Pemasaran kopi arabika Flores sebaiknya terintegrasi

id Kopi arabika Flores

Pemasaran kopi arabika Flores sebaiknya terintegrasi

Kopi Arabika Flores (ANTARA FOTO/HO-Dok)

“Dengan pemasaran secara terintegrasi maka posisi tawar kita dalam memasarkan kopi arabika Flores tentu lebih besar, ini yang sedang kami dorong,” kata Lecky Frederich Koli..
Kupang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur mendorong pemasaran kopi arabika Flores secara terintegrasi agar memiliki posisi tawar lebih besar dalam pemasaran.

“Dengan pemasaran secara terintegrasi maka posisi tawar kita dalam memasarkan kopi arabika Flores tentu lebih besar, ini yang sedang kami dorong,” kata Kepala Bappelitbangda Provinsi NTT Lecky Frederich Koli di Kupang, Sabtu (4/1).

Dia mengatakan, produksi kopi arabika Flores setiap tahun bisa mencapai lebih 7.000 ton, namun pemasarannya masih dilakukan secara terpisah-pisah dalam jumlah kecil.

Dia menjelaskan daerah-daerah penghasil kopi seperti Kabupaten Ngada, Manggarai, Manggarai Timur, Manggarai Barat, masih menjualnya secara sendiri-sendiri.

“Jadi satu ton dijual sendiri, lima ton dijual sendiri, jadi gelondongan begitu saja sehingga perlu diintegrasikan bersama pemerintah daerah,” katanya.

Menurutnya, pemasaran komoditi secara terintegrasi juga sebagai upaya membela para petani dari permainan harga oknum-oknum tengkulak yang membeli dengan harga murah.
Kopi Arabika Flores (ANTARA Foto/HO-Dok)
Lecky menjelaskan, pemerintah provinsi menginginkan agar pemerintah di daerah-daerah penghasil kopi arabika Flores saling berkolaborasi untuk melakukan pemasaran secara terpusat.

Dia mengatakan, pasokan bahan baku kopi dari petani perlu dikumpulkan pada satu titik tertentu untuk disalurkan ke berbagai ke luar daerah dalam jumlah yang lebih banyak.

Seperti di wilayah barat Pulau Flores, lanjut dia, dapat disalurkan melalui sejumlah titik keluar seperti Pelabuhan Maropokot Kabupaten Nagekeo, Pelabuhan Reo di Kabupaten Manggarai, atau di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.

“Kemudian BUMD atau badan usaha lainnya berperan untuk diatribusikan ke daerah-daerah lain hingga ke luar NTT. Skema ini yang kami persiapkan untuk dikerjakan ke depan,” katanya.

Lecky menambahkan, jika pemerintah daerah bisa memegang kendali pasokan komoditi kopi arabika Flores sekitar 5.000 ton per tahun maka posisi tawar akan semakin besar sehingga menguntungkan pemerintah dan masyarakat atau petani setempat.

“Karena itu memang perlu kerja kolaboratif antara pemerintah daerah. Intinya kita kendalikan dulu bahan bakunya sehingga manajemen distribusi bisa diatur secara baik,” katanya.
Kopi Arabika Flores (ANTARA FOTO/HO-Dok)