Artkel - Menebar cita rasa robusta Kopi Lamaole Pulau Solor

id Kopi lamaole, kopi robusta, pulau solor, lamaole, lewotana ole, flores, flores timur, kopi solor, kopi flores, ntt, kopi,Artikel kopi Oleh Fransiska Mariana Nuka

Artkel - Menebar cita rasa robusta Kopi Lamaole Pulau Solor

Kopi dari kebun warga Kampung Lamaole, Desa Lewotanah Ole, Kecamatan Solor Barat, Flores Timur, NTT. ANTARA/Fransiska Mariana Nuka

Secara umum masyarakat masih kesulitan memasarkan hasil pertanian dengan cepat karena akses jalan yang tak mudah...

Solor (ANTARA) - Zakarias Daton Sinu berjalan cepat menuju ke arah perkebunan kopi yang berjarak 1 kilometer dari rumahnya. Pria 72 tahun itu mengenakan jaket cokelat dengan ujung celana dimasukkan ke dalam sepatu boot berwarna kuning. Topi hitam di kepalanya bertuliskan "Kopi Lamaole Robusta Solor Coffee".

Dengan napas terengah-engah, pria lanjut usia itu menebas beberapa rumput liar di bawah pohon kopi miliknya. Tangannya terampil mematahkan tunas-tunas baru. Raut wajahnya serius. Sesekali ia membuang napas panjang di tengah cuaca yang dingin.

Zakarias merupakan salah seorang warga Kampung Lamaole, Desa Lewotanah Ole,  Kecamatan Solor Barat, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia menjaga tanaman kopi seperti menjaga anak sendiri. Ia menanam kopi sejak tahun 1968. Selama 56 tahun ia menjalani rutinitas sebagai petani kopi.

Tanaman kopi di Kampung Lamaole, Desa Lewotanah Ole tumbuh subur di ketinggian 450-500 meter di atas permukaan laut. Bibit kopi itu dibawa dari wilayah Hokeng, Kecamatan Wulanggitang, pada tahun 1966. Setelah 2 tahun ditanam dalam kebun milik pemerintah desa, Zakarias mengambil anakan baru yang tumbuh dari beberapa pohon yang sudah ada terdahulu. Ia pun menanam anakan itu di kebunnya sendiri.

Zakarias sangat memperhatikan pertumbuhan pohon-pohon kopi miliknya. Setiap pukul 06.00,  ia pergi ke kebun kopi untuk menebas rumput liar atau mematahkan tunas-tunas baru. Tunas yang baru mesti dipatahkan, agar dahan pohon tidak menjulang terlalu tinggi. Cara sederhana itu diyakini dapat membuat buah kopi itu sehat dan besar.

Selama berpuluh-puluh tahun, Zakarias dan beberapa warga menjadikan kebun kopi sebagai salah satu sumber penghasilan keluarga. Namun, hasil kopi itu hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga atau sebagai buah tangan ke keluarga. Jika ada stok lebih, kopi dijual ke desa tetangga. Kopi biji dibanderol dengan harga Rp25 ribu per kilogram. Produksi kopi pun tak banyak, sekitar 15 kg hingga 20 kg saja per sekali panen. Padahal, dulunya produksi kopi dari desa itu bisa mencapai 100 kg.

Zakarias Daton Sinu (72), petani kopi dari Kampung Lamaole, Desa Lewotana Ole, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur, NTT. ANTARA/Dokumentasi Pribadi


Promosi kopi