggaran," katanya.

Baca juga: NTT butuh ahli pertanian, perkebunan dan kemaritiman
Baca juga: Indonesia bisa mengadopsi filosofi AS bangun ketahanan pangan