Pemakaian Listrik Bersubsidi Didominasi Pelanggan Mampu

id Listrik

Pemakaian Listrik Bersubsidi Didominasi Pelanggan Mampu

General Manajer PT PLN (Persero) Wilayah Nusa Tenggara Timur Richard Safkaur sedang memasang meteran listrik di sebuah desa di NTT yang tidak pernah menikmati listrik sejak Indonesia merdeka 1945.(Foto Humas PLN Wilayah NTT)

Pemakaian listrik bersubdisi bagi pelanggan golongan R1 atau 900 VA di Nusa Tenggara Timur selama ini didominasi oleh pelanggan yang merupakan rumah tangga mampu (RTM) mencapai 69 persen.
Kupang (Antara) - Pemakaian listrik bersubdisi bagi pelanggan golongan R1 atau 900 VA di Nusa Tenggara Timur selama ini didominasi oleh pelanggan yang merupakan rumah tangga mampu (RTM) mencapai 69 persen.

Deputi Manager Hukum dan Humas PT PLN (Persero) Wilayah NTT Sulistiyoadi Nikolaus saat dihubungi Antara di Kupang, Senin, mengatakan jumlah pelanggan yang tergolong dalam RTM itu dikenakan tarif keeonomian karena tidak berhak mendapatkan subsidi berdasarkan data yang dirilis TNP2K.

TNP2K merilis, dari total pelanggan listrik golongan R1 atau 900 VA di Nusa Tenggara Timur sebanyak 187.648 pelanggan terdapat 130.412 di antaranya merupakan RTM dan tidak berhak mendapatkan subsidi.

"PLN mulai mengenakan tarif keekonomian setelah mendapat pemberitahuan secara tertulis dari PLN pusat untuk pemadanan atau diterapkan tarif keekonomian," katanya.

Penerapan tarif keekonomian itu telah dilakukan secara bertahap, pertama sejak 1 Januari 2017, kedua 1 Maret 2017, dan tahap terakhir pada 1 Mei 2017.

Menurutnya, pemberlakuan tarif keekonomian itu merupakan kebijakan pemerintah pusat dalam rangka penerapan subsidi tepat sasaran sehingga alokasi subsidi dalam APBN dapat dihemat dan dimanfaatkan untuk sektor pembangunan lain yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat.

"Jadi PLN hanya mengeksekusinya sesuai dengan data TNP2K yang menentukan kriteria masyarakat mana yang mampu dan yang tidak mampu," katanya.

Nikolaus menjelaskan, masyarakat tidak mampu yang terkena pencabutan subsidi dapat mengadu ataui melapor untuk dilakukan verifikasi melalui pemerintah desa yang selanjutnya diteruskan hingga pusat.

"Kalau ada yang keberatan dari masyarakat yang merasa dirinya tidak mampu maka alurnya lewat desa seterusnya ke kecamatan, kabupaten, hingga pusat dan tindak lanjutnya sesuai hasil verifikasi TNP2K," katanya.

Selain itu, pemerintah jua membuka posko pusat pengaduan subsidi listrik di kantor Dirjen Ketenagalistrikan dan juga posko di Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) di kabupaten/kota.

Masyarakat juga bisa melaporkan melalui online di webside www.subsidi.djk.esdm.go.id atau nomor telpon 021-522483.

Adapun hingga pertengahan Juni 2017 telah masuk sebanyak 53.150 pengaduan masyarakat dan dari jumlah itu, 26.290 pengadu dinyatakan berhak mendapat subsidi dan 13.859 masih dalam proses verifikasi oleh TNP2K.

Ada 75 pengadu mengajukan agar subsidi listriknya dicabut karena merasa tidak berhak menerima subsidi.

Untuk itu, lanjutnya, PLN mengimbau agar masyarakat mampu yang selama ini masih menikmati subsidi listrik bisa melaporkan melalui desa atau kecamatan agar subsidinya dicabut.

"Agar subsidi listrik betul-betul tepat sasaran kepada masyarakat kita yang tidak mampu, dan bisa digunakan untuk mendukung sektor pembangunan lainnya untuk kesejahteraan bersama," katanya.