Masyarakat Sikka gelar ritual adat meminta hujan

id Ulat grayak

Masyarakat Sikka gelar ritual adat meminta hujan

Kondisi tanaman jagung di wilayah Tanah Duen, Kabupaten Sikka, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang layu akibat kekeringan. (ANTARA FOTO/HO-Dinas Pertanian Kabupaten Sikka)

“Masyarakat petani di pantai utara Flores di wilayah Kabupaten Sikka, menggelar ritual adat meminta hujan, karena hujan selama ini jarang turun di wilayah mereka,” kata Mauritius Terwinyu da Cunha..

Kupang (ANTARA) - Masyarakat petani di wilayah pantai utara Pulau Flores, khususnya di wilayah Watimilok dan Tanah Duen di Kabupaten Sikka, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar ritual adat meminta hujan turun di wilayah mereka.

“Masyarakat petani seperti di Watumilok, Kecamatan Kangae dan pekan lalu di Tanah Duen sudah menggelar ritual adat meminta hujan, karena hujan selama ini jarang turun di wilayah mereka,” kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sikka, Mauritius Terwinyu da Cunha kepada Antara, Selasa (11/2).

Dia menjelaskan wilayah-wilayah tersebut berada di bagian utara Sikka yang saat ini dilanda kekeringan yang dampaknya kondisi tanaman menjadi layu dan stres.

Kekeringan itu, lanjutnya, juga mengakibatkan serangan hama ulat grayak menyebar dengan cepat dan merusak ribuan hektare tanaman milik petani setempat.

“Mudah-mudahan dengan pendekatan kearifan budaya lokal seperti ini bisa turun hujan sehingga tanaman petani tidak rusak total,” katanya.

Petani menyiram bibit padi di tengah kekeringan yang melanda wilayah pantura Flores di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Para petani setempat melakukan ritual adat meminta hujan. (ANTARA FOTO/Khalis).

Mauritius menjelaskan berdasarkan prakiraan BMKG, wilayah Sikka diguyur hujan pada dasarian II, yakni Desember 2019 hingga puncaknya pada Januari-Februari 2020.

“Tapi ternyata meleset semua. Di wilayah utara Sikka masih sangat kering dibandingkan dengan wilayah tengah dan selatan,” katanya.

Dia menjelaskan saat ini hama ulat grayak telah menyerang lahan tanaman jagung milik petani di daerah itu mencapai 2.540 hektare.

Dia menjelaskan kondisi kekeringan menjadi penyebab utama ulat grayak berkembangbiak dan menyebar dengan cepat.

“Jadi hanya hujan saja yang bisa menyelamatkan kondisi ini, karena itu masyarakat sudah melakukan ritual adat meminta hujan sehingga kita berharap terwujud,” katanya.

Hama ulat grayak menyerang tanaman jagung milik para petani di pantura Flores, di Kabupaten Sikka, NTT.. (ANTARA FOTO/HO-Istimewa)