Oleh Hironimus Bifel
Kupang, (ANTARA NTT) - Pengamat Pertanian Lahan Kering Univeritas Nusa Cendana (Undana) Kupang Leta Levis Rafael mengatakan karakteristik iklim daerah berbasiskan kepulauan ini cocok untuk pengembangan sorgum sebagai tanaman alternatif dalam upaya memperkuat ketahanan pangan 5,3 juta penduduk setempat.
"Iklim di NTT yang semi-arit ini sangat cocok untuk pengembangan tanaman sorgum sebagai pangan alternatif dalam memperkuat ketahanan pangan warga setempat," katanya kepada Antara di Kupang, Selasa (15/11).
Dosen dan peneliti Pertanian Lahan Kering pada Fakultas Pertanian Undana Kupang itu mengatakan hal itu terkait upaya-upaya pemerintah agar setiap daerah mampu memperkuat ketahanan pangan dengan berbagai pangan alternatif yang ada dan dimiliki.
Menurut Ketua Badan Penyuluh Pertanian dan Perkebunan Daerah Nusa Tenggara Timur ini, secara turun-temurun, budidaya sorgum sudah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Karena menurut dia, salah satu sifat khas dari sorgum adalah daya tahan terhadap kekeringan dan toleran terhadap genangan air, sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah-daerah itu.
Apalagi kata dia, Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daerah adaptasi yang luas.
"Dapat berproduksi pada lahan marjinal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama/penyakit. Sorgum merupakan komoditas alternatif untuk pangan, pakan, energi, dan industri," katanya.
Ia mengatakan sorgum merupakan tanaman asli dari wilayah-wilayah tropis dan subtropis di bagian Pasifik tenggara dan Australasia. "Sejumlah sumber lain malah menyebutkan tanaman ini berasal dari Afrika dengan 32 spesies," katanya.
Dr Marcia Buanga Pabendon, peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Serelia, Balitbangtan Kementan RI kata Leta Levis di NTT sorgum dapat dikembangkan sebagai salah satu pangan lokal andalan.
"Sorgum pun bagus untuk dipanen di musim kering dan sangat cocok dengan iklim NTT yang musim kemaraunya panjang," katanya.
Menurutnya, sorgum dapat ditanam tanpa dipupuk dan tumbuh maksimal karena di NTT karena cuacanya yang panas, memiliki sinar matahari yang penuh sepanjang hari yang mendorong proses fotosintesisa sorgum maksimum sehingga efisien dalam menghasilkan biji dan gula di dalam batang.
"Harus jujur diakui bahwa Kita belum sampai pada perhatian secara khusus atau pengembangannya secara besar-besaran. Ini bukan berarti kita membiarkan tanaman pangan ini hanya dikembangkan masyarakat. Masyarakat kita beri kesempatan untuk membudijayakan sorgum sebagai pangan alternatif," katanya.
Dalam konteks iklim lokalan, wilayah kabupaten di NTT yang cocok untuk pengembangan sorgum seperti Pulau Sumba, daratan Timor serta beberapa daerah di Flores dan Lembata yang cocok untuk taman sorgum.
"Ini karena masih ada lahan mariginal yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan sorgum," katanya.
Pemerintah daerah katanya harus segera menetapkan lagi spot tertentu untuk pengembangan tanaman sorgum.
"Kedepan kita bisa melakukan itu. Namun, dengan keterbatasan dana, kita masih tetap fokus pada tanaman pangan yang menjadi kebutuhan masyarakat secara luas yakni padi, jagung dan kedelai," katanya.
Sementara untuk tanaman pangan lainnya masih bisa dilakukan dengan skala kecil pada lokasi yang cocok.